Lokasi syuting film KKN di Desa Penari ikut menjadi sorotan setelah film tersebut tayang di bioskop dan ditonton lebih dari 7 juta penonton. Kabar yang beredar, bahkan pemilik rumah yang digunakan untuk syuting jatuh sakit dan menjual rumahnya Rp60 juta.
***
Setelah sempat tertunda sekitar dua tahun, akhirnya film KKN di Desa Penari sudah bisa disaksikan di bioskop. Sejak tayang perdana pada 30 April lalu, film yang disutradarai oleh Awi Suryadi ini sudah ditonton lebih dipelajari tujuh juta orang. Tak pelak, film hasil adaptasi thread Twitter @SimpleMan yang menghebohkan pertengahan 2019 ini, menjadi film terlaris sepanjang masa.
Meski tragedi “KKN di Desa Penari” sebenarnya terjadi di salah satu daerah di Jawa Timur, tetapi film ini banyak mengambil lokasi syuting di Yogyakarta, salah satunya di Kabupaten Gunungkidul. Hal ini yang kemudian membuat banyak orang penasaran ingin melihat lokasi syuting film yang menghebohkan dunia horor tanah air.
Selain itu, berhembus juga kabar bahwa salah satu rumah yang digunakan syuting film KKN di Desa Penari akan dijual karena pemilik rumah merasa ketakutan. Berawal dari berita ini, hati dan jiwa saya tergerak untuk mendatangi langsung lokasi syuting yang berada di Padukuhan Ngluweng, Kelurahan Ngleri, Kapanewon Playen, Gunungkidul.
Setelah sampai di Padukuhan Ngluweng, saya langsung ke rumah kepala dukuh yang bernama Istri Rahayu (48) untuk mengisi buku tamu. Saya pun sempat membaca ada puluhan orang yang telah mengisi buku tamu dengan tujuan melihat rumah yang dijadikan lokasi syuting.
Menurut Istri Rahayu, setidaknya ada empat rumah warga yang dijadikan lokasi syuting film KKN di Desa Penari, yakni di rumah Ngadinah, Tomo, Marsono, dan Ngadiyo. Dari keempat lokasi tersebut, rumah milik Ngadiyo (76) menjadi tempat yang paling banyak digunakan untuk adegan film. Selain itu, rumah ini juga yang dikabarkan akan dijual pemiliknya.
Rumah milik Mbah Ngadiyo sendiri sedikit terpisah dari rumah penduduk. Akses jalan menuju rumah ini cukup sulit dilewati oleh kendaraan, baik roda dua maupun roda empat. Untuk itu, saya harus berjalan kaki melewati bebatuan terjal, licin, dan membelah pepohonan sejauh kurang lebih 150 meter.
Rumah itu dikelilingi aneka jenis pohon dengan ketinggian belasan meter. Sejumlah pohon, mulai dari pohon jati, mahoni, hingga pohon kelapa, tumbuh subur di sekitar rumah. Letaknya yang cukup jauh dari pemukiman warga, membuat rumah kayu ini tampak begitu sepi dan sunyi.
Ukuran rumah milik Mbah Ngadiyo ini cukup luas dan terbagi menjadi tiga ruang, yakni ruang depan, belakang, dan dapur. Namun, tampak di dalam ruangan hanya tersisa sedikit perabotan, seperti lemari, meja, dan kursi yang sudah rusak. Hal ini memberi kesan bahwa rumah ini memang sudah tidak dihuni.
Sejatinya saya ingin bertemu dengan pemilik rumah, Mbah Ngadiyo dan istri. Namun, saat ini, beliau tinggal di rumah anaknya, Sutrisno (46), di Dusun Banaran VI, Banaran, Playen, Gunungkidul.
Saya pun menuju ke Dusun Banaran VI untuk menemui Mbah Ngadiyo yang berada sekitar 2 km dari Dusun Ngluweng. Namun, saat ini kondisi Mbah Ngadiyo dan istri sedang sakit sehingga saya hanya bertemu dengan putra keduanya, Sutrisno.
“Iya, sudah sekitar dua tahun orang tua ikut saya. Karena kedua orang tua sudah sepuh, tak suruh pindah ke sini. Soalnya jarak rumah saya dan bapak lumayan jauh, jadi biar gampang saja merawatnya semisal sakit,” tutur Pak Sutrisno mengawali perbincangan, Sabtu (21/5/2022).
