Ungkapan cewek itu tidak menyurutkan semangat Nurva untuk terus mendekati Nana. Nurva mengatakan bahwa hubungan mereka sudah selayaknya orang pacaran, hanya saja tak ada ikatan dalam sebuah hubungan.
“Jadi setiap sudut tempat KKN itu kek bener-bener ya banyak cerita lah di situ. Jalan dari perbatasan kabupaten, ke kota, ke coffee shop, berdua,” ceritanya sembari menghembuskan napas panjang.
Di waktu-waktu itu pula kerjanya sewaktu KKN sudah tak menentu. Nurva sangat-sangat menyadari bahwa dirinya egois. Ini semua dilakukan demi kepentingan perasaannya. Hematnya tak akan ada lagi momen seperti ini bila masa KKN telah selesai.
“Aku ngerasa egois tapi yaudah. Puas-puasin sama dia karena ngerasa untuk kedepannya ketika balik di Jogja itu gak bakal bisa kek gini,” kata Nurva.
Pernah suatu ketika saking pesimisnya Nurva mengatakan “hubungan ini hanya sebatas KKN aja atau bakal lanjut?” Sontak perempuan itu terkejut. Menurut gadis yang disukainya tersebut, terlalu mengerikan bila hanya terjadi di KKN. Di sini Nurva merasa ditarik ulur kembali. Karena ungkapan yang begitu, ia pun merasa masih punya secercah harapan.
Sampailah akhirnya waktu pulang tiba. Di sini Nurva menceritakan begitu dalam. Jalan Daendels merupakan jalan yang menyimpan kenangan terbaik menurutnya. Ia dapat berboncengan dengan Nana selama kurang lebih enam jam.
“Cerita-cerita layaknya orang pacaran lah. Kami sempet dengerin musik juga. Dari headset kami bagi dua. Jadi kek dia kiri, aku kanan. Jadi kek bener-bener nyanyi di jalan,” ujarnya dengan sekali lagi menghembus nafas panjang.