Ketika duduk di bangku sekolah dasar, saya rela melakukan “apa saja” demi bermain di Taman Remaja Surabaya (TRS). Taman Hiburan Rakyat (THR) tersebut amat terkenal di kalangan siswa, tapi orang tua saya selalu sibuk sehingga tidak bisa mendampingi saya ke sana.
Alhasil, saya rela tidak njajan dan menyisihkan uang saku untuk membeli tiket masuk serta mencicipi wahana di TRS. Dengan sifat keras kepala dan ambisi dari seorang siswa kelas 6 SD, uang tabungan saya akhirnya terkumpul Rp100 ribu dalam sebulan.
Karena tak ingin pergi sendiri, saya pun mengajak teman-teman dekat saya di sekolah. Tanpa babibu, mereka sepakat untuk pergi di hari libur. Kami pun kumpul di sekolah sembari berangkat menggunakan sepeda engkol.
Meski begitu, keringat kami tetap menetes karena harus bersepeda sepanjang 2,7 kilometer. Belum lagi, cuaca panas di Surabaya yang nggak ngotak.
“Meskipun cuaca lagi panas tapi tetap gaspol, karena ada crush jadi nggak masalah,” ujar Habibah, salah satu sahabat saya di sekolah.
Kehilangan uang di Taman Remaja Surabaya
Sekitar 15 menit bersepeda, kami akhirnya tiba di pintu gerbang TRS. Sebelum masuk dan membeli tiket, Habibah mengajak saya membeli minuman karena haus. Dengan congkaknya, saya mengusulkan diri untuk sekalian mentraktir teman-teman.
Sialnya, saat merogoh saku di baju dan celana, uang Rp100 ribu yang sudah saya persiapkan dan saya lipat dengan penuh cinta justru tak ada. Saya pun panik dan meminta bantuan teman-teman untuk mencari di sekeliling taman hiburan rakyat tersebut.
Nihil, uang Rp100 ribu yang sudah saya tabung selama sebulan itu bagai raib ditelan bumi. Tubuh saya semakin lesu di atas sepeda. Rasa haus mulai menjalar di tengah pikiran saya yang kosong.
Percayalah, saya tidak sampai menangis, tapi wajah saya pasti terlihat nelangsa pada saat itu. Teman-teman saya bahkan sampai iuran untuk membelikan saya es teh dan tiket masuk seharga Rp10 ribu.
“Sudah nggak apa-apa, kita main di sekitaran saja, nggak perlu naik wahana,” kata Habibah.
Tapi, tujuan saya memang bermain. Saya ingin masuk ke rumah kaca, bermain bom-bom car, mencoba kursi terbang, menikmati pemandangan di atas bianglala, memacu adrenalin dengan naik roller coaster, dan lain sebagainya.
Sayangnya, saya masih punya malu untuk tidak ngutang ke teman-teman saya. Mereka juga tidak punya uang untuk mencoba berbagai wahana. Uang yang dibawa hanya pas-pasan, bahkan paling mentok hanya Rp15 ribu, karena memang tujuannya bukan itu.
Seperti yang Habibah bilang di awal tadi, empat orang teman saya yang terdiri dari dua laki-laki dan dua orang perempuan, sudah sangat senang untuk kencan tanpa harus bermain wahana. 360 derajat dari niat saya mengumpulkan uang Rp100 ribu.
Kehilangan anggota keluarga












