Demokrasi Belum Terselamatkan Meski DPR Tunda Rapat Paripurna Revisi UU Pilkada, Ada Siasat Lain

Ilustrasi Demokrasi Belum Terselamatkan Meski DPR Tunda Rapat Paripurna Revisi UU Pilkada, Ada Siasat Lain (Mojok.co)

DPR RI resmi menunda Rapat Paripurna yang membahas pengesahan RUU Pilkada karena tak memenuhi kuorum. Kendati demikian, masyarakat harusnya jangan senang dulu. Belajar dari pengalaman, selalu ada “siasat” lain dari anggota dewan di balik keputusan-keputusan penting.

***

Pakar Politik Universitas Gadjah Mada (UGM), Arga Pribadi Imawan, mengaku senang akhirnya perjuangan masyarakat yang turun ke jalan pada Kamis (22/8/2024) menuai hasil manis.

Seperti yang diketahui, mahasiswa dan para aktivis di sejumlah kota seperti Jakarta, Bandung, Jogja, Semarang hingga Makassar melakukan aksi demonstrasi menuntut dibatalkannya revisi UU Pilkada. Bagi mereka, revisi UU Pilkada ada pengangkangan konstitusi dan hanya menjadi karpet merah bagi anak Jokowi, Kaesang Pangarep, untuk maju ke pemilihan gubernur.

Di Jogja, massa aksi melakukan aksi longmarch dari lapangan parkir Abu Bakar Ali menyusuri Jalan Malioboro. Massa yang tergabung dari berbagai elemen, termasuk mahasiswa, pedagang PKL, bahkan akademisi kampus ini melakukan aksi teatrikal di Titik Nol Kilometer Jogja.

Demokrasi Belum Terselamatkan Meski DPR Tunda Rapat Paripurna Revisi UU Pilkada, Ada Siasat Lain.MOJOK.CO
Ribuan massa aksi yang tergabung dari berbagai elemen masyarakat melakukan demonstrasi menolak revisi UU Pilkada di Jalan Maliboro, Jogja, pada Kamis (22/8/2024) (Mojok.co)

“Melihat desakan publik yang muncul, tentu ini membuahkan efek [berupa ditundanya rapat paripurna DPR],” kata Arga saat Mojok wawancarai Jumat (23/8/2024) pagi.

“Tapi melihat perilaku anggota DPR, saya curiga mereka ini memiliki skenario lain,” imbuh Dosen Ilmu Politik dan Pemerintahan UGM ini.

DPR sering mbalelo, memberi kejutan di saat-saat tak terduga

Sejarah berbicara, anggota DPR kerap mbalelo dan memberikan “kejutan” tak terduga di menit-menit akhir. Salah satu yang paling diingat tentunya adalah pengesahan Omnibus Law yang dikebut dalam waktu semalam.

Lebih jauh, statement Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad yang membatalkan rapat paripurna yang membahas revisi UU Pilkada, bagi Arga hanya mengingatkannya pada polemik UU Air 2019 lalu. Kebetulan, saat itu Arga tengah meneliti soal permasalahan ini.

UU Air atau UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA) sebenarnya telah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK) seluruhnya pada 2015 silam. Namun, Rapat Paripurna DPR akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Sumber Daya Air menjadi Undang-Undang pada Agustus 2019 lalu.

“Situasi sama. Rapat paripurna sempat ditunda, publik lengah. Nah, selama penundaan ini ada lobi-lobi antarparpol. Kemudian rapat kembali digelar bahkan sempat ada kericuhan, tapi undang-undang berhasil disahkan dan akhirnya menjadi kontroversi,” jelas Arga.

“Jadi poinnya, pada situasi lengah keputusan-keputusan strategis itu diambil oleh DPR. Bahasanya adalah conditional agenda-setting. Jadi dalam situasi yang lengah tersebut, DPR mengkondisikan segala keputusan mereka,” jelas Arga. 

Hati-hati, DPR juga sering mengesahkan UU di tengah malam

Hal senada juga diungkapkan peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus. Ia mencurigai DPR hanya “bersiasat” dengan menunda rapat paripurna revisi Undang-Undang Pilkada.

Menurut Lucius, siasat itu dijalankan DPR melihat ramainya unjuk rasa menolak revisi UU Pilkada bentukan DPR yang bertentangan dengan putusan MK. 

“Hal itu karena melihat reaksi publik yang mulai ramai berdemonstrasi mendukung keputusan MK, DPR terpaksa mencari siasat agar tidak semakin memicu gerakan penolakan masif dari publik,” ujarnya Lucius, menjabarkan alasannya, Kamis (22/8/2024) lalu.

Menurut Lucius, siasat yang paling mungkin dilakukan DPR saat ini adalah melihat seberapa besar aksi massa yang menolak rencana pengesahan revisi UU Pilkada. Ia menduga, DPR akan mengadakan rapat paripurna apabila jumlah massa pengunjuk rasa tidak cukup meyakinkan untuk mengganggu situasi. 

“Jadi bisa jadi malam hari saat massa demonstrasi sudah capek atau besok pagi-pagi, paripurna itu akan digelar,” kata Lucius.

Dua mata pisau revisi UU Pilkada

Apapun hasilnya nanti, Arga menganggap bahwa revisi UU Pilkada ibarat dua mata pisau bagi partai pendukung. Di satu sisi, mendukung revisi UU Pilkada ini bakal membuat nama parpol menjadi buruk di mata publik.

“Mereka bakal dianggap sebagai bagian dari oligarki. Yang tentunya, ini akan mempengaruhi elektabilitas partai dalam Pilkada,” kata Arga.

Namun, di sisi lain, mendukung revisi UU Pilkada juga memberi kemudahan bagi parpol-parpol pendukung pemerintah. Terutama dalam aspek ekonomi.

“Salah satunya Golkar, yang sudah membuktikan bahwa merapat ke pemerintahan eksekutif, memberikan benefit bagi mereka.”

Penulis: Ahmad Effendi

Editor: Muchamad Aly Reza

BACA JUGA Rektor UII Orasi, 100 Dosen di Kampusnya Juga Ikut Turun ke Aksi Jogja Memanggil

Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News

Exit mobile version