Meninggalkan tenaga dalam
Sebagai perguruan pencak silat, Tapak Suci juga tidak mengenal praktik tenaga dalam, maupun ilmu kekebalan. Sejak resmi berdiri pada 1963, praktik-praktik tersebut tak lagi dipakai.
Pendekat besar TS, Barie Irsyad, pada acara sarasehan di Bina Manggala 1991 silam pernah menyampaikan bahwa perguruan ini menganut aliran rasional. Setiap geraknya memanfaatkan kemampuan akal dengan memfungsikan kegunaan fisik beserta perangkatnya secara optimal.
Barie Irsyad mengungkapkan bahwa ilmu yang dituangkan dalam Tapak Suci berdasarkan pada kecepatan dan ketepatan. Sehingga di Perguruan Tapak Suci tidak diajarkan mantera-mantera, lelaku, puasa khusus untuk mencapai ilmu tertentu dan sebagainya, tapi semua ilmu yang diajarkan selama ini adalah ilmu yang berdasarkan pada rasio.
Bowo berujar bahwa sebagian dari para pendiri TS juga mulanya menganut ilmu-ilmu kanuragan atau tenaga dalam. Ada nama seperti Ahmad Dimyati dan Muhammad Wahin yang mulanya mengembangkan cikal-bakal perguruan tersebut.
Dua sosok tersebut berguru pada sosok pendekar beraliran Banjaran dari Banjarenegara. Setelah itu keduanya juga sempat berkelana ke berbagai tempat untuk menimba dan menguji keilmuan beladiri.
“Ada singgungan dengan beragam hal ya termasuk hal-hal semacam tenaga dalam itu,” papar Bowo.
Punya ilmu pengebalan tapi bukan tenaga dalam
Kendati begitu, setelah pulang ke Jogja dan mendirikan perguruan Cikauman. Ilmu-ilmu itu mulai mereka tinggalkan. Sehingga ketika TS lahir pun sudah tidak menggunakannya sama sekali. TS merupakan gabungan dari tiga perguruan yakni Perguruan Kauman, Seranoman, dan Kasegu.
Namun, sejatinya praktik memperkuat diri masih sempat berjalan di tubuh anggota TS. Bowo menyebutnya dengan istilah pengebalan.
“Bukan kekebalan. Berbeda!” tegasnya.
Pengebalan merupakan proses menguatkan bagian tubuh tertentu melalui latihan fisik murni. Bagian yang ingin diperkuat akan ditempa secara terus menerus. Sehingga menjadi lebih tahan terhadap benturan.
“Dulu awalnya semua badan itu dilatih seperti itu. Tapi untuk menghindari rasa takabur hal itu dihilangkan dari perguruan,” terangnya.
Saat ini, masih ada perguruan TS di beberapa daerah yang masih melakukan praktik tersebut. Namun fokus pada area spesifik. Di Jakarta misalnya, masih banyak latihan pengebalan pada lengan tangan bagian luar yang berfungsi menangkis dalam jurus rajawali perguruan ini.
Kelembutan akhlak dan prestasi jadi daya tarik
Meski tidak melakukan praktik tenaga dalam tersebut, perguruan ini masih banyak menarik minat para penyuka beladiri. Bagi Bowo, daya tariknya justru ada di kelembutan akhlak dan prestasi para atlet yang terus buktikan di dalam dan luar gelanggang.
Seperti perjumpaan dengan orang tua di luar arena latihan, mereka yakin dengan perguruan ini lantaran pamornya yang tertib dan tidak suka terlibat pertikaian. Pertarungan, bagi para siswa TS adalah di gelanggang.
“Mungkin pikiran orang tua, nggak mungkin kalau di organisasi otonom Muhammadiyah kok urakan,” ujarnya tertawa.
Bicara prestasi, TS juga sering unjuk diri. Pada gelaran SEA Games 2023 lalu, sejumlah medali dari cabang olahraga Pencak Silat dan Kun Bokator berhasil diraih atlet berlatarbelakang perguruan ini.
Hal itu menunjukkan, setiap perguruan pencak silat di Indonesia, meski berangkat dari nafas kearifan lokal yang sama punya corak yang beragam. Mereka memiliki cara masing-masing untuk terus berkembang dan meraih prestasi. Seperti Tapak Suci Putera Muhammadiyah yang terus tumbuh dengan slogannya, “Dengan Iman dan Akhlak Aku Menjadi Kuat, Tanpa Iman dan Akhlak Aku Menjadi Lemah”.
Reporter: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Alasan Anak Muda Pendekar PSHT Tetap Cinta Perguruan Meski Rentetan Konflik Mendera
Cek berita dan artikel lainnya di Google News