Laptop Lenovo itu kini berdebu. Terletak di pojokkan dalam lemari. Warna silvernya masih bagus, tapi percuma jika sudah tak bisa dipakai lagi. Berkali-kali saya tekan tombol power-nya dan ia tetap enggan menyala.
Ya, laptop Lenovo Ideapad milik saya itu kini sudah tak bisa dipakai lagi. Saya belum berniat membawanya ke tempat service karena sudah ada laptop kantor. Merknya pun tak berbeda, yakni Lenovo ThinkBook.
Saya pun memaklumi jika laptop itu sudah uzur. Apalagi jika mengingat cara saya memperlakukannya. Lenovo, mengajarkan saya lebih bijak, lebih sabar, dan memahami kondisinya yang tak lagi prima.
Lenovo mengajarkan saya lebih empati
Sejak SD, orang tua saya sudah membelikan laptop Lenovo untuk mengerjakan tugas. Meskipun di zaman itu, saya lebih sering menggunakannya untuk bermain. Kala kakak saya memiliki PlayStation dan tidak bisa digunakan bergantian, saya lebih memilih bermain di laptop.
Namun, game di laptop saya saat itu masih terbatas. Hanya ada Zuma Deluxe dan Tetris. Saya pun terus merengek untuk bermain PS. Tapi karena tidak mengalah, kakak saya akhirnya mengantarkan saya ke Siola Surabaya. Dulu, tempat itu menjajakan barang elektronik untuk game dan kaset.
Saya bisa mengisi beberapa permainan tambahan di laptop Lenovo milik saya. Entah bagaimana caranya, tak sampai satu jam, laptop saya sudah terisi beberapa permainan seperti Feeding Frenzy, Diner Dash, Purble Place, Mad Caps, hingga The Hidden Treasures.
Setelah itu, kakak saya baru lega karena saya tak lagi merengek. Dan larut dalam permainan yang ada di laptop Lenovo. Saking keranjingannya dengan permainan yang ada di laptop, ibu saya selalu mengingatkan agar tahu batasan waktu.
“Itu laptop sudah 8 jam kamu pakai, bunyinya sudah kayak ngerebus air. Nggak panas kah mesinnya? Di matikan dulu laptopnya, istirahat. Nanti baru boleh lanjut lagi, biar nggak rusak,” ujar ibu saya kala itu.
Bijak dalam setiap masalah
Dan benar saja, Lenovo itu jadi eror karena jarang diistirahatkan. Beberapa kali orang tua saya tekor untuk membawanya ke tempat service. Belum lagi, bentuk tubuhnya yang tebal membuat ia berat untuk dibawa kemana-mana. Jangan dibayangkan bentuknya slim seperti sekarang.
Saat memasuki SMP, Lenovo itu sudah beralihfungsi pada tugas semestinya yakni membantu saya mengerjakan tugas-tugas sekolah. Beberapa game akhirnya saya hapus agar sistemnya bekerja tidak terlalu berat. Tapi saya ganti dengan aplikasi edit video.
Di masa itu, saya memang sudah tertarik dengan editing video. Saya belajar melakukan berbagai teknik seperti cut, transisi, green screen, montage, speed ramping lewat Youtube. Namun, saya harus menunggu lama untuk proses rendering karena spesifikasi laptop yang kurang mumpuni.
Beberapa kali laptop saya eror, freze berjam-jam, tiba-tiba mati, hingga tak mau menyala. Kalau sudah begitu, saya sering jengkel sendiri bahkan memukul-mukul pelan bagian samping touchpad laptop Lenovo saya. Sebuah tindakan sia-sia dan tidak perlu, bahkan makin merusak.
Menghargai setiap proses Lenovo, tidak saja dari luarnya
Padahal, Lenovo itu sudah berjuang sebagaimana kapasitasnya. Hanya saja saya yang kurang memahami. Apalagi, secara usia ia memang sudah uzur. Bahkan sering jatuh tanpa sengaja ke lantai. Tubuhnya pun lecet-lecet dan engselnya sampai bergoyang.
Namun, permasalahan engsel ini tak hanya saya saja yang mengalami. Taufik dan Eka yang juga pengguna Lenovo mengaku mengalami kerusakan di engsel laptop mereka.
“Lenovo ku masih gacor dipakai sampai sekarang, cuman engselnya sudah patah. Gapapa sih, yang penting tidak membuat patah semangat,” kata Taufik.
“Kalau Lenovo ku memang sering kesenggol jadi oglak-aglik gitu,” timpal Eka.
Itulah uniknya. Meski engselnya bergoyang, Lenovo masih tetap bisa digunakan. Namun, soal sistem dan kapasitas, beberapa teknisi memang menyarankan saya untuk mengganti laptop, apalagi dengan beban tugas yang harus ia lakukan.
Alhasil menginjak SMA, saya beli laptop baru dengan merk yang sama: Lenovo. Entah kenapa, saya tidak bisa pindah ke lain hati. Bahkan saat saya bekerja kini, ketika kantor meminjamkan laptop dengan dua merk berbeda, saya masih memilih Lenovo. Barangkali, ikatan kami sudah tumbuh menjadi cinta dan benci.
Penulis: Aisyah Amira Wakang
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: 10 Tahun Menderita Menggunakan Lenovo, “Laptop Kentang” Pemberian Bapak dari Hasil Mencicil atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.
