Menengok Bunda Maria, Yesus, Kaligrafi Allah dan Muhammad di Masjid Hagia Sophia  

Menengok Bunda Maria, Yesus, Kaligrafi Allah dan Muhammad di Masjid Hagia Sophia MOJOK.CO

Ilustrasi Menengok Bunda Maria, Yesus, Kaligrafi Allah dan Muhammad di Masjid Hagia Sophia

Hagia Sophia bukanlah tempat biasa, bangunan yang berusia lebih dari 1.400 tahun ini menjadi simbol “penaklukan” dan saksi bisu bersitegangnya Kristen dan Islam. Fungsi Hagia Sophia pun silih berganti, dari gereja ortodoks menjadi masjid. Pada tahun 1934, Mustafa Kemal Ataturk meredam ketegangan tersebut dengan menjadikan Hagia Sophia sebagai museum dan UNESCO memasukkannya dalam daftar warisan dunia.

Namun, pada Juli 2020 lalu, setelah 86 tahun menjadi museum, Presiden Erdogan memutuskan untuk mengembalikan fungsi Hagia Sophia menjadi masjid. Terlepas pro dan kontra yang mengiringi keputusan Erdogan tersebut. Banyak orang —termasuk saya— penasaran dengan perubahan yang terjadi pada Hagia Sophia.

***

Mengingat dulunya Hagia Sophia adalah gereja ortodoks dengan simbol agama Kristen yang menempel pada dinding bangunannya. Apakah perubahan Hagia Sophia menjadi masjid turut menghilangkan semua simbol dan mosaik yang sudah ada sejak ribuan tahun lalu? Apa perbedaan Hagia Sophia yang dulu (museum) dan sekarang (masjid)?

Untuk menjawab pertanyaan dan rasa penasaran tersebut, saya ingin mengajak pembaca Mojok melihat Hagia Sophia dari dekat.

Kota dengan banyak bangunan bersejarah

Hagia Sophia berada di Istanbul, lokasinya tak jauh dari Istana Topkapi dan Blue Mosque. Kawasan di sini mirip Kota Tua di Jakarta, sama-sama  memiliki banyak bangunan bersejarah yang berada dalam satu area. 

Haghia Sophia tampak depan. (Tiara Uci/Mojok.co)

Hari itu (15/5/23) saya menuju Hagia Sophia menggunakan bus pariwisata yang sudah agen travel dari Indonesia sediakan, lengkap dengan toure guide-nya yang bernama Erdham (47). Jika Anda penggemar artis Ayu Ting Ting, mungkin tak asing dengan wajah Erdham, parasnya yang rupawan pernah muncul dalam unggahan Instagram pelantun lagu Sambalado tersebut. 

“Saya sering jadi pemandu orang Indonesia di Turki, ada juga artis. Orang Indonesia terlihat sangat religius,” cerita Erdham kepada saya. Kebetulan, kami duduk bersebelahan di dalam bus.

Sebenarnya saya sudah pernah ke Istanbul awal tahun 2019 silam. Dulu, saya merasa jarak dari bandara Istanbul menuju Hagia Sophia dekat, naik bus tak sampai 40 menit. Akan tetapi, kali ini perjalanannya terasa sangat jauh dan lama. Butuh lebih dari satu jam sampai bus yang kami tumpangi berhenti di sekitar masjid Hagia Sophia.  

“Bandara Istanbul baru (ISL) lokasinya lebih jauh, 40 km dari pusat kota. Bandara Istanbul Ataturk/bandara lama (IST) lebih dekat, hanya 20km dari Hagia Sophia,  tapi bandara lama sudah tidak untuk pesawat penumpang,” begitulah penjelasan yang saya dapat dari supir bus terkait lamanya perjalanan kami hari itu.

Melihat Hagia Sophia dari dekat

Sejujurnya, Hagia Sophia tak lebih megah dibandingkan bangunan bersejarah lain di Istanbul. Hagia Sophia juga tak secantik Masjid Sultan Mihrimah dan tidak seestetik Gereja St Irene (Hagia Irene). Namun, Hagia Sophia paling disanjung sebagai lambang arsitektur Binzantium.

Mudah untuk mengenali bangunan yang memiliki panjang 83 meter dan lebar 72 meter dengan kubah gemuk ini. Arsitektur Hagia Sophia adalah elemen tradisional basilika dengan kubah-kubah besar dan kecil yang dengan jendela model busur dan ornamen di setiap kolomnya. Pada kubah besarnya ada lapisan mosaik (seni melapisi dinding dengan potongan keramik kecil-kecil).

Interior bagian dalam Hagia Sophia. (Tiara Uci/Mojok.co)

Ketika memasuki area dalam masjid, kita wajib melepas alas kaki (sepatu dan sandal). Kali terakhir saya ke sini —saat Hagia Sophia masih berupa museum—, pengunjung tak perlu melepas sepatu dan boleh menggunakan pakaian apapun termasuk t-shirt dan celana pendek.

Kini,  saya hampir tidak melihat satupun pengunjung yang bajunya terbuka. Meskipun saya yakin tidak semua yang datang ke Hagia Sophia muslim. Namun, hampir semua perempuan menggunakan baju terutup dan menggunakan pasmina untuk menutupi rambutnya. 

Pada pintu utama Hagia Sophia, mosaik Yesus akan menyambut pengunjung. Gambarnya masih terlihat jelas dan bagus, tidak ditutupi ataupun dihapus. Masuk pada area dalam masjid, ada lampu gantung yang jumlahnya banyak sekali, cahaya lampunya yang temaram membuat suasana di dalam masjid terasa tentram.  

Bundaran tempat menobatkan kaisar romawi

Lantai batu marmer yang dulu terbuka, kini seluruhnya tertutup oleh karpet berwarna hijau. Kecuali satu area yang lantainya bergambar lingkaran. Area ini sengaja terbuka, tanpa penutup karpet dengan pagar pembatas berupa tali berwarna merah.  Ribuan tahun silam, di bundaran inilah para penguasa Romawi dinobatkan sebagai kaisar. 

“Di era Mahmed II (baca:Al-Fatih) seluruh mosaik Kristiani ditutup. Ketika menjadi museum, Kemal Ataturk memerintahkan semua lapisan semen dan plaster yang menutup simbol-simbol Kristen dibuka kembali. Luar biasa, penutup  tersebut justru membuat seluruh gambarnya awet sampai sekarang,” ungkap Erdham sambil tangannya menujuk ke arah kubah utama Hagia Sophia. 

Ketika saya mendongakkan kepala ke atas, mengikuti arah tangan Erdham. Tepat di kubah utama masjid Hagia Sophia, ada gambar Serafim di setiap sudutnya. Dalam kepercayaan Kristiani, Serafim adalah mahluk surga yang memiliki empat sayap, sekaligus mahluk yang paling dekat dengan Tuhan.

Mozaik serafin di bagian kubah dalam Hagia Sophia. (Tiara Uci/Mojok.Co)

“Semua lukisan dan mozaik peninggalan Kekaisaran Romawi dibiarkan terbuka dan bisa dilihat siapa saja, kecuali satu lukisan besar bergambar Bunda Maria yang ditutup dengan tirai karena letaknya di atas mihrab (tempat Imam memimpin sholat),” Erdham kembali menjelaskan. 

“Hagia Sophia dulunya memang gereja, karena kita di utara Makkah, tidak perlu mengubah posisi bangunan untuk menempatkan mihrab ke arah kiblat,” penjelasan Erdham lebih dalam. 

Bunda Maria menggendong Yesus di Hagia Sophia

Meskipun ada tirai berwarna putih, gambar Bunda Maria sedang menggendong Yesus masih bisa kita lihat dengan jelas dari sela-sala tirainya. Jika tidak ada kaligrafi Allah dan Muhammad yang menempel di kolom kubahnya, mungkin kita tidak akan sadar jika Hagia Sophia adalah masjid. 

Naik ke lantai dua, kita akan melewati lorong dengan tangga batu yang masih sama kondisinya dengan Hagia Sophia 1.000 tahun lalu. 

Di pintu keluar, tepatnya di bagian atas, ada gambar Bunda Maria menggendong Yesus bersama Kaisar Konstantin dan Kaisar Justinius. “Mosaik ini sangat terkenal di Istanbul, sering dilukis kembali dan wisatawan menyukainya karena temanya unik,” kata Erdham.

