Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal

Pangeran Raja Atas Angin, Tokoh Islamisasi Tanah Priangan yang Terlupakan

Ada yang datang untuk ngalap berkah dan cari pesugihan.

Noorciptaning Suciati oleh Noorciptaning Suciati
28 Januari 2023
A A
Beranda Liputan Histori
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Sosok Pangeran Raja Atas Angin, jadi salah satu tokoh sentral dalam islamisasi di Jawa Barat, khususnya kawasan Priangan. Namun, saat ini tidak banyak yang mengenalnya. Sebagian yang datang ke makamnya yang berada di pelosok desa, justru datang untuk ngalap berkah atau mencari pesugihan. 

***

Saya paham betul, sebagian besar pembaca setia Mojok berasal dari Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah. Tapi, kali ini persilakan saya mengajak pembaca melipir ke Jawa Barat. Bukan pusat kota apalagi destinasi wisata hits, saya ingin membawa pembaca ke makam seorang tokoh yang sosoknya masih diperdebatkan sampai sekarang. 

Dari Gerbang Tol Padalarang, saya menempuh jarak sekitar 35 kilometer ke arah selatan ke sebuah desa bernama Cijenuk. Mungkin, para pembaca bertanya-tanya, “ngapain jauh-jauh ke pemakaman di kampung yang gak dikenal khalayak umum?” 

Tak banyak yang tahu kisahnya

Seperempat abad menjadi warga Bandung Raya, tokoh yang bersemayam di pemakaman umum ini kurang familier dari tokoh-tokoh Sunda lain. Pangeran Raja Atas Angin atau Eyang Dalem Cijenuk, nama yang bahkan nggak diketahui sejarahnya oleh generasi muda Desa Cijenuk.  

Padahal, beliau merupakan sosok penting di balik Islamisasi kawasan Priangan. Sebetulnya, sudah banyak media lokal maupun nasional mengulasnya. Namun, saya ingin mengajak pembaca Mojok melihat kondisi terkini petilasannya yang semakin tidak dikenali dari hari ke hari terutama pasca-pandemi.

Baca Juga:

Sweeping buku oleh aparat Jawa Barat: mencekal ilmu pengetahuan, masyarakat tak boleh pintar MOJOK.CO

Derita Jadi WNI: Dipaksa Anti-Pengetahuan dan Tak Boleh Pintar, Suka Baca Buku Dianggap “Ancaman”

22 September 2025
Naik Sepeda Jogja Lamongan demi Menunaikan Rindu pada Ibu MOJOK.CO

Menuntaskan 640 Kilometer Jogja Lamongan Bersepeda demi Ziarah Batin dan Menunaikan Rindu pada Ibu

12 September 2025
Kompleks Pamakaman Umum Situs Cagar Budaya Pangeran Raja Atas Angin. (Noorciptaning Suciati/Mojok.co)
Kompleks Pamakaman Umum Situs Cagar Budaya Pangeran Raja Atas Angin. (Noorciptaning Suciati/Mojok.co)

Berada di tengah pemukiman dan persawahan warga, area makam seluas 2,25 hektare ini rindang oleh pohon-pohon beringin berusia ratusan tahun. Selain sunyi, auranya angker selayaknya pemakaman. Di pintu masuk utama, suasana tampak asri karena dihiasi berbagai tanaman hias. 

Saat saya sowan ke para pengurus. Namanya Ii Prawira Suganda dan Mochammad Buldan.  “Pangeran Raja Atas Angin nami aslina nyaeta Syekh Maulana Raden Muhammad Syafe’i” (Pangeran Raja Atas Angin mempunyai nama asli Syekh Maulana Raden Muhammad Syafe’i)

“Sayang, sosok dan kisahnya hanya dituturkan para sesepuh di sini (Cijenuk). Parahnya, akibat kurang penelitian dan budaya literasi, masyarakat desa juga tidak banyak yang tahu ceritanya. Apalagi anak muda,” lanjut Ii yang biasa dipanggil Apa atau Eyang oleh masyarakat setempat.

“Dulu, juru kunci makam dipegang almarhum bapak saya. Tahun 80-an, karuhun (sesepuh) menemukan silsilah (Pangeran Raja Atas Angin) di Cirebon. Beliau putra Sultan Anom IV Muhammad Chaeruddin dari selir. Beliau (Sultan Anom IV)  Sultan Kanoman dari tahun 1798 sampai 1803. Jadi, Pangeran Raja Atas Angin teh keturunan kesembilan Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati). Pemangku silsilah (Kesultanan Kanoman) juga datang (ke makam) buat tirakat, memastikan siapa yang dimakamkan di sini,” terang Apa Ii.

Anak Sultan Ageng Tirtayasa?

Apa Ii melanjutkan belum lama ini, ada orang datang ke pemakaman, ngakunya mantan pegawai Dirjen Haji. Ia mengatakan kalau Pangeran Raja Atas Angin teh asalnya dari Banten. Di dokumen yang beliau bawa, nama Syekh Maulana Raden Muhammad Syafe’i ternyata saudara kandung Syekh Maulana Mansyur Cikaduen. 

“Katanya, mereka berdua putranya Abu al-Fath ‘Abdul-Fattah (Sultan Ageng Tirtayasa yang memerintah Kesultanan Banten dari tahun 1651 hingga 1683 Masehi).”

Entah dari Cirebon atau Banten, toh dua kesultanan tersebut memang bersaudara yang berasal dari satu leluhur, yakni Sunan Gunung Jati. Mungkin, konflik masa lampau yang bertahan hingga kini di Kanoman dan Kasepuhan mengakibatkan tumpang-tindih silsilah.

“Yang penting, Syekh Maulana Raden Muhammad Syafe’i punya jasa besar dalam menyebarkan agama Islam di Jawa Barat. Beliau putra mahkota yang mau ikhlas berdakwah di bawah tekanan Belanda,” Apa Ali. Menurutnya jejak syiar Islamnya meliputi wilayah Pandeglang-Banten, Bogor, Surade-Sukabumi, Cianjur, Cisewu-Garut, dan terakhir di kawasan selatan Bandung Barat.

Iklan
Petilasan Situs Cagar Budaya Pangeran Raja Atas Angin.
Petilasan Situs Cagar Budaya Pangeran Raja Atas Angin. (Noorciptaning Suciati/Mojok.co)

Sebagai informasi, saat ini, daerah itu dikenal sebagai Kecamatan Cihampelas, Cililin, Cipongkor, Sindangkerta, Gununghalu, dan Rongga. Dari beberapa warga Cipongkor yang mengetahui sejarah, nama-nama tempat di kawasan itu berkaitan dengan syiar sang pangeran. Selain agama, peranannya membekas di sektor pendidikan, budaya, dan sosial.

Kecamatan yang saya sebutkan di atas dijuluki “Kota Santri” dan “Pabrik Haji”. Hal itu dikarenakan terdapat banyak pesantren, terutama salaf yang menjadi tujuan santri Bandung Raya belajar agama. Masyarakat di kawasan itu pula paling rajin menunaikan ibadah haji. 

Ramai peziarah

Saat berziarah, Anda gak hanya mendapati petilasan Pangeran Raja Atas Angin dan ribuan makam warga. Di sini juga bersemayam istri sang pangeran, yakni Nyimas Rangga Wuluh, beserta putri mereka, yaitu Nyimas Rangga Wulan dan Nyimas Rangga Wayan. 

Ada pula tiga makam yang diyakini sebagai pendamping Syekh Maulana Raden Muhammad Syafe’i dalam berdakwah. Mereka adalah Eyang Jaga Wulan, Eyang Jaga Raksa, dan Eyang Jaga Wadana.

Kendati dikelola swadaya dari kantong pribadi pengurus dan peziarah, fasilitasnya sudah jauh lebih baik dan nyaman. Terdapat ruang majelis di depan makam utama yang bisa menampung 1.000 peziarah. Kompleks Pemakaman Umum Desa Cijenuk yang juga dikenal sebagai Situs Cagar Budaya Pangeran Raja Atas Angin memiliki infrastruktur lengkap yang dibangun berkala. Antara lain, masjid al-Karomah, balai perkumpulan, kantor pengurus yayasan, toilet, tempat wudhu, area parkir, dan warung. Gak hanya berkunjung setiap hari, peziarah dapat mengikuti pengajian mingguan yang diadakan setiap malam Senin dan Jumat.

Selain Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha, puncak ziarah terjadi di bulan Rabiul Awwal. Acara haul tahunan atau dikenal sebagai tradisi “Muludan” itu dibimbing langsung para tokoh agama dan masyarakat terkemuka. Salah satunya oleh perwakilan sesepuh Kesultanan Kanoman Cirebon.

Jadi tujuan ngalap berkah hingga pesugihan

Namun, seperti makam ‘keramat’ lainnya, petilasan Pangeran Raja Atas Angin pun tak lepas dari aksi nyeleneh para peziarahnya. Entah bagaimana, beliau dianggap sebagai tujuan “ngalap berkah” atau pesugihan bagi orang yang menginginkan materi duniawi secara instan.

Masjid al-Karomah Situs Cagar Budaya Pangeran Raja Atas Angin. (Noorciptaning Dewi/Mojok.co)
Masjid al-Karomah Situs Cagar Budaya Pangeran Raja Atas Angin. (Noorciptaning Suciati/Mojok.co)

Bahkan di musim Pemilu, banyak calon anggota dewan dan kepala daerah bersemedi atau bertapa agar tujuannya tercapai. “Seorang wali Allah SWT tidak akan menyesatkan orang-orang. Jika berziarah, cukup berdoa kepada Sang Khalik dan mendoakan sang wali karena kebaikannya dalam berdakwah,” kata Apa Ali.

Situs Cagar Budaya Pangeran Raja Atas Angin berlokasi di Desa Cijenuk, RT/RW 07/07, Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat. Bagi Anda yang ingin berkunjung, lebih baik menggunakan kendaraan pribadi karena sulitnya transportasi umum menuju desa. Tenang, meski berada di pelosok, lokasinya mudah ditemukan karena terdapat papan penunjuk jalan saat memasuki kawasan Alun-alun Cililin.

Jangan lupa menikmati bala-bala hangat dan secangkir kopi panas yang tersedia di warung depan masjid al-Karomah. Kudapan dan minuman tersebut sangat pas dengan udara sejuk Desa Cijenuk, apalagi jika Anda berziarah malam-malam atau kala musim hujan.

Penulis: Noorciptaning Suciati
Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA Situs Patirtaan Ngawonggo: Menghadirkan Wisata Gratis Sekaligus Jamuan Makan Sepuasnya dan reportas menarik lainnya di rubrik Liputan.

Tags: islamisasijawa baratmakam tuaPangeran Raja Atas Anginziarah
Noorciptaning Suciati

Noorciptaning Suciati

CEO diri sendiri.

Artikel Terkait

Sweeping buku oleh aparat Jawa Barat: mencekal ilmu pengetahuan, masyarakat tak boleh pintar MOJOK.CO
Ragam

Derita Jadi WNI: Dipaksa Anti-Pengetahuan dan Tak Boleh Pintar, Suka Baca Buku Dianggap “Ancaman”

22 September 2025
Naik Sepeda Jogja Lamongan demi Menunaikan Rindu pada Ibu MOJOK.CO
Esai

Menuntaskan 640 Kilometer Jogja Lamongan Bersepeda demi Ziarah Batin dan Menunaikan Rindu pada Ibu

12 September 2025
pendidikan dii jawa barat.MOJOK.CO
Aktual

Pemprov Jabar “Jalan Sendiri”: Pendidikan Amburadul, Anak Jadi Korban, dan Cetak Rekor Memalukan

29 Juli 2025
Tasikmalaya Bikin Malu: Santri, tapi Fitnah Hindia Memuja Setan MOJOK.CO
Esai

Saya Malu Menjadi Orang Tasikmalaya, Kota yang Menolak Hindia karena Tuduhan Pemuja Setan tapi Membiarkan Oknum Kiai Cabul ke Santriwati

17 Juli 2025
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
Uneg-uneg untuk Masjid yang Tutup di Luar Jadwal Salat MOJOK.CO

Uneg-uneg untuk Masjid yang Tutup di Luar Jadwal Salat

Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.