Riuh menyoal Zendo, layanan ojek online (ojol) Muhammadiyah, di media sosial akhirnya membuat saya tertarik untuk mencoba layanannya. Melalui Instagram resmi Zendo Jogja, saya lalu terhubung dengan admin sebagai penghubung antara customer dan jenis layanan apa yang dikehendaki.
***
Peneliti dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Arif Novianto, melalui akun X-nya menyatakan rasa kecewanya pada Zendo.
Awalnya, dia berharap besar bahwa ojol Muhammadiyah tersebut akan menjadi alternatif ojek online yang memberi jaminan kesejahteraan bagi mitranya. Namun, dari membaca sistem kerjanya saja, dia malah pesimis.
Baginya, Zendo tak jauh berbeda dengan aplikator-aplikator ojek online lain yang selama ini sarat masalah: memerlakukan mitra secara tidak manusiawi.
Cuitan Arif lantas direspons langsung oleh Sekretaris Jenderal Serikat Usaha Muhammadiyah (SUMU), Ghufron Mustaqim. Dalam thread-nya, dia menyertakan testimoni para mitra Zendo dari berbagai kota yang merasa terbantu adanya layanan ojol Muhammadiyah tersebut.
Perdebatan keduanya, pada akhirnya memantik komentar-komentar dari warganet. Makin riuh.
Coba-coba Zendo Jogja
Saya kemudian coba-coba order Zendo Jogja pada Senin (20/1/2025). Zendo tidak pakai aplikasi sebagaimana layanan ojol lain. Melainkan melalui WhatsApp.
Seberapa efektif? Itu adalah pertanyaan yang terlintas di kepala saya saat mengetahui sistem order-nya harus melalui WA.
Kontak admin Zendo Jogja saya dapat melalui akun Instagram resmi Zendo Jogja. Di bio akun resmi itu, tertera tautan yang langsung mengantarkan pengguna ke admin yang bertugas menghubungkan customer dengan driver. Untuk mendapat respons, memang harus menunggu beberapa saat.
“Cara pesan, kakak bisa langsung saja sebutkan mau pesan apa pada admin, nantinya admin akan langsung proses pesanan kakak dan carikan driver,” begitu ucap admin Zendo Jogja saat saya mulai terhubung dengannya.
Saya lalu menyebutkan detail alamat penjemputan sekaligus alamat yang hendak saya tujju, cara pembayaraan yang saya gunakan, dan jenis kelamin driver yang saya kehendaki (laki-laki atau perempuan).
Driver Zendo Jogja tempuh waktu 20 menit untuk ke titik penjemputan
“Kak driver kami ada yang bersedia, namun estimasi 20 menit ke lokasi. Namun ini hanya estimasi kak, bisa lebih cepat tergantung kondisi jalan. Apakah berkenan menunggu kak?” Tanya admin Zendo Jogja. Langsung saja saya jawaba, “Tak masalah”.
Baru saya renungi kemudian. 20 menit? Itu jarak dari titik penjemputan saya (Akademi Bahagia, Ngaglik, Sleman) ke daerah Seturan. Padahal kalau pakai aplikasi ojol hijau, waktu tempuh driver ke Akademi Bahagia berkisar antara tiga sampai lima menit.
Jelas saya yang keliru. Awalnya, saya kira Zendo ini sudah menyebar di seluruh Jogja. Artinya, jika saya di Ngaglik, Sleman, maka yang akan nyantol dengan orderan saya ya driver di sekitar titik penjemputan.
Karena melalui WA, alhasil saya tidak bisa memantau lokasi terkini si driver. Namun, dari hitungan di ponsel saya, driver ojol Muhammadiyah yang menjemput saya tiba di Akademi Bahagia sesuai estimasi admin (20 menitan).
Baca halaman selanjutnya…
Nasib driver Zendi bikin nggak tega
Menempuh jauh untuk fee Rp12 ribu
Saya jadi merasa bersalah dengan driver Zendo Jogja yang saya order. Pasalnya, untuk mengantar saya ke lokasi tujuan (kantor Mojok), dia hanya mendapat fee Rp12 ribu. Jaraknya memang hanya tujuh-delapan menit saja. Rasa-rasanya tidak cucuk dengan effort-nya menempuh jarak 20 menit menjemput saya.
Apalagi akhirnya saya tahu, driver Zendo Jogja itu mengaku kesulitan mencari penumpang.
“Saya dari arah kota tadi, Mas. Jadi lama,” ujar si driver, laki-laki berumur 30-an tahun. Mohon maaf, saya tidak bisa menyebut namanya. Tapi yang jelas, dia ramah dan baik.
“Lah kok mau ambil orderan saya, Mas?” Tanya saya.
