Saat Salah Klik Berujung Derita Kuliah 7 Tahun di ITS Surabaya, Dua Mahasiswa Merana

Ilustrasi mahasiswa (Mojok.co)

Ini kisah para mahasiswa ITS yang terpaksa harus hidup dan mencintai kehidupan di Surabaya lebih lama. Sampai jelang batas waktu studi berakhir, tugas akhir belum bisa dituntaskan. Semua berawal dari kemalasan hingga nasib sial salah klik saat mendaftar.

Kisah ini tentang Mabrur* (25)  Ando* (25) yang sama-sama angkatan 2017. Cerita dari keduanya, adalah salah satu pengalaman paling unik mewawancarai mahasiswa angkatan tua. Mabrur, pertama kali Mojok wawancara pada September 2023 silam.

Saat itu ia sedang gundah. Progres tugas akhirnya lambat padahal sudah 13. Temannya di jurusan tinggal tersisa 4 termasuk dirinya. Sehari-hari, Mabrur lebih banyak mendekam di kamar kos. Sebab, temannya sudah tidak sebanyak dulu lagi.

Dulunya ia terbilang aktif di pergaulan dan organisasi. Namun, hal itu tidak terjadi di dalam kelas. Ia sempat banyak bolos. Alasannya, Mabrur memang setengah hati masuk ITS.

Padahal, ia berkuliah di salah satu jurusan dengan selektivitas tertinggi di ITS. Selain itu, ITS masuk 10 kampus terbaik di Indonesia berdasarkan sejumlah riset.

Namun, hati Mabrur sebenarnya ingin ke IPB mengambil jurusan berbau ilmu kehutanan. Jauh-jauh sampai terlempar ke ITS Surabaya musababnya karena hal yang mungkin agak di luar nalar kebanyakan orang. Salah klik saat mendaftar lewat jalur beasiswa.

Saat masa pemberkasan beasiswa di masa libur sekolah ia banyak tinggal di rumah. Rumahnya kebetulan berada di kawasan yang terpencil dengan jaringan internet sulit.

Masih lekat dalam ingatan, Mabrur sempat harus menunggu lama untuk mendapatkan surat rekomendasi dari sekolah untuk kebutuhan adminisitrasi beasiwa. Sambil menunggu, ia mengisi beberapa bagian dari formulir online yang bisa ia lengkapi terlebih dahulu.

Perkara salah klik yang membuat terdampar di ITS Surabaya

Termasuk mengisi jurusan pilihan. Saat itu, ia yakin betul sudah memilih IPB sebagai destinasi studi. Namun, setelah itu ia penasaran dengan pilihan-pilihan lain yang ada di drop menu.

“Aku coba lihat-lihat pilihan lain jurusan. Sempat aku klik beberapa jurusan itu tapi akhirnya aku ubah lagi jadi di IPB,” ujarnya. Salah satu pilihan yang sempat ia klik karena penasaran adalah ITS.

Beberapa waktu berselang, saat finalisasi data, ia baru tercengang. Pasalnya, saat mencetak formulir pendaftaran untuk tes ternyata pilihan yang tertulis ITS alih-alih IPB.

Meski merasa kesal, ia tetap mengikuti proses ujian. Di momen yang sama ia akhirnya mendaftarkan diri di IPB dengan jalur mandiri untuk jaga-jaga.

Tak lama kemudian, Mabrur dinyatakan lolos beasiswa. Tenggat menuju daftar ulang yang mepet membuatnya memutuskan untuk mengambil kesempatan kuliah di ITS. Selain kuliah gratis ia juga bisa mendapat uang bulanan yang bisa memenuhi kebutuhan hidup. Sayang untuk ia lewatkan.

Kondisi itulah yang membuatnya menjalani lebih dari separuh masa kuliah dengan setengah hati. Lebih memilik aktif organisasi dan nongkrong ketimbang menyeriusi urusan akademik. Hingga akhirnya, ia terpaksa harus bertahan di sana hingga semester 13.

“Sebenarnya, jujur aku nggak terlalu suka Surabaya. Nyaman di sini karena teman tapi mereka pun sudah pergi semua,” ujarnya.

wisuda its.MOJOK.CO
Ilustrasi wisuda (Pang Yuhao/Unsplash)

Mabrur masih terlena dengan kemalasan, hingga, dosen pembimbingnya memberikan tuntutan agar bisa sidang di akhir semester 13. Akhirnya, hampir setengah tugas akhirnya rampung dalam kurun waktu sebulan. Ia pun lulus dengan cerita unik. Bertemu teman seangkatan di ruang sidang. Namun, status temannya sudah menjadi dosen.

Baca halaman selanjutnya…

Saat Mabrur mendatangi kos, semangati Ando yang belum lulus hingga semester 14

Berjuang hingga semester 14, satu-satunya yang tersisa di angkatan

Kisah lain datang dari Ando, mahasiswa yang sebenarnya masuk dengan jalur beasiswa yang sama dengan Mabrur. Nahasnya, dua-duanya terlambat lulus.  Padahal beasiswa hanya memberi biaya hingga semester 8 saja.

Ando, melewati masa yang lebih panjang dari Mabrur. Pasalnya, hingga semester 14 ia masih berjuang menyelesaikan tugas akhir. Terakhir, saat Mojok wawancara pada Sabtu (2/3/2024) ia mengonfirmasi bahwa skripsinya baru dua lembar.

“Ya memang. Ini baru kata pengantar bab satu,” kelakarnya.

Ando mengaku semua karena kemalasannya sejak awal masa kuliah. Pada semester 3 ia merasa mulai keteteran mengejar materi.

“Dibilang sulit sih nggak sulit banget. Asal rajin bisa, tapi ya karena malas jadi begini,” sambungnya.

Ando hobi bermain gim dan berselancar di dunia maya, salah satu alasannya kerap teralihkan dari fokus kuliah. Kondisi itu semakin parah saat pandemi Covid-19 melanda. Semua kuliah beralih jadi daring sehingga kesadaran diri mahasiswa sangat menentukan dalam proses perkuliahan.

Sejak semester 13 lalu, Ando sudah jadi satu-satunya mahasiswa angkatan 2017 yang tersisa di jurusannya. Setiap ke kampus, ia merasa sepi. Melihat mahasiswa lain terasa asing karena angkata 2019 saja sudah banyak yang lulus.

Hal yang membuatnya terdorong untuk segera mentas kuliah adalah kabar kelulusan teman satu beasiswanya. Mabrur, saat hendak meninggalkan Surabaya, secara sengaja mampir ke kos Ando yang berada di daerah Keputih. Memberikan pesan dan semangat.

Bagi Ando, tidak ada pilihan lain selain berupaya semaksimal mungkin pada semester 14 mendatang. Tentu, saya menantikan kabar kelulusan darinya. Barangkali, itu akan menjadi kisah pelengkap dari seri tulisan seputar dinamika mahasiswa ITS.

Penulis: Hammam Izzuddin

Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA Anak Muda Kerja di Jogja Gajinya 2x UMR Jakarta Belum Cukup karena Tuntutan Hidup Tinggi, Menikah Pun Takut

Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.

Exit mobile version