Makam Sunan Botoputih dan Penarik Pusaka yang Berpura-pura

Bukan tempat mencari pusaka.

Sunan Botoputih

Pintu masuk area utama makam Sunan Botoputih. (Aly Reza/Mojok.co)

Beberapa orang mengaku pernah mendapatkan pusaka dari hasil bertapa di makam Sunan Botoputih. Namun, kepada Mojok.co, pihak juru kunci makam membantah dan meluruskan anggapan-anggapan yang kurang tepat mengenai makam tersebut.

***

Atas saran dari teman saya, Husni Mubarok (24), saya ziarah ke makam Sunan Botoputih pada pukul 16.30 WIB. Kata Husni, pada jam-jam menjelang magrib itulah biasanya juru kunci lebih mudah ditemui karena pasti berada di area makam.

Dibanding makam Sunan Ampel, makam Sunan Botoputih memang tidak terlalu populer. Meski keduanya masih berada dalam satu wilayah, hanya berseberangan jalan. Makam Sunan Ampel berlokasi di Jl. Masjid Ampel No. 53, sementara makam Sunan Botoputih terletak di Jl. Pegirian, kawasan Pesarean Agung Sentono Botoputih, Surabaya.

Secara ketokohan pun Sunan Botoputih tidak tercatat dalam berbagai literatur sejarah. Atau bisa dibilang beliau berada di luar narasi arus utama perihal Wali Songo, sekalipun beliau hidup sezaman dengan Sunan Ampel.

“Tapi bagi masyarakat Madura dan Botoputih, peran beliau dalam menyebarkan agama Islam di sini (Surabaya) itu ya sama seperti peran Sunan Ampel,” ujar Husni saat saya temui pada Jumat, (13/5/2022).

“Orang Madura kalau habis ziarah ke makam Sunan Ampel, nggak lengkap kalau nggak ziarah ke makam Sunan Botoputih. Seenggaknya itu yang aku lihat dari kerabat-kerabatku,” sambungnya.

Berdasarkan keterangan dari Husni, sejauh yang ia dengar dari cerita mulut ke mulut, mayoritas santri dari Sunan Botoputih adalah orang-orang Madura. Maka masuk akal jika hingga saat ini Sunan Botoputih mendapatkan tempat tersendiri di hati orang-orang Madura. Dan menjadi masuk akal mengapa kemudian orang-orang Madura banyak yang bermukim di kawasan Pegirian, Botoputih.

Sedikit berbeda dengan kawasan makam Sunan Ampel yang lebih didominasi oleh keturunan Arab dan Tionghoa. Mengingat Sunan Ampel sendiri yang berdarah Champa dan kawasan Ampel di masa lalu yang memang menjadi tempat mukim bagi saudagar-saudagar keturunan Arab.

Aula tempat bermalam para peziarah dan pelaku spiritual di makam Sunan Botoputih. (Aly Reza/Mojok.co)

“Bisa dibilang anak-anakannya Sunan Botoputih itu orang-orang Madura. Makanya yang banyak ziarah di sana itu ya orang-orang Madura,” jelas Husni yang juga merupakan pemuda asli pulau seberang tersebut.

Tempat tawasul untuk melancarkan urusan

Masih menurut Husni, makam Sunan Botoputih dengar-dengar juga menjadi tempat tawasul. Umumnya dengan niat agar dimudahkan dalam segala urusan. Misalnya, agar rezeki lancar dan sejenisnya. Bahkan ada pula para pelaku spiritual yang bertapa di makam Sunan Botoputih untuk menarik pusaka atau khodam-khodam penghuni area makam.

“Jadi kalau ke makam Sunan Ampel itu ziarah biasa, kalau ke makam Sunan Botoputih kebanyakan buat tawasulan agar hajatnya terkabul,” ujar Husni.

Untuk mencapai makam Sunan Botoputih, ada tiga pintu masuk yang harus dilewati. Antara lain, gerbang utama, pintu masuk kedua di dekat kantor pengurus makam, baru kemudian masuk ke area utama makam Sunan Botoputih, atau yang bernama lain Kyai Ageng Brondong, atau yang bernama asli Pangeran Lanang Dangiran.

Sambil menunggu Ustaz Hanafi (71), sesepuh di Pesarean  Agung Sentono Botoputih, saya sempat berbincang dengan salah seorang peziarah yang baru keluar dari makam.

Arifin (43), pria asal Bangkalan, Madura. Ia bersama istri dan dua anaknya memang sengaja ziarah ke makam Sunan Botoputih, tujuan kedua setelah ia dari makam Sunan Ampel.  Kepada saya ia mengaku kalau ia ziarah untuk tawasul kepada Sunan Botoputih agar masalah pelik yang tengah ia dan keluarganya hadapi bisa lekas memperoleh jalan keluar.

“Kalau ditanya soal siapa Sunan Botoputih saya tidak tahu banyak. Saya hanya tahu kalau beliau dulu adalah wali yang dakwah di sini. Dikenal sakti dan saleh. Adapun kenapa saya tawasul di sini, itu atas saran teman-teman dan kerabat. Banyak yang mengaku urusannya jadi lancar setelah tawasul di sini. Begitu, Mas,” akunya saat saya tanya apa yang ia ketahui ihwal Sunan Botoputih.

Tak lama berselang, saya akhirnya bertemu dengan Ustaz Khanafi. Pria sepuh yang akrab dipanggil Abah itu mengajak saya ke salah satu sudut makam yang agak jauh dari keramaian. Katanya, di sudut itulah ia sering menghabiskan waktu duduk-duduk sendiri. Khususnya di jam-jam sebelum magrib atau setelah isya.

Gerbang utama Pesarean Agung Sentono Botoputih. (Aly Reza/Mojok.co_

“Dibilang sendiri ya nggak sendiri juga. Saya sering ditemani dengan khodam-khodam yang ada di sini,” katanya dengan santai. Sementara saya mencoba mencari posisi duduk yang enak untuk merekam suara Ustaz Hanafi.

Pertapa sakti dari Blambangan

“Sunan Botoputih itu masih putra dari Raja Blambangan, Pangeran Kedawung. Sedari remaja beliau memang sudah dikenal sakti. Beliau itu suka bertapa dan adu kesaktian dengan orang-orang sakti yang beliau temui. Sampai akhirnya, pertemuannya dengan Sunan Ampel mengubah total arah hidupnya,” tutur Ustaz Hanafi memulai ceritanya.

Sebelum mulai bercerita, Ustaz Hanafi menekankan bahwa cerita yang ia tuturkan adalah cerita yang ia terima turun-temurun dari sesepuh-sesepuh di Pegirian, Botoputih. Jadi suka tidak suka memang cenderung ke arah legenda, alih-alih terlampir sebagai sebuah catatan sejarah yang kronologis.

Ustaz Hanafi melanjutkan, ketika mendengar kabar Sunan Ampel mendirikan Pesantren Ampel Denta dan memiliki banyak santri, Sunan Botoputih atau yang bernama asli Pangeran Lanang Dangiran merasa penasaran. Beliau tertarik untuk beradu kesaktian dengan Sunan Ampel.

“Dalam benak Sunan Botoputih, memang sesakti apa to Sunan Ampel ini sampai punya banyak pengikut? Makanya beliau mau nantang Sunan Ampel,” terang Ustaz Hanafi.

Singkat cerita, Pangeran Lanang Dangiran akhirnya tiba juga di Ampel Denta setelah berhari-hari mengarungi laut dari Blambangan (sekarang Banyuwangi). Konon, saking saktinya Pangeran Lanang Dangiran, dalam perjalanan ke Ampel Denta itu beliau menunggangi seekor ikan.

Namun, di hadapan Sunan Ampel, kesaktian Pengeran Lanang Dangiran tak berguna sama sekali. Kesaktiannya dengan mudah dilucuti oleh Sunan Ampel. Peristiwa yang membuatnya merasa malu luar biasa.

“Pangeran Lanang Dangiran mulanya bertanya kepada para santri Sunan Ampel, ilmu macam apa yang digunakan Sunan Ampel hingga bisa melumpuhkannya dengan begitu mudah? Dijawab lah oleh para santri, kuncinya cuma satu, yaitu tauhid, mengesakan Allah. Tapi Pengeran Lanang Dangiran masih ndak terima, bahkan masih ingin mengalahkan Sunan Ampel. Dari situ beliau pergi lagi untuk bertapa, mencari kesaktian lagi,” beber Ustaz Hanafi.

Gerbang kedua menuju makam Sunan Botoputih. (Aly Reza/Mojok.co)

Sejak dikalahkan oleh Sunan Ampel itu, Pengeran Lanang Dangiran sempat bertapa berpindah-pindah tempat.

Beliau sempat bertapa cukup lama di sebuah sungai di pesisir Pantai Brondong, Lamongan. Dari sanalah  beliau mendapat julukan Kyai Ageng Brondong. Lalu pada pertapaannya yang terakhir, beliau bertapa dengan menunggangi wuwu (alat penangkap ikan tradisional), melarungkan diri ke laut.

Dari Brondong beliau terseret dan terdampar di Ujung Pangkah, Gresik. Di sana ia ditemukan oleh Kyai Kendhil Wesi yang tidak lain ternyata adalah murid Sunan Ampel.

Kyai Kendhil Wesi mengaku mendapat tugas dari Sunan Ampel untuk mencari keberadaan Pangeran Lanang Dangiran. Beliau membawa pesan khusus dari Sunan Ampel berupa tawaran agar Pangeran Lanang Dangiran sudi menjadi muridnya. Tentu dengan iming-iming akan mendapat kesaktian seperti yang Sunan Ampel miliki.

Pangeran Lanang Dangiran pun menerima tawaran tersebut. Namun, alih-alih meningkatkan kesaktiannya, setelah berguru kepada Sunan Ampel, beliau justru lebih tertarik untuk memperdalam ajaran Islam yang diajarkan oleh Sunan Ampel.

“Nah, setelah dirasa ilmu agamanya cukup mumpuni, Pangeran Lanang Dangiran pun diperintahkan Sunan Ampel untuk menyebarkan Islam di wilayah Pegirian. Dulu antara Ampel Denta dengan daerah sini kan dibelah sungai besar. Jadi kasihan kalau santri-santri di sini mau ngaji ke Sunan Ampel harus nyeberang sungai dulu. Alhasil Pangeran Lanang Dangiran lah yang diminta Sunan Ampel untuk menetap di Pegirian sini,” papar Ustaz Hanafi disusul gema azan Magrib dari berbagai penjuru Surabaya bagian utara.

“Seiring berjalannya waktu, oleh santri-santrinya dan masyarakat sini, beliau kemudian diberi gelar Sunan Botoputih. Itu karena dulu awal-awal membuka pesantren di sini, bangunan awalnya pakai batu bata warna putih atau boto putih,” imbuhnya. Ustaz Hanafi juga membenarkan kalau kebanyakan santri Sunan Botoputih berasal dari Madura.

Pusaka dan khodam di makam Sunan Botoputih

Selain jadi tempat tawasul, hingga saat ini, makam Sunan Botoputih juga sering dijadikan tempat bertapa untuk mencari pusaka. Beberapa orang ada yang mengaku pernah mendapat pusaka, batu akik, dan sejenisnya setelah bertapa di makam tersebut. Memang sekeramat itukah makam Sunan Botoputih?

Dengan tegas Ustaz Hanafi membantah narasi-narasi yang sudah terlanjut menyebar di tengah masyarakat itu.

Makam Sunan Botoputih. (Aly Reza/Mojok.co)

Ustaz Hanafi berasumsi, banyaknya orang bertapa di makam Sunan Botoputih lantaran tersugesti dengan kisah kesaktian Sunan Botoputih. Maka jika bertapa di makamnya, besar kemungkinan akan mendapatkan kesaktian atau pusaka yang bisa menunjang ilmu kanuragan si pertapa.

“Ini yang banyak orang salah paham. Padahal kan dari cerita asal-usul Sunan Botoputih sudah jelas, Sunan Botoputih setelah nyantri kepada Sunan Ampel itu langsung menanggalkan ilmu-ilmunya, kesaktiannya dilepaskan. Beliau fokus berdakwah, fokus mengajarkan tauhid,” ucapnya dengan logat Madura yang sangat kental.

Ustaz Hanafi lantas meluruskan, ada memang beberapa orang yang sering bertapa di makam Sunan Botoputih. Namun, karena tidak membuahkan hasil, orang tersebut lantas membuat tipuan. Ia sengaja menanam pusaka di salah satu sudut makam.

Lalu, ia mengajak beberapa kawannya untuk ikut bertapa bersamanya. Dalam proses bertapa itu, seolah-olah ia mendapat pusaka dari hasil bertapa di makam Sunan Botoputih. Padahal jauh-jauh hari ia dengan sengaja sudah menanam pusaka di area tersebut. Trik ini, menurut Ustaz Hanafi, berhasil menipu banyak orang. Alhasil sampai saat ini pun masih banyak yang bertapa untuk mencari pusaka di makam Sunan Botoputih.

“Jadi itu cuma akal-akalan saja. Tapi saya ndak mau negur, Mas, biarkan saja. Itu urusan mereka, Kecuali kalau ada yang tanya ke saya langsung seperti sampeyan ini, pasti saya kasih tahu,” ungkapnya.

“Kalau nyari pusaka saja ndak dapat, apalagi narik khodam. Kalau ditanya ada atau ndak, di sini ada empat khodam. Dan mereka cuma mau berkomunikasi dengan saya. Karena saya yang dituakan di sini. Kepada selain saya mereka ndak mau. Jadi ya mana mungkin orang-orang itu (yang bertapa) bisa narik khodam dari sini. Ya ndak bisa lah,” tandasnya mangakhiri obrolan kami petang itu.

Reporter: Muchammad Aly Reza

Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA Bank Sampah yang Memberikan Kesempatan Kedua pada Sampah dan liputan menarik lainnya di Susul.

 

Exit mobile version