Sang anak menjawab kabar orang tua sakit setelah rumahnya digunakan syuting
Sementara itu, menanggapi isu yang beredar di masyarakat yang mengatakan bahwa ayah dan ibunya sakit setelah rumahnya dipakai syuting KKN di Desa Penari, beliau pun mengklarifikasi. Menurutnya, apa yang disampaikan di sejumlah media tersebut tidak benar.
Bahkan, beliau sendiri merasa kaget saat membaca sejumlah berita mengenai alasan ayahnya yang dikabarkan sakit setelah rumahnya digunakan lokasi syuting film yang viral ini.
Pak Sutrisno mengakui memang benar bahwa beberapa hari setelah syuting selesai, ayah dan ibunya kini tinggal bersamanya. Namun, sekali lagi bukan karena alasan ketakutan, melainkan karena kondisi kesehatan orang tuanya.
“Sebelum ada syuting, orang tua saya sudah sering sakit-sakitan. Jadi, bukan karena rumah ayah saya dijadikan lokasi syuting terus sakit. Itu tidak benar. Bisa dipastikan bahwa itu hoaks,” tegas Pak Sutrisno.
Lokasi rumah milik Mbah Ngadiyo ini memang cukup unik dan berbeda dengan rumah kebanyakan yang ada di Dusun Ngluweng. Letaknya berada paling ujung, di dataran tinggi, serta ditumbuhi aneka jenis pohon, membuat rumah ini memang terkesan di tengah hutan dan jauh dari penduduk.
“Sekitar akhir tahun 2019 lalu, pihak PH meminta izin untuk syuting di rumah bapak. Setelah melakukan kesepakatan dan perjanjian, saya persilakan rumah orang tua dijadikan lokasi syuting film KKN di Desa Penari,” tutur Pak Sutrisno.
Tidak hanya jauh dari warga, rumah dengan gaya limasan ini sebagian besar juga masih menggunakan dinding berupa bambu dan kayu. Hal ini yang mungkin membuat bangunan rumah ini tampak tua dan mistis sehingga cocok dijadikan lokasi syuting film horor.
“Bangunan rumah ayah saya sebenarnya tidak terlalu tua, yaitu dibangun sekitar tahun 1960-an. Dulunya, ayah dan ibu saya kan tinggal di sebelah masjid bawah situ, sekitar 500 meter dari rumah sekarang,” tutur Pak Sutrisno.
Tidak pernah terlintas di benak Sutrisno bahwa rumah ayahnya akan dijadikan lokasi syuting film. Pria yang berprofesi sebagai satpam ini, juga tidak menyangka rumahnya yang berada di pelosok desa akan dilihat jutaan pasang mata masyarakat Indonesia.
“Kesan pertama, ya, merasa aneh aja. Kok banyak artis datang ke rumah. Sama sekali nggak pernah menyangka sih, tempat saya lahir dan dibesarkan akan fenomenal seperti sekarang,” terang Sutrisno.
Meski ada sebagian warga yang menganggap rumahnya angker, tetapi selama tinggal di rumah tersebut, Pak Sutrisno tidak pernah melihat atau mengalami hal-hal mistis. Menurutnya, rumah bambu itu tetap menjadi istana yang memiliki banyak kenangan bersama keluarga.
“Mungkin ada juga yang menganggap rumah ayah saya angker, itu hak mereka,sih. Tetapi, untuk saya sendiri tidak pernah memiliki pengalaman mistis di rumah itu. Justru banyak kenangan manis bersama keluarga,” Jelas Pak Sutrisno.
Banyak sekali pengalaman yang didapatkan Pak Sutrisno selama proses syuting film KKN di Desa Penari. Film yang mengambil lokasi syuting di rumah orang tuanya ini membangkitkan kembali ingatannya puluhan tahun silam saat masih kecil. Ingatan ini muncul saat beliau melihat adegan dalam film yang masih menggunakan lentera.
“Yang paling berkesan mengenai rumah itu, ya, saat keluarga masih jadi satu, kakak dan adik masih tinggal bersama. Kalau dulu sekitar tahun 1981 kan memang belum ada listrik, jadi masih pakai lentera saat pergi ke mana-mana,”tutur Pak Sutrisno.
“Banyak kenangan manis bersama keluarga di rumah itu. Sekarang, mau ngumpul saja susah. Orang tua sudah sepuh dan anak-anaknya sudah berkeluarga semua,” lanjut Pak Sutrisno.
Suara kambing dan sapi yang menyulitkan
Pengalaman berkesan tidak hanya dirasakan oleh Pak Sutrisno, tetapi juga warga sekitar. Salah satu penjaga lokasi syuting sekaligus tokoh masyarakat, Subardo (51), mengaku senang kampung halamannya dijadikan lokasi syuting. Sebagai penjaga keamanan lokasi syuting, beliau hanya diberi tugas untuk memastikan suasana nyaman dan tidak bising di area syuting.
“Hampir setiap hari, kurang lebih 20 hari, saat syuting berlangsung, saya keliling kampung. Biasanya, saya diminta untuk menjaga alat-alat saat kru film balik ke hotel dan memastikan suasana kampung kondusif,” terang Pak Subardo.
Tidak sedikit pengalaman baru yang didapatkan Pak Subardo saat proses syuting.. Selama syuting berlangsung, setiap hari beliau keliling kampung untuk memastikan agar suasana desa tetap sunyi dan tidak ada suara lain kecuali talent yang sedang beradu akting.
Pak Subardo juga menceritakan bahwa selama syuting, tidak sedikit warga yang berkumpul di sekitar rumah Mbah Ngadiyo untuk melihat para aktris bermain peran. Setiap ada warga yang ingin melihat proses syuting, beliau mengimbau agar tetap menjaga ketenangan dan tidak bersuara di lokasi.
“Pokoknya kalau sutradara bilang “action”, semua harus diam. Sekali ada suara yang bocor, syuting akan diulang-ulang. Baru tahu saya kalau syuting ki ternyata seperti itu,” tutur Pak Subardo.
“Waktu itu saya juga pernah meminta untuk mengecilkan suara volume sound system yang keluar dari rumah warga, padahal di sana sedang hajatan. Ya, demi kelancaran syuting, warga yang sedang hajatan bersedia mengecilkan volume sound system sampai acara selesai,” kenang Pak Subardo.
Cerita unik di lokasi syuting juga datang dari Pak Sardiman (64). Laki-laki yang sehari-hari berprofesi sebagai petani itu, pernah diminta untuk menghentikan suara kambing dan sapi milik warga. Sebagai warga yang baru pertama kali melihat proses syuting, banyak sekali pengalaman baru yang beliau dapatkan.
“Kalau meminta warga untuk diam dan nggak bersuara saat syuting, sangat mudah, Mas. Yang sulit itu menyuruh sapi dan kambing untuk nggak bersuara. Jadi, ya, dua hewan itu harus dikasih pakan terus biar diam dan nggak mengganggu,” ujar Pak Sardiman sambil terkekeh.
Rumah tempat syuting dijual Rp60 juta?
Tidak bisa dimungkiri bahwa setelah film KKN di Desa Penari viral, banyak berita-berita simpang siur di media sosial. Selain ada berita mengenai ayahnya yang dikabarkan ketakutan terus pindah rumah, juga beredar kabar bahwa rumah tersebut dijual dengan harga Rp60 juta.
“Jujur, saya kaget soal nominal yang rumah dijual enam puluh juta itu, saya kan nggak pernah mengeluarkan kata-kata itu, apalagi di media, ya. Saya memang niat mau menjual, tapi tidak pernah menyebutkan nominalnya,” lanjut Pak Sutrisno.
“Awalanya, saya ingin menjual rumah itu lantaran sekarang sudah tidak ditempati lagi. Orang tua sudah ikut saya. Jadi, ya, daripada tidak terawat, mending saya jual,” imbuh Pak Sutrisno.
Pak Sutrisno mengaku, tidak sedikit saudara dan tetangga sekitar yang menyarankan agar tidak menjual rumah tersebut. Banyaknya masukan tersebut, membuat beliau berpikir ulang dan mempertimbangkan kembali rencana untuk menjualnya. Namun, apabila ada pihak yang hendak membeli, beliau menyarankan agar datang secara langsung menemuinya tanpa perantara.
Terlepas dari itu, Pak Sutrisno selaku anak dari Mbah Ngadiyo mengaku senang rumahnya dijadikan lokasi syuting film KKN di Desa Penari. Selain banyak memberi pengalaman baru bagi warga sekitar, adanya syuting film ini juga membangkitkan kembali memori masa kecil yang indah bersama keluarganya.
“Ya, semoga dengan adanya film ini mampu mengangkat dan membawa berkah bagi masyarakat di desa saya. Selain itu, saya juga berharap banyak PH yang melirik desa ini sebagai lokasi syuting,” pungkas Pak Sutrisno mengakhiri percakapan.
Reporter: Jevi
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Menelusuri Sejarah Rowo Bayu yang Diduga Jadi Lokasi Asli KKN Desa Penari dan liputan menarik lainnya di Susul.