Pelanggan dari usia muda hingga tua rela mengantre di kios jamu Bu Tari (71). Sikapnya yang ramah membuat pelanggan betah. Tak hanya itu, mereka juga mengakui khasiat jamu buatan Tari, bahkan rela mengantre sampai larut malam di kios jamu legendaris di Kota Jogja.
***
Waktu menunjukkan pukul 20.00 WIB saat saya tiba di kios jamu Bu Tari di Jalan RE Martadinata Nomor 17, Wirobrajan, Jogja. Beberapa pelanggan dari berbagai usia tampak mengantre. Mereka duduk di bangku plastik berwarna merah dan bangku kayu panjang di depan kios.
Tari tampak melayani mereka satu persatu. Sambil memeras racikan jamu di tangannya, Tari menanyakan keluhan yang dirasakan pembeli.
“Belakangan ini saya sering batuk, badan pegal-pegal,” ujar seorang pelanggan laki-laki paruh baya.
“Kecapekan habis kerja nggih Pak?” jawab Tari.
“Biasalah, demi keluarga,” ucap laki-laki paruh baya itu lagi sembari terkekeh.
Tak perlu waktu panjang bagi Tari untuk meracik jamu yang ampuh meredakan keluhan pelanggan, sebab ia sudah punya pengalaman yang panjang. Saat kecil, Tari ikut membantu ibunya berjualan jamu keliling. Ibu Tari bernama Mbok Mangun.
Dulu, Mbok Mangun belajar dari kakaknya alias bude Tari. Bude Tari merupakan abdi dalem Kraton Jogja pada masa Hamengku Buwana IX. Saat menjadi abdi dalem, budenya mendapat tugas untuk membuat jamu di keluarga kraton.

Dari sanalah Tari menurunkan bakat ibunya. Beranjak dewasa, Tari kemudian membuat kiosnya sendiri. Kios itu sudah buka sejak tahun 1977. Pembelinya berasal dari berbagai usia bahkan luar daerah.
Dari tua hingga muda cicipi jamu
Dari pukul 20.00 WIB hingga 21.30 WIB, kios jamu Bu Tari tak pernah sepi. Para pelanggan terus datang bergantian. Ketika seorang pelanggannya beranjak pergi usai membayar, ada saja pelanggan lain yang datang. Pelanggannya tak hanya berasal dari Jogja, tapi juga dari luar daerah seperti Indah (64).
Ia mengaku sudah 15 menit menunggu pesanan jamu anaknya. Perempuan asal Jombang itu membawa menantu perempuan serta cucunya untuk membeli jamu di kios Tari, Jogja.
“Saya tahu dari suami saya yang asli sini. Dia juga langganan, jadi saya bawa juga menantu dan anak saya,” kata Indah kepada Mojok, Selasa (18/3/2025).
Indah bercerita jika cucunya mengalami gangguan pencernaan. Beberapa kali ia sudah membawa cucunya ke dokter tapi menurutnya obat yang diberikan kurang mempan. Ia percaya jika asupan sang ibu bagus maka air ASI yang diberikan juga bagus.
“Jadi nanti ibunya bayi yang minum, biar air ASI-nya ngefek,” kata Indah.
Tak hanya Indah, Widya (67) yang juga membawa cucunya mengaku sudah antre lama, tapi ia tahan-tahan saja karena ingin merasakan khasiat jamu peras Tari. Widya datang bersama cucu perempuannya yang baru duduk di bangku SMA.

“Cucu saya sedang haid, kalau saya cuman pegal-pegal,” kata Widya.
Sudah lima kali ini, Widya datang ke kios jamu Tari. Namun, bagi cucunya, kunjungan tersebut baru yang pertama kali. Ia mau-mau saja ikut neneknya karena ingin mencoba jamu. Menurut dia, jarang ada anak-anak seusianya yang minum jamu.
“Banyak yang nongkrong beli kopi, padahal jamu juga enak,” kata cucu perempuan Widya.
Khasiat jamu Bu Tari Jogja
Agar pelanggannya tak bosan, Tari selalu mengajak mereka mengobrol. Mendengar curhatan dari pelanggannya, Tari sering kali menimpalinya dengan senyum. Ia kemudian memberikan saran-saran sembari memeras racikan jamu di tangannya.
Tak pelak, jari-jari ditangannya terlihat kuning. Meski begitu, Tari tetap menjamin kebersihan dapur serta jamunya. Ia selalu mencuci tangannya usai meracik sebuah jamu, termasuk barang-barang yang baru dipakai.
Sebelum pelanggan semakin ramai, saya ikut memesan jamu buatan Tari. Sembari memeras bumbu, Tari bertanya dari mana asal saya. Mungkin ia kebingungan mendengar logat saya. Ia juga bertanya keluhan fisik yang saya hadapi.
Beberapa menit kemudian, Tari menyuguhkan Jamu Kunir Asem. Jamu itu terkesan kental daripada jamu yang pernah saya coba di kios lainnya. Sensasi pahit baru terasa di akhir tegukkan. Itulah mengapa Tari juga menyediakan penawar atau camilan.

Namun, saya sempat berbincang dengan menantu Tari, Natalia Dewi (36), yang ikut membantu mertuanya berjualan di kios yang terletak di Jalan RE Martadinata, Wirobrajan, Jogja.
Menurutnya, banyak pelanggan yang memesan Jamu Kunir Asem, Jamu Beras Kencur, Jamu Pegel Linu, Jamu Uyub-uyub, Jamu Anyepan, hingga Jamu Galian Singset, tergantung dari khasiat yang diinginkan.
“Kalau Jamu Uyub-uyub untuk memperlancar produksi ASI, Jamu Anyepan untuk penyubur kandungan, serta Jamu Galian Singset untuk melunturkan lemak,” kata Dewi.
Selain itu, Tari juga menjual Jamu Sehat Lelaki, Watukan, Sawan Kikir, Kolesterol, Cekok atau nafsu makan, Keputihan, hingga Sari Rapet. Harga setiap jenis jamu berbeda, mulai dari Rp10 ribu hingga Rp20 ribu.
“Kalau tambah telur madu cukup tambah Rp6 ribu,” ujar Dewi.
Penulis: Aisyah Amira Wakang
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: Jurusan Pengobat Tradisional di Unair, Kuliahnya Nggak Hanya Bikin Jamu atau Liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.












