Hiburan pereda stres para penagih
Ami mengakui bahwa beban terberat para penagih mengendalikan emosi saat berhadapan dengan nasabah. Terlebih, banyak di antara pelaku profesi ini yang berlatarbelakang dunia jalanan.
Para kolektor juga berkejaran dengan target demi mendapatkan upah. Kebanyakan di antara mereka punya status freelance. Nominal upah yang berdasarkan seberapa banyak tagihan yang cair.
“Kebanyakan kolektor itu kan freelance. Saya awalnya gitu tapi akhirnya kan ngurus cabang Jogja, dapat gaji pokok. Kalau turun ke lapangan nanti dapat komisi,” paparnya.
“Kalau yang mengejar target ini rentan stress. Jadi sering ada istilahnya entertain buat kami,” paparnya.
Demi meredakan stress, bisanya mereka pergi minum dan karaoke. Kebiasaan ini telah melekat di kalangan kolektor.
Ami mengaku, ia harus berusaha memfasilitasi kegiatan itu demi meningkatkan semangat rekan-rekannya. Pulang malam, kadang istrinya mengetahui nota tagihan yang ada di kantongnya. Seringkali, istrinya mengeluhkan kebiasaannya itu.
“Ya bagaimana lagi. Konco-konco podo butuh,” kenangnya.
Ami akhirnya memutuskan berhenti sebagai debt collector dengan beralih ke properti. Itu tak lepas dari keinginan menyenangkan hati istrinya. “Istri nggak mau saya mabuk-mabukan atau karaoke,” katanya tersenyum.
Perlahan dari yang semula menjadi makelar properti, ia sekarang mengembangkannya dengan membeli rumah, memperbaiki kemudian menjualnya lagi.
Menagih utang itu melelahkan
Hal serupa juga diceritakan oleh Prianggono (46), mantan kolektor di Semarang. Ia juga berasal dari dunia jalanan sebelum nyemplung di dunia penagihan utang.
Baginya, stres bagi penagih adalah ketika bertemu dengan rupa-rupa debitur. Di satu sisi mereka berusaha memahami kondisi keuangan pengutang namun di sisi lain ada target yang membayangi.
“Ya orang utang itu macam-macam. Ada yang cukup diperlakukan halus tapi ada juga yang perlu agak sedikit keras,” kenangnya.
Menurutnya pekerjaan itu cukup bisa mendatangkan banyak pundi-pundi uang baginya. Namun, uang yang datang sepadan dengan biaya melepas penat yang harus ia keluarkan. Menagih utang baginya adalah pekerjaan yang melelahkan.
“Saya karaoke seminggu paling nggak tiga kali. Saking stresnya,” ujarnya.
Karaoke dan mabuk-mabukan adalah caranya melepas penat kerja. Mas Pri mengaku selalu pamit kepada sang istri saat hendak pergi karaoke bersama rekan kerjanya tengah malam.
Tidak mudah untuk keluar dari lingkaran kebiasaan itu. Selain berhenti menjadi kolektor, Pri juga akhirnya hijrah ke Jogja. Tempat di mana akhirnya ia menemukan jalan terang. Bahkan Pri kini membuka panti asuhan di Sleman.
Bahkan setelah hijrah, suatu ketika teman-teman lamanya di Semarang memberi kabar hendak berkunjung ke Jogja. Mereka berencana silaturahmi sekaligus menawari Mas Pri untuk bekerja sebagai DC kembali.
Mereka datang berombongan menggunakan mobil. Sesampainya di kediaman Mas Pri, teman-teman itu kaget.
“Oalah, jebul koe tenanan ngurusi panti asuhan saiki,” ujar Pri, menirukan keheranan teman lamanya. Saat itu, lantaran sungkan, teman lamanya tak jadi membuka satu krat miras yang telah dibawa di mobil.
Senada, Ami juga bercerita setelah kini beralih kehidupan di dunia properti, banyak hal yang berubah. Ia menemukan lingkungan yang begitu berbeda.
“Ya berbeda sekali. Tapi memang kolektor itu sebenarnya urusan komunikasi dan negosiasi. Bahkan mantan nasabah bisa jadi relasi yang bagus kalau kita baik-baik. Itu bahkan jadi bekal saya sekarang pas ngurus properti,” pungkasnya.
Reporter: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Curahan Hati Korban Sindikat Penipuan Kerja Online, Stres Uang Tabungan Puluhan Juta Lenyap dan tulisan menarik lainnya di kanal Liputan.