“Lumayan, Mas. Daripada nggak dapet,” balasnya.
Seturut keterangan si driver, Zendo di Jogja memang menyebar-nyebar. Hanya saja tidak rata karena belum sebesar aplikator ojol lainnya. Sehingga, untuk daerah seperti Ngaglik, Sleman, akan terasa sulit menemukan driver terdekat.
Sulit dapat penumpang
Sebelum jadi driver Zendo Jogja, si driver mengaku pernah menjadi driver aplikasi ojol lain. Lalu dia tertarik gabung Zendo karena menawarkan jaminan kesejahteraan.
“Cara daftarnya juga mudah. Lewat WA,” terang si driver.
Adapun syarat mendaftar jadi mitra ojol Muhammadiyah tersebut antara lain:
- Laki-laki atau perempuan usia 18-53 tahun
- Niat kerja serius
- Punya KTP, KK, SIM, motor/mobil
- Punya HP
- Bisa baca maps
“Ini juga buat sambilan, Mas. Saya kan juga buka warung kelontong,” sambung si driver.
Si driver tertawa saat saya tanya, sehari bisa dapat berapa penumpang? Katanya, untuk mendapat lima penumpang saja sesulit itu.
Dalam regulasi Zendo, sistem kerja driver terbagi dalam tiga shift. Namun, praktinya, si driver yang mengantar saya bisa online terus. Sebab, online terus saja tidak mesti dapat 10 penumpang kok.
Tidak tega order lagi
Selepas Magrib, saya mencoba menghubungi admin Zendo Jogja lagi untuk menjemput sekaligus mengantar saya dari kantor Mojok.co ke Akademi Bahagia. Berharap mendapat driver terdekat. Sekali lagi, sangkaan saya, ada lah driver terdekat.
Namun, admin akan mengirim driver yang sama—yang pagi sebelumnya mengantar saya dari Akademi Bahagia ke kantor Mojok.co. Kali itu, admin menyebut estimasi penjemputanya 25 menit. Artinya, lokasi si driver makin jauh.
Saya meminta admin mencarikan driver lain yang lebih dekat. Tapi admin bilang tidak ada. Yang paling dekat adalah yang berjarak 25 menit itu. Maka, saya putuskan untuk membatalkan pesanan.
“Memangnya kenapa nggih kak jika boleh tahu? Apakah ada kendala saat penjemputan tadi siang?” Tanya admin.
“Oh tidak. Tidak ada masalah. Si driver baik. Hanya saja saya tidak tega,” jawab saya.
Saya tidak tega saja, si driver Zendo Jogja itu harus menempuh jarak jauh (bolak-balik) tapi hanya dapat fee Rp12 ribu. Artinya, kalau dua kali antar-jemput saya, dia mendapat Rp24 ribu. Kalau dipotong admin 20%, dia mendapat Rp22 ribu. Sekali lagi, tidak cucuk dengan jarak tempuhnya. Saya tidak tega.
Konsekuensi karena saya membatalkan pesanan, saya dikenai uang ganti fee sebesar Rp5 ribu. Tak masalah. Tapi yang mengganjal pikiran saya, apakah uang ganti itu kemudian menjadi hak driver?
Kalau iya, itu lebih baik. Setidaknya tanpa jalan menjemput penumpang, dia dapat pengganti. Tapi saya tidak tahu bagaimana sistemnya.
Ojol Muhammadiyah belum siap jadi alternatif?
Saya hanya merasa, ojol yang dikembangkan Muhammadiyah itu perlu dimatangkan lagi. Dalam banyak sisi. Terutama sisi-sisi yang diributkan di media sosial.
Kalau dalam konteks kasus saya, Zendo Jogja sepertinya perlu memberi batasan yang jelas.
Misalnya, jika ketersediaan driver untuk sementara hanya padat di daerah Kota Jogja, maka ditegaskan saja campaign bahwa Zendo Jogja masih hanya menerima orderan untuk wilayah Kota Jogja saja.
Karena, selain saya, tentu masih banyak orang yang menyangka bahwa Zendo ini sudah seperti aplikasi ojol lain, yang driver-nya sudah menyebar. Kalau salah sangka itu terus-terusan terjadi, akibatnya bisa seperti driver yang saya alami: bolak-balik jarak jauh untuk fee yang nggak nutup.
Begitu pula di 70 kota/daerah lain—sebagai lokasi ketersebaran Zendo. Ditegaskan, untuk sementara, titik mana yang available dan aksesibel.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi
BACA JUGA: Cara Berkendara Motor Plat K Diresahkan Orang Jogja, Tapi bikin Takjub Orang Surabaya atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan