Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Liputan Catatan

Kegundahan Para Perantau di KA Pasundan, Berat Tinggalkan Kampung Halaman usai Libur Lebaran tapi Tak Punya Banyak Pilihan

Muchamad Aly Reza oleh Muchamad Aly Reza
8 April 2025
A A
Kegundahan di KA Pasundan Lebaran. Perjalanan berat meninggalkan kampung halaman MOJOK.CO

Ilustrasi - Kegundahan di KA Pasundan Lebaran. Perjalanan berat meninggalkan kampung halaman. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Dari Jombang, deretan kursi yang saya dan istri duduki di KA Pasundan Lebaran masih kosong. Setiba di Stasiun Madiun, beberapa penumpang mulai ikut duduk. Termasuk seorang bapak dan putrinya yang berusia empat tahunan.

“Tas ayah udah sobek.”

“Iya. Ayah belum beli lagi.”

“Ayah memang ada uang buat beli?”

“Ya nanti-nanti dulu.”

“Kalau beli memang di mana?”

“Ada toko tas. Belinya bisa di situ.”

Diam sejenak.

“Ayah. Nanti kalau sampai di rumah, abis mandi, abis bersih-bersih, kita buka celenganku ya.”

“Memangnya mau buat apa?”

“Nanti uangnya buat beli tas ayah. Ayah beli tas baru pakai uangku aja.” Si ayah tersenyum dengan mata berkaca-kaca. Lalu mencium ubun-ubun putrinya.

Percakapan dan pemandangan itu tersaji di hadapan kami persis, di KA Pasundan Lebaran dalam rute Surabaya-Kiaracondong, Senin (7/4/2025) siang WIB.

Di KA Pasundan Lebaran, mengenang perjalanan meninggalkan kampung halaman

Bapak-bapak tersebut bernama Dedi. Usianya 40 tahunan. Dia meninggalkan kampung halamannya, Ponorogo, Jawa Timur, untuk kembali ke tempat dia beranak-istri: Kutoarjo.

“Kalau mudik mesti ke Ponorogo. Kampung halaman saya,” ungkap Dedi. Tegur sapa sebelumnya membuatnya malah nyaman untuk berbagi cerita dengan kami.

Iklan

Sudah sejak bujang Dedi meninggalkan Ponorogo. Dulu tujuan utamanya adalah Jakarta karena (konon) menjanjikan kehidupan yang lebih baik.

Di Jakarta, dulu Dedi ikut jualan pakaian di Tanah Abang. Pernah juga menjadi satpam bank. Lalu pada 2014, seorang teman mengajaknya merantau ke Taiwan.

“Di Taiwan dulu juga satpam. Awalnya bener-bener nggak bisa bahasa Mandarin, Mas. Saya belajar otodidak,” ungkapnya.

Dipenjara, lalu mati-matian di Jakarta

Suasana KA Pasundan Lebaran gerbong 7—gerbong tempat kami duduk—agak hening. Banyak penumpang tertidur.

Agar tidak mengganggu penumpang lain, Dedi melirihkan suaranya untuk melanjutkan bercerita. Raut wajahnya tampak antusias.

“Saya legal di Taiwan itu dua tahun. Setelahnya kan ilegal. Saya akhirnya sembunyi-sembunyi. Kerja dan tinggal di perkebunan,” beber Dedi.

Namun, persembunyian Dedi dan sejumlah temannya akhirnya terendus juga oleh pihak imigrasi Taiwan. Pada suatu malam di 2018, pintu tempat tinggal Dedi diketuk dari luar.

Tanpa curiga, dia mengira itu adalah ketukan temannya. Setelah dibuka, ternyata polisi dan pihak imigrasi. Dedi dan sejumlah temannya pun dimasukkan sel sebelum akhirnya dideportasi.

“Ditahan cuma delapan harian. Untungnya, uang yang saya bawa itu cuma diperiksa dan diberitahu petugas dipotong berapa sebagai denda saya. Sisanya masih utuh, dikembalikan lagi,” ucap Dedi.

Setelah lima tahunan di Taiwan, Dedi lalu pulang ke Kutoarjo. Lantaran tidak ada yang bisa dikerjakan di sana, dia memilih kembali ke Jakarta. Kali itu menjadi driver ojek online (ojol).

Menurutnya, kerja menjadi driver ojol itulah hidupnya terasa mati-matian mencari pemasukan untuk dikirim ke kampung halaman. Butuh kerja ekstra untuk mendapat banyak penumpang.

Kampung halaman: nyaman tapi tak memberi harapan

Dari speaker, petugas mengabarkan bahwa KA Pasundan Lebaran yang kami naiki akan berhenti agak lama di Stasiun Walikukun. Sekitar 20 menit. Setelah pengumuman berhenti, Dedi masih lanjut bercerita.

“Awal 2024 ada tawaran dari teman buat kerja di sebuah smelter nikel di Sulawesi Barat. Jadi penerjemah bahasa Mandarin buat mandor-mandornya yang orang Cina,” lanjut Dedi.

Satu tahun kemudian, Dedi berhenti. Beberapa hari sebelum lebaran 2025, dia memutuskan pulang ke Kutoarjo. Lalu membawa anak-istrinya mudik ke Ponorogo.

“Saya tentu penginnya hidup di kampung halaman. Di Kutoarjo nyaman. Di Ponorogo juga nyaman. Cuma, bingung aja, mau kerja apa kalau di sana (Ponorogo maupun Kutoarjo)?,” keluh Dedi.

