Masjid Syuhada Yogyakarta punya cara tersendiri untuk mengobati rasa kangen jemaah pada makanan daerah asalnya. Mereka menyediakan 29 menu makanan khas untuk buka puasa dari berbagai daerah di Indonesia.
***
Keliling dari masjid ke masjid untuk mencari menu berbuka puasa gratis sudah jadi rencana saya tahun ini. Bukan karena hanya ingin dapat makanan gratis, tapi suasana berbuka bersama di masjid itu punya sensasi tersendiri.
Salah satu masjid yang menarik perhatian saja adalah Masjid Syuhada yang berada di Jalan I Dewa Nyoman Oka, Kotabaru. Masjid ini mengumumkan program buka bersama gratis dengan menu-menu khas Nusantara. Ada 29 hari acara buka puasa bersama. Artinya ada 29 menu dari berbagai daerah di Indonesia.
Panitia Ramadan Masjid Syuhada seolah ingin mengajak jemaah keliling Nusantara tanpa merogoh kocek sepeser pun.
Dimulai dengan kultum di Masjid Syuhada
Saya datang pertama kali pada Minggu 26 Maret 2023. Sekitar pukul empat, jemaah mulai memasuki area Masjid Syuhada. Setengah jam kemudian, lewat pengeras suara masjid, panitia akan mengajak jemaah yang sudah berada di area masjid agar memasuki ruang utama masjid.
Sebelum berbuka puasa bersama, Panitia Ramadhan Masjid Syuhada mengadakan kuliah tujuh menit (kultum). Sore itu pengisinya, Dosen UIN Sunan Kalijaga, Inayah Rohmaniyah. Ia menyampaikan bahwa Islam merupakan agama yang sangat menghormati perbedaan.
Baik perempuan maupun laki-laki, mereka mempunyai nilai yang setara di mata Tuhan. Karena itu, mereka juga punya potensi yang sama untuk meraih prestasi dalam bidang apa saja. Persoalannya, akses perempuan kerap kali dibatasi oleh norma-norma masyarakat yang masih memandang laki-laki sebagai masyarakat kelas satu.
Sementara para jemaah mendengarkan kultum di dalam masjid, suasana di serambi masjid lantai dua juga tak kalah ramai. Panitia Ramadan Masjid Syuhada tampak mondar-mandir menyiapkan menu berbuka puasa.
Hari itu menu berbuka puasanya berupa empal gentong, menu khas dari Cirebon. Panitia baik laki-laki dan perempuan bekerja sama menata piring, teh kotak, dan tempat nasi di seluruh serambi. Ada yang mendorong gerobak nasi, ada yang menata dan merapikan hidangan, ada yang memastikan semuanya aman.
Dari semua yang tampak sibuk, terlihat satu perempuan mondar-mandir sambil berbicara dengan seseorang di seberang telepon. Ia mengalungkan co-card panitia berwarna hijau. Namanya Anggriana Widya Jayanti. Dia adalah panitia koordinator bidang takjil dan sahur Masjid Syuhada.
Alasan Masjid Syuhada hidangkan menu Nusantara
Saya baru bisa melakukan wawancara di esok harinya. Anggriana bercerita bahwa ia dan panitia yang lain, tak ingin Ramadan di Masjid Syuhada tahun ini berjalan “biasa saja”. Mereka ingin membuat sesuatu yang unik dan baru.
Ide itu kemudian mewujud dengan penyediaan buka puasa gratis berupa menu makanan khas daerah yang diambil dari wilayah Sabang sampai Merauke.
Ide menyediakan menu Nusantara, kata mahasiswi semester 4 Stikes Guna Bangsa ini, sebenarnya sudah dirancang sejak tahun lalu. Namun, karena alasan pandemi, mereka baru bisa merealisasikannya tahun ini.
Dengan menyediakan menu makanan khas dari 29 daerah yang berbeda selama Ramadan, panitia ingin mengajak jemaah mencicipi makanan khas daerah di berbagai wilayah di Indonesia yang sangat beragam.
Di beberapa sudut dinding Masjid, tertempel lembaran kertas putih dengan tulisan “Berbuka Puasa Serasa Keliling Indonesia”.
Kegiatan buka puasa gratis di Masjid Syuhada ini merupakan tradisi tahunan. Hanya saja, tahun-tahun sebelumnya mereka masih menggunakan nasi box biasa.
Jemaah membeludak, sediakan 500-800 porsi sehari
Poster jadwal menu buka puasa Masjid Syuhada diunggah di akun media sosial mereka. Postingan itu mengundang beragam respon netizen.
View this post on Instagram
Poster menu buka puasa di Masjid Syuhada. (Instagram @masjidsyuhada)
Pada hari pertama, mereka menyediakan 500 porsi sate madura. Namun, tak disangka, jemaah yang hadir di Masjid Syuhada membeludak. Banyak jemaah tak kebagian menu buka puasa.
