Dulu sama-sama kuliah di UNS Solo, bertemu lagi di kampus berbeda dan dengan status berbeda. Satu sebagai dosen dan satunya lagi jadi mahasiswa yang transfer kampus setelah drop out.
Sebelum berbincang dengan sosok yang mengalami kisah unik itu, saya juga pernah mewawancarai mahasiswa ITS yang punya pengalaman serupa. Mabrur (26) namanya. Saat sidang skripsi pada akhir 2023 silam, ia merasa kaget sekaligus miris dengan dirinya.
Pasalnya, saat sidang skripsi Mabrur bertemu teman seangkatannya yang sudah jadi dosen muda di ITS. Sudah lulus S2, sementara Mabrur, menjelang semester 14 baru sidang skripsi.
Namun, kisah dari Imron Fatkhul jauh lebih mengejutkan. Lelaki ini dulunya merupakan mahasiswa UNS di Jurusan Pendidikan Jasmani dan Olahraga yang masuk pada 2006 silam.
Kuliahnya di Solo cukup lancar. Meski tidak cepat-cepat amat, pada 2011 ia berhasil lulus. Salah satu alasan lulusnya sampai hampir lima tahun karena Imron bertemu dengan dosen pembimbing yang begitu detail dan teliti.
Saat itu, ia mendapat dosen pembimbing yang sama dengan lima teman akrabnya. Namun, tidak semuanya berhasil lulus. Jika Imron justru jadi terpantik untuk rajin dalam melakukan riset karena bertemu dosen pembimbing itu, temannya agak kewalahan.
“Kalau bagi saya, justru karena dibimbing dengan detail oleh beliau jadi terdorong untuk belajar dan baca buku secara serius. Keinginan jadi dosen ya baru muncul saat mengerjakan skripsi,” kelakarnya saat Mojok wawancara Kamis (15/2/2024) lalu.
Ia melanjutkan studi S2 pada 2011 dan lulus menyandang gelar magister pada 2014. Selama proses itu, sebenarnya, sekali dua kali ia masih bertemu dengan teman mahasiswa UNS yang dulu satu dosen pembimbing.
“Ketemu cuma pas acara seperti buka puasa bersama. Nggak ngobrol banyak, setahu saya ya masih proses menyelesaikan skripsi,” kenangnya.
Pengalaman pertama bertemu teman yang pindah kampus setelah drop out dari UNS
Selepas lulus S2, Imron akhirnya diterima menjadi dosen di UTP Solo pada 2014. Ia mengajar di Jurusan Pendidikan Kepelatihan Olahraga.
Pertemuan dengan teman mahasiswa UNS itu terjadi di mata kuliah metodologi penelitian. Saat Imron masuk kelas di awal semester, ia kaget, melihat sosok yang tak asing sedang duduk di deretan bangku mahasiswa.
Di kelas, meski sudah saling menyapa namun Imron tidak bisa banyak berinteraksi dengan temannya itu. Ia pun mengajaknya untuk bertemu di ruang dosen setelahnya.
“Awalnya itu jelas canggung juga ya, baik dia maupun saya,” kelakarnya
Baca halaman selanjutnya…
Ketemu teman lain di 2024 yang sedang memperjuangkan sarjananya
Kondisi seperti teman Imron memang jamak dirasakan mahasiswa yang tidak bisa merampungkan studi sampai batas tenggat waktu yang diberikan kampus. Mereka biasanya mendapat opsi untuk pindah kampus demi bisa merampungkan studinya.
Meski harusnya tinggal melanjutkan tugas akhir, terkadang ada beberapa penyesuaian. Mahasiswa UNS Solo itu dulunya berasal dari Jurusan Pendidikan Jasmani dan Olahraga, sehingga saat pindah ke Jurusan Pendidikan Kepelatihan Olahraga ada beberapa mata kuliah yang perlu ia ambil untuk penyesuaian kurikulum.
“Setelah bisa ngobrol dia langsung tanya macam-macam. Salah satunya soal kewajiban ikut magang kepelatihan olahraga. Ya itu salah satu bagian dari proses penyesuaian kurikulum,” ujarnya.
Bertemu teman lain yang pada 2024 masih proses menyelesaikan studi S1
Imron mengaku langsung memberikan semangat dan keyakinan bahwa temannya akan lulus menyandang gelar sarjana di UTP. Selanjutnya, sesekali ia pun saling berkabar progres perkuliahan temannya tersebut. Sampai akhirnya ia berhasil lulus.
“Setiap ketemu dia, candaan kami selalu sama, mengenang masa jadi mahasiswa UNS. Termasuk tentang proses skripsi bersama dosen pembimbing yang menantang. Sekarang dia sepertinya sudah jadi guru olahraga,” ujarnya tertawa
Namun, jauh setelah itu, Imron juga sempat kaget bertemu teman lain dari UNS yang baru melanjutkan studinya yang tidak rampung. Rekannya sempat berhenti kuliah lama setelah gagal lulus dari UNS.
“Saya ketemu dia itu pas lagi ngurus administrasi. Sampai sekarang masih proses menamatkan kuliah di UTP,” katanya.
Bedanya, meski satu angkatan teman yang satu ini dulunya tidak dapat dosen pembimbing yang sama dengan Imron. Sehingga, ia sama sekali tak tahu kabarnya.
Pertemuan-pertemuan dengan teman lamanya ini membuat Imron memahami betapa kompleksnya proses studi mahasiswa. Di balik terlambat lulus, selalu ada kendala baik teknis maupun personal yang mereka hadapi. Pemahaman itu membuatnya menjadi punya pandangan yang pijak saat menjadi dosen.
Penulis: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.