Resepsi Hari Lahir Satu Abad Nahdlatul Ulama (Harlah NU) menjadi momen yang tak ingin dilewatkan oleh nahdliyin. Ada “Spiderman” yang jalan kaki puluhan kilometer untuk sampai lokasi, hingga mereka yang dipecat karena nekat datang untuk turut mengibarkan bendera NU di Stadion Gelora Delta Sidoarjo, Jawa Timur.
Mojok.co mencatat cerita-cerita para jemaah yang hadir dengan penuh cinta dan pengorbanan untuk organisasi yang berdiri sejak 31 Januari 1926 M/16 Rajab 1344 H ini.
***
Dengan mata berkaca-kaca, Harun (44) menatap takjub panggung megah venue Resepsi Harlah Satu Abad NU di dalam Stadion Gelora Sidoarjo. Pria asal Ponorogo, Jawa Timur itu mengaku sangat emosional jelang kepulangannya ke kota asal setelah menginap di Sidoarjo sejak Senin (6/02/2023) sebelumnya.
Harun dan rombongan jemaah dari desanya memang meniatkan pulang lebih awal. Karena mereka hanya mengincar acara yang terjadwal pada pukul 00.00 WIB-10.30 WIB. Acara yang berisi pembacaan Al-Qur’an, manakib, selawat, dan salat malam pada dini hari hingga momen kehadiran Presiden Jokowi serta para tokoh nasional di pagi harinya.
Semoga NU tak disusupi oknum pemecah belah umat
Sementara malam itu, Selasa, (7/02/2023) hanya tinggal panggung hiburan rakyat. “Siang tadi istirahat di tenda-tenda yang disediakan, terus bakda magrib ini sudah mau pulang,” ujarnya saat berbincang dengan saya beberapa saat sebelum azan magrib berkumandang.
Harun mengaku bersyukur luar biasa karena lahir dan tumbuh di lingkungan yang begitu kental dengan nuansa ke-NU-an. Baginya, berkat peran para kiai NU—baik yang terdahulu maupun sekarang—ia bisa mengenal wajah Islam yang teduh dan gampang senyum. Bukan wajah Islam yang mudah marah dan ringan dalam mengkafirkan.
“Dalam penilaian saya sebagai orang awam, dakwah NU itu sudah mendekati dakwah Kanjeng Nabi, halus, ora terus nyalah-nyalahke sing bedo,” tuturnya.
Dalam hati kecilnya, pria yang sehari-hari bekerja sebagai pedagang itu menyelipkan doa agar NU senantiasa berada dalam lindungan Allah Swt agar tak disusupi oknum-oknum pemecah belah umat. Itulah yang membuat Harun sampai berkaca-kaca. Melihat ribuah jemaah memadati Stadion Glora Delta Sidoarjo, ia merasa terharu sekaligus berharap agar warga NU selamanya tetap bersatu.
Spider-Man yang berjalan kaki dari Pasuruan
Meski gerimis mulai turun, tapi jemaah terus berdatangan memasuki venue utama Resepsi Puncak Harlah Satu Abad NU.
Di antara mereka yang berbondong-bondong memenuhi lapangan, ada satu sosok yang menarik hati saya untuk mendekatinyaa. Berbeda dengan jemaah lain yang rata-rata berpakain rapi, sosok itu justru mengenakan kostum Spider-Man dengan bendera NU kecil yang menggelayut di lehernya.
Sosok di balik kostum Spider-Man-NU itu bernama Winarso yang ternyata adalah pria berusia 60 tahun. Dengan penuh semangat, Winarso bercerita kalau ia berangkat dari Pasuruan ke Sidoarjo dengan jalan kaki.
“Berangkat subuh, terus sampai sini sore entah jam berapa tadi. Agak lama karena di jalan banyak yang minta foto e, Mas,” katanya.
“Masiyo tuwek tapi tenagane isek kuat iki (walaupun tua tapi tenaganya masih kuat),” ucapnya menggebu-gebu ketika ditanya kok nggak capek menempuh perjalanan 50 km dengan jalan kaki, lebih-lebih di usianya yang sudah tak lagi muda.
Alasannya memilih jalan kaki adalah sebagai bentuk rasa takzim kepada NU. Menurutnya, perjalanannya dari Pasuruan ke Sidoarjo tak ada apa-apanya dibanding perjalanan 100 tahun NU membersamai umat dengan segala halang rintang dan gejolak yang menyertai. Kurang lebih demikian maksud Winarso yang coba saya bahasakan dengan bahasa saya sendiri.
Sementara alasan kenapa ia mengenakan kostum Spider-Man adalah untuk menghibur anak-anak yang ia temui, khususnya di area Stadion Gelora Delta Sidoarjo.