Di dunia ini, di mana lagi bisa melihat Bunda Maria didatangi oleh Kaisar Romawi kalau bukan di Hagia Sophia. Batin saya dalam hati. 

Saya berkeliling Hagia Sophia kurang lebih selama satu jam. Sejujurnya, saya hampir tidak merasakan perbedaan signifikan datang ke Hagia Sophia di saat masih menjadi museum dan kini menjadi masjid. Satu-satunya perbedaan yang saya rasakan adalah sekarang kita bisa salat di dalam Hagia Sophia tanpa khawatir akan dideportasi. 

Hagia Sophia dari masa ke masa

Ada motif politik terkait perubahan Hagia Sophia dari museum menjadi masjid. Mengutip berita Kompas pada 30 May 2023 dengan judul “Mengapa Erdogan Selalu Menang Pemilu Turki?” Tertulis bahwa “Erdogan mengesahkan status Hagia Sophia dari museum menjadi masjid dalam upaya menarik simpati kaum konservatif. Manuver itu telah mengantarkan Erdogan kembali menjadi Presiden Turki 2023-2028.

Sejak dibangun kembali pada tahun 537, Hagia Sophia memang bukan bangunan biasa. Hagia Sophia adalah ikon Istanbul dan simbol politik. Fungsi Hagia Sophia silih berganti tergantung siapa yang berkuasa di Istanbul. 

Ornamen Bunda Maria di bagian atas masjid Hagia Sophia. (Tiara Uci/Mojok.co)

Dalam “Hagia Sophia: A History karya Richard Winston” tercatat pergantian fungsi Hagia Sophia dari masa ke masa. Tahun 537-1204, Hagia Sophia adalah Katedral Ortodoks Yunani. 

Di tahun 1204-1261 Hagia Sophia berubah menjadi Katedral Katolik Roma. Tahun 1261-1453 kembali menjadi Katedral Ortodoks Yunani. 

Kemudian pada tahun 1453 Mahmet II  atau yang lebih kita kenal dengan Al Fatih menaklukkan Konstantinopel (Istanbul) dan mengubah Hagia Sophia menjadi masjid. Dari tahun 1453 hingga 1934 atau saat Kesultanan Ottoman berkuasa di Istanbul, Hagia Sophia adalah masjid. 

Melestarikan peninggalan masa lalu

Fungsi Hagia Sophia kembali berubah seiring dengan kehancuran Khilafah Utsmaniyah yang berganti dengan sekulerisme Mustafa Kemal Ataturk. Dari tahun 1934 hingga 2020 (86 tahun) atau di saat Turki modern menjadi negara sekuler, Hagia Sophia menjadi museum dan menarik banyak wisatawan di seluruh dunia untuk datang berkunjung. 

Hal pertama yang dilakukan Mahmed II setelah menaklukan Konstantinopel adalah sujud di Hagia Sophia pada hari Jumat. Pada hari Jumat pula, tepatnya Jumat 24 Juli 2020, Recep Tayyip Erdogan meresmikan kembalinya Hagia Sophia menjadi masjid dengan melakukan salat Jumat bersama 1.000 orang. Praktis, sejak saat itu (2020) hingga hari ini, Hagia Sophia kembali menjadi masjid.

Meskipun fungsi Hagia Sophia terus berubah, satu hal yang pasti adalah di bawah kubah Hagia Sophia, ada dua agama besar yang pernah bernaung. Tugas kita bukanlah meributkan mana yang salah dan benar. Melainkan melestarikan peninggalan masa lalu agar bisa menjadi pelajaran untuk generasi masa depan.

Bunda Maria, Yesus, kaligrafi Allah dan Muhammad yang dibiarkan berada dalam satu ruangan tidak untuk saling menguasai dan menyakiti, tapi saling menghormati. Lakumdinukum waliyadin (bagimu agamamu, dan bagiku agamaku).

BACA JUGA Ziarah Makam Mustafa Kemal Ataturk, Misteri Jasad Ditolak Bumi dan Bau Busuk 

Cek berita dan artikel lainnya di Google News

Exit mobile version