Semua berubah setelah ibu tiada
Ibu Kamal meninggal pada 2021 silam, di tengah gelombang pandemi Covid-19. Sejak hari duka itu, semua berubah. Gairah hidup Kamal berubah. Begitu juga suasana di atas meja ruang tamu rumahnya.
Beberapa toples Tupperware memang masih dia pertahankan di atas meja. Sementara sisanya tidak terpakai lagi. Tapi tidak seperti di semasa hidup ibunya, toples-toples itu kini lebih sering kosong.
“Lebaran demi lebaran, tiap aku ngisi toples itu dengan jajanan, setelahnya aku mesti terduduk sambil menatap toples-toples itu. Rasanya kosong sekali,” ungkap Kamal.
Lulus kuliah Kamal sudah tidak lagi merantau di luar Kediri. Dia merintis bisnisnya sendiri di Kediri. Artinya, dia punya banyak waktu di rumah.
Hal itu tentu saja membuat Kamal lebih sering nongkrong dengan teman-teman SMA-nya. Akan tetapi, Kamal justru lebih sering mengajak teman-temannya nongkrong di luar.
“Kalau temen-temenku ngumpul di rumah, suka bikin sedih. Ada aja yang nyeletuk, ‘Kangen suara ibumu. Kangen disuruh makan, dan lain-lain’,” beber Kamal.
Tupperware: bikin iri keluarga miskin (1)
Dari Kamal, Mojok pun berbincang dengan salah satu teman SMA-nya yang sering nongkrong di rumahnya: Septian (26).
Septian jelas merasa tidak relate dengan kabar bangkrutnya Tupperware. Dia bukan pengguna.
Namun, kalau ditanya kenangan, secara tidak langsung dia tentu saja punya. Mengingat, dia sering bersinggungan dengan toples-toples di rumah Kamal.
“Kalau toples di rumahku itu kan toples bekas makanan apa gitu. Misalnya, toples Khong Guan. Disimpan buat diisi rengginang. Toples bekas permen karet Yosan yang bulet itu buat diisi jajanan lain. Gitu-gitu lah,” beber Septian.
“Kotak makan apalagi. Ya nggak punya lah. Dulu zaman sekolah itu pilihannya dua, kalau nggak sarapan di rumah ya nggak sarapan sama sekali. Nggak ada bekal-bekalan,” sambungnya.
Septian mengaku baru ngeh betapa prestisnya “Tupperware” sejak lulus SMA. Sebelumnya, dia hanya tahu kalau kotak makan dan toples di rumah Kamal bernama itu. Sebatas itu. Tidak lebih.
Sejak tahu itu prestisnya merek tersebut, Septian malah makin sadar, betapa pas-pasannya kondisi keluarganya karena memegang prinsip: daripada beli toples mahal-mahal, kan mending pakai toples-toples bekas. Toh fungsinya sama saja: buat naruh camilan.
Bikin iri keluarga miskin (2)
“Dulu irinya sebatas: enak ya Kamal sekolah dibawain bekal ibunya. Enak ya di rumah Kamal, pasti ada camilan,” ucap Septian.
Lalu di kemudian hari, setelah Septian tahu betapa prestisnya Tupperware, irinya bertambah: dulu ternyata kehidupannya jauh dari “kemewahan.
Ada keinginan Septian membeli sejumlah produk Tupperware untuk istrinya (Septian menikah sejak usia 23 tahun. Lebih dulu ketimbang Kamal yang sampai saat ini masih belum niat menikah, meskipun memiliki pacar). Agar istri Septian punya kebanggan karena memiliki produk tersebut. Tapi belum juga terealisasi, Tupperware malah sudah kukut.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi
BACA JUGA: Selamat Jalan Tupperware, Terima Kasih Telah Memberikan Trauma Masa Kecil dalam Keluarga atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan












