Warung Susu Kambing Etawa Kayang lahir dari kongko seorang mantan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Arab Saudi, Usman. Terhitung sejak 1992, ia jualan susu sapi segar di Pekalongan dengan camilan khas, roti maryam buatan isterinya.
***
Masih pukul 10.00 WIB ketika saya sampai di Warung Susu Kambing Etawa Kayang yang terletak di ruas Jalan Seruni Kota Pekalongan. Di kota ini, sebenarnya jamak ditemui warung susu telor madu (STM) yang menyajikan menu susu sapi segar dengan telur dan madu. Umumnya banyak yang buka malam hari.
Namun, kalau mencari susu kambing dan susu sapi segar dengan camilan roti maryam, hanya Warung Susu Kambing Etawa Kayang yang menyajikannya. Warung satu ini juga buka pagi hari hingga malam hari, pukul 06.30-21.00.
Ketika saya memasuki ruangan warung, terlihat dua perempuan muda sedang menikmati minuman susu segar bersama camilan pia yang terhidang di atas meja.
Di atas meja terlihat secarik kertas berukuran folio yang telah dilaminating, tertulis aneka menu yang ditawarkan, selain susu sapi dan kambing. Yakni, roti maryam meses, roti maryam selai blueberry dan roti maryam keju/keju meses dan kue pia.
Harganya untuk segelas susu sapi murni Rp10 ribu, segelas susu kambing etawa Rp18 ribu, roti maryam meses dan blueberry masing-masing Rp10 ribu, sedang roti maryam selai keju meses Rp12 ribu.
Saya lalu memesan segelas susu sapi berukuran 250 mililiter dan sepotong roti maryam selai blueberry. Tak lama hidangan yang saya pesan muncul. Dan perlahan, susu sapi hangat yang telah direbus itu saya seruput pelan. Terasa tekstur susu sapinya agak kental dibanding dengan susu sapi yang pernah saya beli di sebuah kaki lima.
Menit berikutnya, sepotong roti maryam selai blueberry, berbentuk bulat pipih dengan diameter sekitar 15 cm itu, saya tusuk memakai garpu kemudian saya iris dengan sendok makan. Sedikit agak kenyal, tapi rasanya sungguh enak.
“Bisa dikatakan di Pekalongan, barangkali hanya kafe saya yang menyajikan susu dengan cemilan roti maryam buatan sendiri. Semoga istiqomah….. Amiin,” ujar Usman (58) pemilik Warung Susu Kambing Etawa Kayang.
Dari kongko munculah sapi kayang
Ia lantas bercerita awal mula mendirikan Warung Susu Kambing Etawa Kayang. Tahun 1990 Usman menjadi driver di Arab Saudi. Di negara kaya minyak itu, ia hanya dua tahun bekerja sebagai TKI. Usai kontrak kerjanya habis ia memilih pulang kampung ke Pekalongan. “Saat menganggur, setiap malam saya sering kongko bersama teman-teman di pojokan perempatan Sorogenen,” katanya.
Dari hasil kongko, tutur Usman, timbul ide untuk berjualan susu sapi. Waktu itu di Pekalongan warung yang menjual Susu Telor Madu (STM) belum banyak. “Saat itu penjual STM masih sedikit, buka pada malam hari hingga larut malam. Nah, terinspirasi minum STM saya lalu ingin berjualan susu sapi segar,” ujar dia.
Dengan bersepeda keliling kota Usman membawa susu segar yang dikemas mulai dari ukuran 250 cc atau 250 mililiter hingga satu liter dan dijajakan secara door to door. “Alhamdulillah saya berhasil memperoleh pelanggan cukup banyak. Pada tahun 1994, saya lalu mencoba membuka lapak, dengan menu susu sapi yang sudah saya rebus dengan aneka roti sebagai cemilan dan ketika itu belum terpikir membuat roti maryam,” ucapnya.
Usman kemudian menggunakan ruang tamu rumah orang tuanya yang disulap menjadi warung susu dan diberi label: Cafe Susu Murni Sapi Kayang. Sebagai hiasan warung atau ia sebut kafe itu, Usman lantas membuat patung Sapi Kayang, yaitu sapi dengan kedua kaki belakangnya diangkat ke atas, yang terbuat dari karton dan menggunakan rangka bilah bambu.
Patung sapi itu dikerjakan oleh seorang seniman lokal. Ukuran dan bentuk patung sapi, kata Usman, sesuai dengan sapi aslinya. Berikutnya, patung sapi kayang itu dipajang di depan warung, agar orang lewat bisa melihatnya.
“Saya sengaja membuat patung sapi kayang, bukan sapi ndekem, agar terlihat sangat ikonik,” kata Usman. Ia berpikir, kalau penjual susu lainnya biasanya hanya menampilkan gambar kepala sapi, atau gambar sapi berdiri dengan empat kaki menapak tanah, atau sapi ndekem. Ia justru menampilkan patung seekor sapi yang sedang kayang, yaitu saat seekor sapi mengangkat kedua kaki belakangnya ke atas.
Menurut Usman, sebelum pandemi, setiap Pemkot Pekalongan setiap mengadakan karnaval memperingati Hari Proklamasi 17 Agustus 1945, patung sapinya sering tampil keliling kota.