Untuk saat-saat ini, Dedi masih belum memiliki plan bakal kerja apa lagi setelah libur lebaran usai. Sepanjang belum ada tawaran kerja lagi, dia akan menikmati waktu berkumpul dengan anak-istrinya di rumah.

Kegundahan di KA Pasundan Lebaran

Saat KA Pasundan Lebaran berhenti di Stasiun Walikukun, Dedi memilih diam di kursinya bersama sang anak. Sementara saya memilih turun: menghisap rokok bersama penumpang lain.

Urusan pinjam korek menciptakan obrolan antara saya dengan Kholil (30) di titik teduh belakang gerbong 7. Sama seperti saya dan istri, Kholil ternyata naik KA Pasundan Lebaran dari Stasiun Jombang. Dia akan turun di Kiaracondong, Bandung.

“Rasanya baru sebentar pulang, nyicipi soto daging dan olahan cecek (kikil) ibu. Sekarang sudah harus pergi jauh lagi,” ujarnya. Ada sedikit getar pada suaranya. Seperti menahan tangis.

Kholil tak bercerita detail. Dia hanya menyebut kalau sudah lama dia merantau meninggalkan Jombang. Berpindah-pindah dari satu kota ke kota lain untuk bekerja. Dari Surabaya, Jakarta, lalu kini Bandung.

“Samean (kamu) nggak kepikiran menetap di Jombang ta, Mas?” tanya Kholil.

Tentu saja (penging). Sering saya berdiskusi dengan istri, suatu saat ada masanya kami akan kembali untuk menetap di Jombang. Tapi masih suatu saat. Entah kapan. Rasa-rasanya masih jauh.

“Lihat ibuku semakin tua. Aku sendiri makin dewasa malah makin sedih setiap meninggalkan rumah. Jadi pengin banget pulang ke Jombang aja,” tutur Kholil.

Akan tetapi, pulang ke Jombang pun, bagi Kholil, tidak lantas merampungkan kegundahannya. Sebab, masalah selanjutnya: apa yang bisa dia kerjakan di Jombang?

Obrolan kami belum sepenuhnya tuntas. Namun, KA Pasundan Lebaran sudah harus melanjutan perjalanan.

Sekembali ke tempat duduk saya, saya dapati Dedi tertidur. Sementara putrinya sedang asyik main hp. Sisa perjalanan menuju Jogja saya habiskan dengan lamunan menatap luar jendela. Tiba-tiba banyak hal berkecamuk di batin dan kepala.

Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi

BACA JUGA: THR Ludes sementara Gajian Masih Lama, Kembali ke Perantauan dengan Nelangsa dan Hidup dalam Keprihatinan atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan

 

 

 

Terakhir diperbarui pada 8 April 2025 oleh

Tags: arus balikka pasundanka pasundan lebarankereta api pasundan
Muchamad Aly Reza

Muchamad Aly Reza

Reporter Mojok.co

Artikel Terkait

THR ludes, libur lebaran selesai, sementara gajian masih lama. Kembali ke perantauan dengan penuh keprihatinan MOJOK.CO
Ragam

THR Ludes sementara Gajian Masih Lama, Kembali ke Perantauan dengan Nelangsa dan Hidup dalam Keprihatinan

6 April 2025
Puncak arus balik diperkirakan terjadi dua gelombang
Kilas

Perkiraan Arus Balik dan Ruas Tol yang Beri Diskon

24 April 2023
Syarat Naik KA dari dan ke Jogja Saat Mudik dan Arus Balik. MOJOK.CO
Kilas

Syarat Naik Kereta Api dari dan ke Jogja Saat Mudik dan Arus Balik

15 April 2023
mengenal rip current alasan tidak berenang di pantai parangtritis
Kilas

Mengenal Rip Current, Alasan Wisatawan Nggak Boleh Berenang di Pantai Parangtritis  

31 Desember 2022
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Kirim anak "mondok" ke Dagestan Rusia ketimbang kuliah UGM-UI, biar jadi petarung MMA di UFC MOJOK.CO

Tren Rencana Kirim Anak ke Dagestan ketimbang Kuliah UGM-UI, Daerah Paling Islam di Rusia tempat Lahir “Para Monster” MMA

1 Desember 2025
Bioskop NSC Rembang, bangunan kecil di tanah tandus yang jadi hiburan banyak orang MOJOK.CO

Bioskop NSC Rembang Jadi Olok-olokan Orang Sok Kota, Tapi Beri Kebahagiaan Sederhana

1 Desember 2025
Bencana Alam Dibuat Negara, Rakyat yang Disuruh Jadi Munafik MOJOK.CO

Bencana Alam Disebabkan Negara, Rakyat yang Diminta Menanam Kemunafikan

3 Desember 2025
Judi Online, judol.MOJOK.CO

Pengalaman Saya 5 Tahun Kecanduan Judol: Delusi, bahkan Setelah Salat pun Doa Minta Jackpot

2 Desember 2025
waspada cuaca ekstrem cara menghadapi cuaca ekstrem bencana iklim indonesia banjir longsor BMKG mojok.co

Alam Rusak Ulah Pemerintah, Masyarakat yang Diberi Beban Melindunginya

1 Desember 2025
jogjarockarta.MOJOK.CO

Mataram Is Rock, Persaudaraan Jogja-Solo di Panggung Musik Keras

3 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.