Kisah Haru Bapak Tukang Ojek Berhasil Kuliahkan Dua Putrinya di UNY Berkat Motivasi dari Para Penumpang

Ilustrasi kuliah di UNY (Mojok.co)

Seorang tukang ojek pangkalan yang saya temui di Stasiun Lempuyangan berhasil menguliahkan dua anak perempuannya di UNY. Bagi lelaki dengan ekonomi serba terbatas ini, semua berkat motivasi yang ia dapat dari para penumpang.

Kisah itu saya dapatkan secara tidak sengaja. Awalnya, saya hanya ingin mencari seorang tukang ojek pangkalan yang masih aktif di tengah gempuran ojek online (ojol). Namun, begitulah, liputan lapangan kadang membawa kepada cerita-cerita tak terduga yang sering memompa semangat untuk bekerja.

Mulanya, saya melihat lelaki yang berhasil menguliahkan dua putrinya di UNY itu di pintu gerbang Stasiun Lempuyangan. Ia sedang termenung menunggu penumpang sambil sesekali mengecek ponselnya.

Saat saya mencoba mendekat dan mengajaknya berbincang, ternyata ia cukup ramah. Seperti tidak ada rasa sungkan dengan orang asing yang baru ia temui.

“Wartawan dari mana Mas?” tanyanya ramah sambil mengajak saya duduk lesehan di dekat pintu gerbang.

Namanya Sugianto (57), ia sudah menjadi tukang ojek sejak 1997. Dari awal dia sudah mangkal di Stasiun Lempuyangan dan masih memilih bertahan meski ojol kini lebih banyak jadi pilihan.

Sebenarnya, ia juga terdaftar di aplikasi ojol. Namun, ia masih memilih untuk mangkal karena merasa lebih nyaman tanpa perlu berputar terlalu jauh.

Selain itu, baginya masih ada penumpang yang memilih ojek pangkalan. “Sekitar 10-20 persen Mas, kalau di sini, masih pilih ojek seperti saya. Mungkin karena cepat, begitu keluar kereta kami sudah siap di depan,” tuturnya.

Hal itu jadi salah satu alasannya bertahan. Selain urusan ekonomi, baginya kerja jadi tukang ojek membawa banyak pengalaman menyenangkan karena bertemu dengan penumpang.

“Saya banyak ngobrol dengan dosen dan mahasiswa. Ada yang dari UGM, UNY, UII, banyak Mas,” katanya antusias.

Motivasi dari penumpang yang mendorong kuliahkan anak di UNY

Selepas berbincang singkat soal pekerjaannya, ia tiba-tiba menanyakan soal pendidikan saya. Sejurus kemudian menceritakan dengan bangga kedua anaknya yang bisa kuliah di UNY.

“Pendidikan saya rendah tapi gimana caranya harus bisa menyekolahkan anak sampai sarjana,” cetusnya.

Sugianto mengaku selalu senang kalau dapat penumpang mahasiswa. Dulu, ia membayangkan anaknya bisa seperti mereka. Ternyata, mimpi yang ia bayangkan dulu benar-benar kesampean.

tukang ojek kuliahkan anaknya di UNY.MOJOK.CO
Seragam yang selalu Sugianto pakai saat bekerja (Hammam Izzuddin/Mojok.co)

Ia mengenang kegundahannya saat anak pertamanya lulus SMA pada 2009 silam. Ia resah tak punya cukup uang untuk membiayai anaknya kuliah. Keresahan itu ia bagikan ke penumpang-penumpangnya.

“Saya ingat cerita ke penumpang yang kerjaannya dosen saat itu. Dia bilang, pokoknya yang penting bisa masuk dulu. Urusan biaya nanti bisa diatur setelah masuk,” kenangnya.

Benar saja, anaknya berhasil lulus seleksi mandiri di UNY. Sugianto mengaku rasa senangnya melampaui kepusingan biaya yang agak mahal karena lolos dari jalur mandiri.

“Pokoknya saya carikan utang ke saudara dulu. Saya percaya, bakalan bisa kuliah,” ungkapnya semangat.

Baca halaman selanjutnya…

Keberhasilan anak sumber kebahagiaan orang tua

Ia lalu mengambil hp dari sakunya, menunjukkan foto anak putri pertamanya itu yang sekarang sudah kerja sebagai pegawai di kelurahan. “Anaknya sudah satu. Cucu saya satu sekarang,” tuturnya bungah.

Anak keduanya, terpaut 13 tahun dengan si sulung. Pada 2022 lalu, ia juga berhasil lolos ke di Pendidikan Seni UNY. Sugianto mengaku bahagia, anaknya bisa mendapat KIP Kuliah sehingga ia tak perlu keluar biaya.

Katanya, anak keduanya ini sejak SMA memang nilainya cukup baik. Sugianto mengaku hanya memberikan pesan sederhana kepada setiap anaknya.

“Saya cuma bilang, ‘nduk kalian mau pada kuliah nggak? Kalau mau, pokoknya harus belajar yang rajin’,” tuturnya.  Berbekal pesan itu, anaknya punya semangat untuk belajar yang kadang membuat Sugianto terharu.

Keberhasilan anak sumber kebahagiaan orang tua

Penghasilan dari pekerjaannya memang tidak menentu. Hari-hari ini, dalam sehari ia umumnya bisa mengantar dua sampai tiga penumpang. Jauh lebih sedikit dari tahun-tahun sebelum ojol mulai mengaspal di Jogja.

Namun, Sugianto seperti tidak mempersoalkan situasinya sekarang. Menurutnya, sumber kebahagiaannya berhasil menguliahkan anak. Hal yang berhasil ia lakukan dengan tuntas setelah anak keduanya masuk UNY.

Tiba-tiba Sugianto melempar pertanyaan, “Nyaman Mas jadi wartawan?”

Saya tertawa mendengarnya. Sebagaimana pekerjaan lainnya, wartawan punya sisi menyenangkan dan sisi melelahkan. Sugianto lalu mendoakan saya agar lancar dalam pekerjaan.

Sebelum kami berpisah, ia mengajak saya untuk berswafoto. Ia mengeluh wajahnya kusam sekali gara-gara kerja di jalanan.

“Beginilah Pak, saya juga, kita sama-sama kerja di jalan,” celetuk saya. Sugianto ikut tertawa dan foto kami pun tersimpan di galeri hapenya.

Penulis: Hammam Izzuddin

Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA Kisah Kampung “Gali” di Dekat Tugu Jogja yang Dulu Ditakuti Sampai Maling Tak Berani Masuk

Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News

Exit mobile version