“Sekarang patung sapi kayang sudah saya pindahkan ke belakang rumah, karena usai pembangunan trotoar, patung sapi kayang tidak mendapatkan tempat untuk dipajang,” kata Usman. Setelah diperbaiki, tidak ada tempat di trotoar untuk memasang patung sapi kayangnya. Ia juga tidak ingin mengundang masalah karena dapat mengganggu pejalan kaki.
“Lebih baik patung sapi kayang saya istirahatkan,” ucap laki-laki yang pernah menjadi sopir angkot Pekalongan–Batang sebelum terjun di bisnis susu itu.
Susu kambing sebagai menu baru
Tahun 2012, Usman menghadirkan menu baru yang tidak dilirik oleh pedagang lain. Ia membuat menu susu Kambing Etawa yang bahan bakunya ia datangkan langsung dari peternak kambing tersebut di Kaligesing, Purworejo. Ia lantas mengubah nama kafenya menjadi Susu Kambing Etawa Kayang.
Awalnya Itu dilakukan sebagai terobosan guna mendongkrak omset penjualan susu sapinya, ia lalu mencari terobosan baru, yaitu menjajakan susu kambing etawa, yang ia beli langsung dari peternak Peranakan Etawa di Kaligesing, Purworejo.
“Kata ‘Kayang’ tetap saya pakai, sebagai ikon. Nama Kambing Etawa Kayang saya ke depankan dengan tujuan agar pelanggan saya tahu, bahwa di kafe saya menyediakan susu kambing,” kata ujar Usman.
Meski tanpa menggunakan nama sapi, setiap hari jumlah pelanggan yang datang untuk membeli susu sapi, baik mentah atau matang masih cukup banyak. Hal ini karena harga susu sapi lebih murah per liternya dibanding dengan susu kambing yang lebih mahal hingga dua kali lipat.
“Katanya sih, dari hasil penelitian, susu kambing lebih tinggi protein dan kalorinya dibanding susu sapi,” kaya Usman, ayah dari 6 orang anak ini menjelaskan.
Untuk pelengkap cemilan, selain kue pia, di cafe susu kambing Kayang juga dilengkapi dengan roti maryam. Roti maryam yang konon berasal dari India ini setiap hari dibuat oleh isterinya, Rahmah, dengan bahan dan bumbu-bumbu khas.
Tak ingin warungnya ramai karena pandemi
Menurut Usman sebelum pandemi, warung atau kafe yang ia kelola setiap hari menghabiskan sekitar 30 hingga 40 liter susu per hari. Dengan rincian, susu sapi murni, 70 persen dan 30 persen sisanya susu kambing etawa.
“Ketika puncak pandemi korona yang terjadi selama empat bulan, yaitu sejak Mei hingga Agustus 2021, susu murni yang saya jajakan laris manis. Setiap pagi hingga malam, yang membeli seolah mengantre, sehingga setiap hari menghabiskan 300 liter susu. Yakni 200 liter susu sapi dan 100 liter susu kambing etawa. Ia bahkan bisa membeli Toyota LGX bekas tahun 2002 Rp60 juta.
“Sekarang, mobilnya saya jual untuk memperbaiki rumah,” ucap Usman, ayah 6 anak itu tertawa berderai. Ketika pandemi melandai, kata Usman, omset penjualan susunya kembali normal, yakni sekitar 30 hingga hingga 40 liter per hari. Tentu saja ia tidak berharap agar pandemi corona kembali ramai agar warung susunya kembali ramai.
“Ya tidak to. Itu dosa hukumnya ngarep-arep barang elek. Saya justru berdoa agar corona cepat berlalu, supaya kegiatan ekonomi berjalan lancar,” katanya. Dulu waktu puncak pandemi, dagangan susunya lakunya berlipat, karena banyak orang yang ingin tubuhnya kuat agar terlindung dari virus corona.
Banyak orang yakin, kalau minum susu dapat meningkatkan imun tubuh, tidak gampang terkena penyakit. Kini pandemi mulai melandai, dan ia berharap virus omicron tidak muncul di Pekalongan. “Perkara dagangan susu saya tidak laris seperti saat puncak pandemi, itu tidak masalah. Karena urusan rezeki sudah diatur oleh Allah SWT,” sahut Usman, laki-laki berdarah Arab yang sehari-harinya hobi memakai topi ala koboi itu.
Ia berencana membuka cabang di Jalan Raya Gemer, atau sekitar 3 kilometer, sebelah timur dari Jalan Seruni, lokasi Warung Susu Kambing Kayang yang ia kelola saat ini.
Usman mengatakan pelanggan kafenya berasal dari berbagai profesi, mulai dari PNS, dokter, pegawai swasta, pelajar dan mahasiswa.
Sementara itu, salah seorang pelanggan Warung Susu Kambing Kayang, Yuni (32) warga Kota Pekalongan mengatakan, ia sudah cukup lama berlangganan susu di Cafe Susu Kambing Kayang. “Saya lebih menyukai minum susu sapi daripada kambing, kalau teman saya, lebih suka minum susu kambing. Kata teman saya, teksturnya susu kambing lebih gurih,” kata Yuni sambil tersenyum.
Reporter : Kasirin Umar
Editor : Agung Purwandono
BACA JUGA Makam Wotgaleh: Panglima Mataram dan Pesawat Terbang yang Jatuh Jika Melintas dan liputan menarik lainnya di Susul.