Pada hari-hari selanjutnya, panitia menambahkan menu yang disediakan. “Paling sedikit 500 sampai 800 porsi. Jumlah itu tergantung evaluasi panitia soal jumlah jemaah yang datang hari sebelumnya,” ucap Anggriana.
Anggriana mengatakan bahwa jumlah jemaah yang datang sangat jauh dari perkiraan panitia. “Sekarang tiap hari menunya kurang, karena jemaahnya selalu membeludak. Jadi ini sangat di luar perkiraan, soalnya dulu sebelum ada menu nusantara, kami hanya sediakan 250-300 porsi. Sekarang bener-bener lebih dari 800 orang,” ucapnya.
Bagi jemaah yang tak kebagian menu nusantara, panitia menyediakan air putih, teh, dan kurma untuk membatalkan puasa.
Setiap harinya, dana yang dihabiskan untuk menyediakan sajian buka puasa tak kurang dari Rp10 juta. Dana itu berasal dari donasi, yang kata Anggriana, jumlahnya masih jauh dari target untuk memenuhi kebutuhan buka puasa selama 30 hari.
Jadi jujugan mahasiswa rantau
Jemaah yang datang ke Masjid Syuhada, kata Anggriana, berasal dari berbagai kalangan, mulai dari masyarakat sekitar masjid, warga sekitar Kali Code, hingga mahasiswa. Namun, yang paling banyak datang berasal dari kalangan mahasiswa.
Tak heran, di Jogja, jumlah mahasiswa rantau sangatlah banyak. Anggriana mengira dengan menyediakan makanan khas daerah ini, bisa jadi ajang tombo kangen bagi mereka yang merantau.
“Mungkin ini, para mahasiswa juga mau mencicipi makanan dari daerah asal mereka,” pendeknya.
Selain itu, Menu Nusantara Masjid Syuhada juga bisa jadi ajang jemaah untuk mencicipi makanan khas dari berbagai macam daerah yang ada di Indonesia.
Seusai berbuka puasa, saya ngobrol dengan Rifal dan Faisal, dua jemaah yang ikut buka puasa di Masjid Syuhada. Keduanya adalah mahasiswa rantau asal Lampung dan Kalimantan.
Mahasiswa semester 8 di Universitas Janabadra ini mengaku baru pertama kali menjalani bulan Ramadan di Yogyakarta. Sebelumnya karena pandemi, ia lebih banyak berada di kampung halamannya.
Sejak hari pertama, mereka berkeliling dari masjid ke masjid untuk berburu takjil dan buka puasa gratis. “Ke Masjid Syuhada ini sebenernya nggak sengaja. Kami random aja karena pengen keliling nyobain ke setiap masjid. Awalnya cari di google maps, liat-liat foto Masjid Syuhada kayaknya bagus. Ternyata ramai banget,” ucap Faisal.
Setelah mengetahui bahwa Masjid Syuhada menyediakan menu nusantara, mereka merasa senang dan puas dengan sajian empal gentong.
Menggandeng penjual di sekitar Masjid Syuhada
Masjid Syuhada menyediakan sajian buka puasa selain dari katering masjid juga dengan memesan dari UMKM di sekitar masjid. Anggriana mengatakan bahwa hal ini bertujuan memberdayakan UMKM dan penjual yang berada tak jauh dari masjid.
Hari pertama, panitia mendatangkan penjual sate madura gerobak ke masjid. Ganti hari, saat menunya soto kudus, mereka juga menggandeng Soto Kudus Pak Dewo yang jaraknya tak sampai 2 km dari Masjid Syuhada.
Saat jadwal menu rawon, panitia kembali memesan dari Soto Kudus Pak Dewo. Nur Yati (54), pemilik warung itu, merasa senang terlibat menyiapkan menu buka puasa bersama. Upaya menggandeng penjual di sekitar masjid ini turut membantu perekonomian mereka. Soto Kudus Pak Dewo mendapat pesanan berupa empat jenis masakan untuk buka puasa tahun ini, yakni soto kudus, rawon khas Surabaya, gulai ayam khas Riau, dan brongkos khas Demak.
“Alhamdulillah seneng, makannya [untuk buka puasa gratis] harganya kita kurangin sama porsinya kita buat lebih banyak juga,” katanya, di sela-sela mengaduk kuah rawon yang warnanya hitam kental dan mengepulkan aroma sedap di serambi Masjid Syuhada.
Reporter: M Hasbi Kamil
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Cerita di Balik 3.000 Porsi Takjil Masjid Jogokariyan: “Masak yang Masuk Surga yang Kaya-kaya Doang” dan tulisan menarik lainnya di kanal Liputan.