Pesan Raya dari Surga: Jangan Pernah Hilang Empati terhadap “Orang Miskin” karena Pemerintah Mengabaikanmu

Raya, bocah asal Sukabumi yang meninggal karena cacing gelang. Sempat ditolong rumah teduh. MOJOK.CO

Ilustrasi - Cacing gelang yang menggerogoti tubuh Raya, balita asal Sukabumi. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Raya. Bocah berusia empat tahun yang meninggal karena cacing gelang di perutnya itu kini berada di pelukan Tuhan. Di tengah kematiannya yang tragis, balita asal Sukabumi, Jawa Barat itu sesungguhnya membawa pesan. Betapa getirnya kemiskinan dan perlindungan sosial di negara ini, meski sudah ada beberapa relawan dari Rumah Teduh yang membantunya. 

***

Saya butuh waktu lama agar berani menonton video perjuangan Raya yang diunggah oleh yayasan Rumah Teduh, saat balita itu berusaha melawan penyakitnya. Beberapa video menunjukkan potret balita asal Sukabumi itu tanpa sensor. Bahkan saat cacing gelang itu keluar dari hidungnya. 

Berkali-kali saya melihat video Raya terbaring tak berdaya selama sembilan hari di RSUD Syamsudin Kota Sukabumi. Tubuhnya semakin lemas melawan cacing gelang yang menggerogoti usus hingga kepalanya, sementara tagihan rumah sakit terus membengkak hingga belasan juta. 

Naasnya, Raya tak bisa berharap lebih pada orang tuanya karena ayahnya, Udin (32) juga sakit-sakitan. Lalu ibunya, Endah (38) mengidap gangguan mental. Saat tim relawan tiba dirumah keluarga Raya pada Minggu (13/7/2025), Endah hanya berujar tak punya uang untuk membawa putri kecilnya ke rumah sakit. 

Melihat kondisi Raya yang sudah tidak sadarkan diri, tim relawan bergegas membawa Raya ke IGD dengan ambulans. Setibanya di sana, ia langsung dimasukkan ke PICU. Dari sanalah mereka sadar, Raya tidak memiliki BPJS

“Kami diberi kesempatan 3 kali 24 jam untuk mengurus identitas dan BPJSnya. Dengan catatan bila lewat dari tenggat waktu yang ditentukan, maka administrasi Raya otomatis akan dicatat sebagai pasien dengan pembayaran tunai,” tulis akun Instagram @rumah_teduh_sahabat_iin pada Sabtu (23/8/2025).

Sayangnya, dalam proses pembuatan BPJS subsidi pemerintah tersebut, tim relawan mengaku jika permintaannya terus dioper-oper dari Dinas Sosial ke Dinas Kesehatan. Pun sebaliknya. 

“Barulah kami mendapatkan pernyataan dinkes tidak punya anggaran,” ujar Iin, pemilik Rumah Teduh.

Korban dari beragam bentuk kemiskinan

Karena lebih dari tiga hari tak kunjung dapat BPJS, tim relawan akhirnya menggunakan dana pribadi dari donasi. Akan tetapi, Raya sudah tidak kuat lagi. Ia mengembuskan napas terakhir pada Selasa (22/8/2025).

Relawan dari Rumah Teduh mengklaim, Raya hanyalah satu dari sekian banyak anak yang mengalami “pengabaian”. Mereka sudah sering mengalami keribetan birokrasi di bidang kesehatan.

“Yang jadi PR banget kan, ketika para pejabat berwenang sudah tahu ada kasus Raya. Sudah dilihatkan video kondisinya. Lalu, mereka tetap nggak bisa bantu dan nggak memberikan solusi,” ujar relawan Rumah Teduh.

Senada dengan yayasan tersebut, Pendiri Home Education Indonesia, Nur Aini menyatakan kasus Raya terjadi bukan karena masalah kesehatan semata. Balita malang itu terjebak oleh kemiskinan, baik secara materi maupun kasih sayang dari orang-orang sekitarnya. Di kota-kota besar, anak sering kali kurang mendapatkan hal itu.

“Banyak anak yang jarang sekali di stimulasi sejak anak usia dini bahkan orang tuanya sibuk kerja. Memang ada tapi mereka tidak hadir secara utuh,” ujar pendiri lembaga pendidikan keluarga tersebut saat dihubungi Mojok, Jumat (22/8/2025).

Kasus ini, kata Aini, membuktikan bahwa lingkungan ramah anak di Indonesia masih belum sepenuhnya terwujud. Perlu adanya kerja sama dari semua pihak, mulai dari keluarga, pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, hingga orang-orang terdekat. 

Raya adalah fenomena gunung es

Lebih dari itu, Sosiolog dari Universitas Negeri Yogyakarta Sasiana Gilar Apriantika melihat fenomena Raya merupakan gunung es dari masalah kemiskinan di Indonesia. Menurutnya, kemiskinan bukan merupakan single problem melainkan multiple problem.

“Kemiskinan bermula dari ketidakhadiran pemerintah, sistem dan struktur sosial yang diskriminatif, akses pendidikan dan kesehatan yang minim, serta pelayanan publik yang terlalu prosedural tapi minim evaluasi,” tutur Sasiana saat dihubungi Mojok, Kamis (21/8/2025).

Menurut dia, struktur sosial saat ini mengalami chaos. Tak terlepas dari lembaga sosial yang mengalami disfungsi, seperti pemerintah desa, dinas sosial, dinas kependudukan dan pencatatan sipil (dukcapil), hingga rumah sakit yang belum menjalankan fungsinya dengan baik.

Dalam kasus tersebut bisa dilihat jika pihak-pihak saling melempar tanggungjawab. Salah satunya respons Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi yang memberikan sanksi ke pihak desa di Sukabumi. 

“Pemerintah seperti tidak merasa bahwa hal itu adalah masalah besar. Padahal ini adalah potret lemahnya pelayanan publik dan ketidakpedulian pemerintah pada rakyat,” kata Sasiana.

Masyarakat jangan sampai hilang empati

Di sisi lain, kontrol dari masyarakat juga ikut melemah. Menurut Sasiana, penurunan kolektifitas atau integrasi masyarakat tersebut terjadi karena kepercayaan publik terhadap pemerintah mulai menurun. Saat ini, masyarakat terlalu sibuk untuk memperjuangkan hidup masing-masing.

Alih-alih memberikan bantuan nyata, integrasi online dengan gerakan sosial di media sosial kini justru lebih besar daripada kehidupan nyata. Oleh karena itu, Sasiana berharap kasus Raya ini menyadarkan kita semua agar tidak hilang empati di lingkungan sekitar.

Terlebih, bangsa ini katanya ingin mewujudukan generasi emas. Semoga, kata Sasiana, visi itu tidak utopis karena bahkan kebutuhan dasar seperti kesehatan dan pangan saja, masyarakat belum bisa mengakses. Apalagi untuk membentuk Indonesia Emas 2045.

“Sebelum bercita-cita pada sesuatu yang ‘emas’, pemerintah perlu fokus pada hak-hak mendasar warga negara seperti kesehatan, pendidikan, dan bebas dari belenggu kemiskinan. Tidak akan ada peningkatan mutu sumber daya masyarakat jika kebutuhan dasar saja belum terpenuhi,” tutur Sasiana.

Penulis: Aisyah Amira Wakang

Editor: Muchamad Aly Reza

BACA JUGA: Kemiskinan Membunuhmu, Pemerintah Mengabaikanmu atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.

Exit mobile version