Kepergian Emira Tatiana, bayi berusia 7 bulan anak pasangan Yusuf Maulana dan Yuni Wahyu Anggraeni karena gagal ginjal masih menjadi pertanyaan besar bagi keluarga maupun tim dokter yang menanganinya. Semua berawal dari batuk, pilek, dan demam yang menyerang keluarga tersebut secara bergantian.
***
Tidak pernah terpikirkan oleh Yusuf Maulana akan kehilangan Emira Tatiana, puteri bungsunya dengan begitu cepat. Hanya dalam waktu lima hari, Tatiana, panggilan sayang Yusuf dan sang istri, pergi untuk selamanya karena mengalami gagal ginjal akut yang tak diketahui penyebabnya.
Tatiana, bayi perempuan berusia tujuh bulan itu adalah satu dari tiga anak di Yogyakarta yang meninggal dunia akibat gagal ginjal akut progresif atipikal pada 25 September 2022 lalu. Satu anak lagi asal Piyungan berusia 11 bulan dan anak usia 10 tahun dari Sleman juga dipanggil Tuhan setelah didiagnosa mengalami gagal ginjal akut di RSUP Dr Sardjito.
Batuk, pilek, dan demam sekeluarga secara bergantian
Saat ditemui Mojok.co di tempatnya bekerja di kawasan Embung Potorono, Bantul pada Kamis (20/10/2022), laki-laki 44 tahun itu menceritakan bagaimana gagal ginjal akut merenggut nyawa puteri kelimanya itu hanya dalam hitungan hari. Yusuf dengan sesekali menghela nafas mengungkapkan semuanya berawal saat seisi rumahnya terpapar batuk pilek pada 17 September 2022 lalu.
Padahal beberapa hari sebelumnya Tatiana sehat dan tak ada gejala sakit apapun. Dia masih ceria saat diajak ibunya, Yuni Wahyu Anggraeni, berkegiatan di sekitar rumahnya.
Asupan ASI juga baik tanpa tambahan susu formula (sufor), makanan pendamping ASI (MPASI) yang baru saja didapatnya pun bagus. Istrinyalah yang membuat MPASI sendiri dengan tambahan biskuit merk umum yang lolos BPOM.
“Waktu itu satu rumah terkena batuk pilek dan demam secara bergantian. Yang terakhir terkena saya dan adik [Tatiana]. Namun, kami tidak memberikan obat apa pun pada adik, termasuk paracetamol [sirup] yang saat ini tengah diributkan [diduga jadi penyebab gagal ginjal],” paparnya.
Saat mengetahui Tatiana demam dan mengalami kejang beberapa kali, warga Argomulyo, Sedayu, Bantul tersebut membawanya ke klinik terdekat pada 18 September 2022. Bayi tersebut mengalami demam dan intensitas kencingnya berkurang.
Refleknya terhadap gerakan mulai melambat saat digendong meski belum terlalu kentara. Asupan ASI sangat sedikit meski MPASI masih tetap bagus.
Di klinik tersebut, Tatiana baru didiagnosa dehidrasi karena tidak mau minum ASI. Sempat diberi susu formula karena tak mau minum ASI, bayi tersebut mengalami menceret untuk pertama kalinya.
Satu hari setelahnya, 19 September 2022, kondisi kesehatan Tatiana semakin memburuk. Karenanya bayi tersebut dirujuk ke Rumah Sakit PKU Gamping karena fungsi organnya semakin berkurang.
Karena tak kunjung membaik, Tatiana kembali dirujuk ke RS PKU Kota Yogyakarta sembari menunggu kamar di RSUP Dr Sardjito pada 20 September 2022. Dipilihnya rumah sakit tersebut karena dokter anak dari Sardjito juga melayani di PKU Kota Yogyakarta.
“Anak saya di inkubator di PKU Kota Jogja, alasannya dokternya supervisi sama dengan Sardjito karena antrean panjang ada di Sardjito,” jelasnya.
Namun, karena kondisinya memburuk, pada hari yang sama Tatiana dirujuk ke Sardjito. Dalam pemeriksaan di bagian PICU rumah sakit tersebut diketahui paru-paru bayi Tatiana mengalami gangguan. Disusul organ lain seperti liver dan ginjal hanya dalam hitungan jam.
Yusuf mengungkapkan keheranannya dengan penyakit yang dialami putrinya tersebut. Apalagi banyak dokter dari berbagai poli seperti penyakit dalam, syaraf, dan anak selalu bergantian melakukan panel bersamanya.
“Awalnya saya kira ada apa ini kok dokter yang berbeda terus-terus bertanya kepada kami dalam panel, tapi ternyata dari banyak disiplin ilmu untuk mendapatkan data. Mereka sangat kooperatif dalam memberikan informasi kepada kami,” ungkapnya.
Panel yang dilakukan juga dilakukan dokter pada beberapa pasien anak yang berada di bangsal yang cukup penuh itu. Dari obrolan bersama orang tua anak lain, termasuk pasien asal Piyungan, gejala sakit yang dialami mereka mirip. Hanya saja pasien anak 11 bulan asal Piyungan diserang syarafnya terlebih dulu baru organ tubuh lainnya.
“Dokter pun mengatakan ini [penyakit misterius], secara umum sangat cepat menyerang, jam demi jam penurunan kesehatannya drastis banget,” ungkapnya.
Selama di Sardjito, Tatiana dirawat dengan beragam alat bantu, tapi tetap tidak sadarkan diri. Bahkan sudah diberikan intravenous immune globulin (IVIG) 2 mg yang langka sebagai terapi untuk menambah antibodi dan mencegah infeksi.
Saat dokter menyatakan tak bisa berbuat banyak karena kondisi Tatiana semakin memburuk, Yusuf dan seluruh keluarga pun berpasrah diri. Akhirnya pada Minggu 25 September 2022 dini hari, Tatiana dinyatakan meninggal dunia dengan diagnosa gagal ginjal akut atau acute kidney injury (AKI).
Sedangkan pasien dari Piyungan diketahui Yusuf meninggal satu hari sebelumnya pada Sabtu 24 September 2022. Ayah dari pasien tersebut dilihat Yusuf tengah menenangkan istrinya yang menangis.
“Ayahnya itu sempat pamit pada saya, saya kira mau mengantar anaknya yang lain, ternyata karena anaknya sudah meninggal dunia,” jelasnya.
Keluarga tak miliki riwayat gagal ginjal
Saat pemeriksaan di RS Sardjito, Yusuf dan anggota keluarga lainnya pun sempat di-tracing Covid-19 untuk melihat berbagai indikasi penyebab sakitnya Tatiana. Namun, seluruh keluarga dinyatakan sehat dan negatif Covid-19.
Riwayat kesehatan mereka pun ikut di-tracing. Namun, diketahui tidak ada yang mengalami gagal ginjal. Hanya ayah Yusuf yang mengalami gangguan paru-paru karena rokok.
Yuni sang istri juga sempat ditanyain dalam panel saat dia sempat mengonsumsi paracetamol tablet saat mengalami flu. Namun, kejadian tersebut jauh sebelum Tatiana dinyatakan sakit.
“Jadi bukan paracetamol sirup, istri saya minum pun berdasarkan rekomendasi dari dokter, bukan asal beli di apotek,” ujarnya.
Tatiana pun saat lahir juga dalam kondisi normal pada 23 Februari 2022. Vaksinasi untuk bayi pun sudah didapatnya empat kali sesuai standar kesehatan. Selama tujuh bulan pemberian ASI juga bagus.
MPASI pun juga alami diberikan kepada bayi tersebut. Sang ibu pun tidak asal mengkonsumsi makanan dalam kesehariannya. Bidan yang menangani kelahiran dan pertumbuhannya pun menyampaikan kondisi kesehatan ibu dan bayi sangat baik.
Karena itu kejadian Tatiana terdiagnosa gagal ginjal akut sangat mengagetkan semuanya. Kehilangan yang sangat cepat membuat mereka sempat bertanya-tanya sampai akhirnya pemerintah mengumumkan 206 kasus ginjal akut dengan 99 anak diantaranya meninggal dunia.
“Sebelum ada pemberitaan sekarang ini, saya sudah curiga dengan penyakit aneh ini karena sangat cepat menyerang, tiap jam bisa berubah kondisinya,” ungkapnya.
Namun, dengan munculnya klaster anak-anak dibawah 1 tahun yang meninggal akibat gagal ginjal akut ini, Yusuf berharap ada penelitian yang serius. Kasus-kasus yang muncul selama ini bisa jadi bahan penelitian lebih lanjut.
“Sudah cukup anak saya dan beberapa anak lain yang terkena penyakit aneh ini, semoga kedepan bisa segera diketahui penyebab dan penanganannya,” ungkapnya.
Pemda DIY ikuti kebijakan larangan obat sirup
Kasus gagal ginjal akut yang dialami ratusan anak ini membuat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akhirnya menginstruksikan larangan mengonsumsi obat sirup untuk sementara waktu. Instruksi itu tertuang dalam surat edaran Nomor SR.01.05/III/3461/2022 tentang Kewajiban Penyelidikan Epidemiologi dan Pelaporan Kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) Pada Anak.
Pemda DIY pun siap mematuhi kebijakan tersebut. Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X di Kompleks Kepatihan Yogyakarta, mengungkapkan Pemda menunggu hasil penelitian dari Kemenkes dalam penanganan kasus gagal ginjal akut.
“Sampai sekarang arahan dari pusat [obat] yang cair yang sifatnya sirup tidak boleh. Dimungkinkan itu penyebabnya tapi belum pasti. Ya kita tunggu aja akhirnya disebabkan apa dengan obat apa,” ungkapnya.
Untuk mengantisipasi penyakit gagal ginjal akut pada anak, Pemda DIY meminta dinas kesehatan dan rumah sakit untuk mematuhi aturan Kemenkes tersebut. Antara lain melarang dokter dan tenaga kesehatan lainnya untuk meresepkan obat-obatan dalam bentuk cair atau sirup.
Apotek juga dilarang untuk menjual obat bebas dalam bentuk sirup kepada masyarakat. Hal itu untuk mengantisipasi melonjaknya kasus gagal ginjal akut meski konsumsi obat sirup dengan kandungan tertentu belum bisa dipastikan sebagai penyebab munculnya penyakit.
Apotek kebingungan, 60 persen produk yang dipajang obat sirup
Kebijakan larangan penjualan sementara obat sirup pun ditimpali para pemilik apotek di DIY. Buat mereka, kebijakan tersebut langsung membuat mereka merugi.
Padahal di DIY ada sekitar 800-an apotek. Dari jumlah itu, 60 persen produk yang dipajang adalah obat sirup.
“Ada beberapa apotek anggota kami yang sejak larangan itu muncul, langsung menutup displai obat cairnya. Jadi hanya menjual obat bentuk tablet,” papar Ketua Himpunan Seminat Masyarakat (asosiasi apotek) Pengurus Daerah IAI DI Yogyakarta, Tunggul Wardani.
Tunggul mengakui, penjualan obat cair akhirnya turun hingga 40 persen. Apalagi muncul isu obat cair berbahaya dan mengakibatkan gagal ginjal akut.
Kemenkes dinilainya membingungkan karena membuat yang bertolak belakang dengan kebijakan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) maupun Ikatan Apoteker Indonesia (IAI). Padahal BPOM dan IAI masih mengizinkan obat cair beredar meski harus dengan resep dokter.
“Kami terus terang bingung, padahal saat ini musim hujan, banyak masyarakat membutuhkan obat jika anaknya sakit, tapi malah dilarang berjualan. Padahal obat-obat yang dijual sudah sesuai standar uji BPOM semua,” paparnya.
Tunggul menjelaskan, petugas apotek selama ini belum mendapatkan informasi yang jelas dari pemerintah soal kasus gagal ginjal akut. Namun, dipastikan peredaran obat di Indonesia di apotek sudah melalui proses panjang hingga bisa diperjualbelikan.
Para apoteker atau pemilik apotek juga memiliki data dan pengetahuan terkait ketersediaan obat yang aman. Dipastikan tidak ada obat-obatan terlarang dari India masuk ke apotek di DIY.
“Tidak ada merek-merek obat India yang masuk ke apotek di Jogja, tapi informasi simpang siur muncul di masyarakat,” imbuhnya.
Reporter: Yvesta Ayu
Editor: Agung Purwandono