“(Anak-anak) biar semangat, biar ada hiburan juga kalau lagi rewel. Hajatan (Resepsi Puncak Harlah 1 Abad NU) ini pokoknya harus senang,” terangnya.
Yang membuat Winarso tak habis pikir dan sampai menahan tawa adalah, tidak sedikit orang menganggap dirinya sebagai seorang pelaku spiritual yang masuk kategori majdzub (berkelakuan nyeleneh). Sampai ada yang menyalami dan mengecup punggung tangannya dengan penuh ketakziman. Padahal, kata Winarso, ia hanyalah orang tua sekaligus nahdliyin yang ingin ikut bergembira menyemarakkan Harlah Satu Abad NU.
“Tapi ya memang begitu orang NU. Suka yang keramat-keramat,” kelakarnya.
Rela dipecat demi hadir di Sidoarjo
Winarso nyatanya menjadi magnet tersendiri di tengah lautan orang-orang yang berbusana ala santri. Karena ia makin sibuk meladeni jemaah-jemaah yang minta foto, saya pun melipir ke sudut lain. Saya bertemu dengan Bayu Sukmarja (30), asal Pekalongan, Jawa Tengah.
Berangkat seorang diri, Bayu mengeluarkan ongkos lebih dari Rp400 ribu untuk naik bus pergi-pulang Pekalongan-Sidoarjo. Itu ia lakukan demi menghadiri langsung resepsi puncak Harlah Satu Abad NU.
Ia bahkan terancam kena pecat dari pekerjaannya sebagai karyawan di salah satu tempat laundry di daerahnya. Tapi ia tak peduli, ia lebih memilih kehilangan pekerjaan daripada kehilangan momen besar bagi nahdliyin ini, khususnya bagi dirinya secara pribadi.
“Sudah izin baik-baik, tapi malah diminta sekalian berhenti. Ya sudah nggak masalah,” ungkapnya.
“Saya memang nggak pernah nyantri, tapi saya yakin betul barokah itu ada. Barokah doa dari para kiai di sini semoga juga jadi perantara jalan rezeki saya selanjutnya,” sambungnya.
Bayu sendiri tiba di Sidoarjo sejak Senin, (6/02/2023) sore. Ia menginap di tenda-tenda yang disediakan panitia. Untuk makan-minum pun ia dapat dari pembagian nasi kotak gratis. Sementara untuk keperluan mandi ia memanfaatkan fasilitas yang tersedia di dalam dan luar stadion.
Penuturan Bayu selanjutnya membuat hati saya bergetar. Risiko kehilangan pekerjaan nekat ia terabas karena alasan yang sangat menyentuh. Menghadiri Resepsi Puncak Harlah Satu Abad NU adalah wujud terima kasihnya pada NU. Baginya, berkat NU lah tradisi Islam klasik di desa-desa masih terjaga dan lestari.
“Maksudnya juga gini, Mas, 100 tahun berikutnya kan belum tentu saya masih hidup. Jadi saya nggak mau melewatkan 100 tahunnya NU yang sekarang,” jelasnya.
Hujan bukan halangan
Di luar stadion, tepatnya di area stand UMKM, tampak puluhan jemaah berjejer menghadap layar besar yang menampilkan suasana di dalam venue utama. Beberapa mengenakan mantel, beberapa yang lain memegangi payung.
Hujan sudah tak terbendung sejak Cak Lontong dan Akbar menyapa para jemaah, bahkan kian deras hingga membuat acara sempat ditunda sementara.
Banyak jemaah yang memutuskan meninggalkan area Stadion Gelora Delta Sidoarjo, beranjak pulang. Namun, tak kalah banyak juga para jemaah yang tetap teguh di bawah guyuran hujan deras. Mereka tak peduli meski harus basah kuyup dan menggigil kedinginan.
Nurul Fuadah (25) adalah satu dari sekian banyak jemaah yang tak goyah meski hujan turun deras. Wanita asal Madura itu malah menyambut hujan tanpa keluh kesah sedikitpun.
“Hujan berkah ini, Mas, berkahnya para pendiri NU,” ucapnya.
Saya memang balik duluan ketika acara masih ditunda sementara. Namun, berdasarkan pantauan di kanal YouTube TVNU, ribuan jemaah masih teguh mengikuti acara hingga tuntas sekitar jam setengah dua belas malam. Saat Slank tampil, mereka tampak ikut berdendang bersama, begitu asyik, begitu syahdu.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Suara Kader Muda NU untuk 100 Tahun NU yang Gini-gini Aja dan tulisan menarik lainnya di rubrik Liputan.