PT Avo Innovation Technology, perusahaan skincare—dengan produk utama Avoskin—yang berbasis di Jogja selama ini dikenal para karyawannya dengan branding positif. Namun, menjelang lebaran 2025 ini, perusahaan tersebut melakukan proses PHK yang dinilai tidak manusiawi.
Pengumuman janggal Avo Jogja
Tuti (narasumber minta nama aslinya disamarkan), sudah berada di luar kota—dalam rangka mudik—ketika Avo Jogja memberi sebuah pengumuman janggal.
“Seluruh karyawan harus kembali ke Jogja setidaknya dalam rentang Kamis (20/3/2025) hingga Senin (24/3/2025). Karena pada Jumat (21/3/2025) aka nada townhall,” ungkap Tuti kepada Mojok, Rabu (26/3/2025) pagi WIB.
Saat itu, terutama di divisi Tuti, direktur divisinya menyebut ada urusan terkait penurunan performa. Maka, wajar saja jika ada instruksi untuk kembali ke kantor secara mendadak, yang mengharuskan karyawan yang sudah mudik atau berada di luar kota harus secara darurat kembali ke Jogja.
Tuti pun kembali. Akan tetapi, ada perasaan janggal dengan panggilan kantor tersebut. Sebab, tidak ada penjelasan lebih gamblang. Pengumuman hanya sebatas ada “townhall darurat” dan tidak jauh-jauh dari performa pekerjaan.
Hal serupa juga dialami oleh Budi (juga bukan nama sebenarnya). Dia masih berada di Jogja saat pengumuman janggal itu dia terima.
“Hanya bisa bertanya-tanya. Kok tiba-tiba banget ada townhall,” timpalnya saat berbagi cerita di waktu yang sama denga Tuti. Baik Tuti maupun Budi bekerja di Avo sudah kisaran empat tahunan.
Tiba-tiba PHK tanpa alasan yang jelas
Pada Jumat (21/3/2025) pukul 10.00 sejumlah karyawan perusahaan produsen Avoskin tersebut mengikuti townhall secara daring. Dalam townhall, diumumkan bahwa akan ada PHK, menimbang kondisi perusahaan yang konon tidak baik.
“Tidak ada transparansi. Misalnya menyangkut kondisi perusahaan seperti apa yang dimaksud. Lalu kualifikasi orang yang kena PHK itu seperti apa, nggak ada,” ungkap Budi.
Setelah townhall, pada pukul 10.30-12.00 WIB ada email masuk ke akun masing-masing karyawan. Isinya instruksi agar masing-masing karyawan ke kantor sesuai jadwal yang telah ditentukan. Merentang Jumat-Sabtu
Pertemuan itulah yang berisi pengumuman nama-nama yang kena PHK oleh Avo Jogja. Ada 92 karyawan yang kena PHK dari total 340-an karyawan di produsen Avoskin tersebut. Tuti dan Budi jadi dua di antaranya.
Suasana kantor pasca pengumuman berubah menjadi riuh. Tentu saja, para karyawan yang kena PHK kaget. Kondisinya teramat janggal dan membingungkan.
“Yang menjelaskan soal PHK itu bukan dari pihak HR/Kepegawaian, tapi dari bagian non-HR. Mereka pun tidak menjelaskan banyak karena mungkin nggak 100% tahu persoalannya,” ungkap Tuti.
Pskilogis karyawan Avo Jogja terguncang
Baik Tuti maupun Budi mengaku psikisnya agak terguncang ketika menjadi bagian dari karyawan yang kena PHK.
Pertama, mereka tidak sepenuhnya siap. Karena pengumuman memang sangat mendadak dan tanpa klu yang transparan sebelumnya. Kedua, perusahaan produsen Avoskin itu juga tidak secara jelas memberi rasionalisasi: misalnya, kenapa karyawan ini di-PHK?
“Kalau seandainya aku tahu apa sih kualifikasi karyawan yang masuk daftar PHK, mungkin aku bisa sedikit terima. Karena ada alasannya. Tapi ini tidak transparan,” tutur Tuti.
“Seandainya sudah jauh-jauh hari ada pengumuman PHK, kami mungkin bisa mempersiapkan mental agar nggak shock. Tapi ini, pengumuman dan eksekusi PHK-nya hanya berjarak tiga jam,” sambung Budi. “Ini kan nggak sesuai Undang-Undang.”
Mekanisme PHK sebenarnya tercantum dalam UU Cipta Kerja Pasal 37-39 PP 35/2021. Disebutkan bahwa pemberitahuan PHK disampaikan secara sah dan patut oleh Pengusaha kepada Pekerja atau Serikat Pekerja paling lama 14 hari kerja sebelum PHK. Bagi pekerja yang masih dalam masa percobaan, pemberitahuan PHK selambat-lambatnya adalah tujuh hari kerja.
Sementara apa yang dilakukan oleh Avo Jogja, jelas bertentangan dengan UU Cipta Kerja tersebut: PHK dilakukan di hari H.
Lebih-lebih, Avo seolah tidak memberikan waktu yang semestinya untuk berunding dengan karyawan sebagaimana juga diatur dalam UU Cipta Kerja terkait larangan PHK sepihak: hanya sosialisasi yang abu-abu dan penuh ketidakjelasan.
Desas-desus efisiensi, hari terakhir di kantor tidak manusiawi
“Nggak ada sosialisasi jauh-jauh hari soal PHK. Adanya klu efisiensi,” ungkap Budi.
“Efisiensi itu pun konteksnya efisiensi anggaran. Bukan efisiensi karyawan,” timpal Tuti.
Bersamaan dengan panggilan untuk mendengar pengumuman PHK, para karyawan yang kena PHK sekaligus diminta mengembalikan device/fasilitas kantor yang dibawa masing-masing karyawan.
Budi yang mendapat panggilan di hari Jumat menyebut, situasi di Avo Jogja di hari-hari PHK itu sangat tidak manusiawi.
“Kendaraan karyawan nggak boleh parkir di dalam kantor. Karyawan masuk dikawal oleh sekuriti. Jadi setiap lantai itu dijaga sekuriti. Kami diawasi, seolah-olah kami kriminal,” ungkap Budi yang juga dibenarkan oleh Tuti.
Budi dan Tuti mengaku, hak-hak finansial mereka sebagai korban PHK sudah dipenuhi oleh perusahaan. Namun, sejumlah karyawan lain menyatakan bahwa nominal uang pesangon yang diberikan tidak sesuai dengan peraturan perusahaan yang berlaku dan tidak ada sosialisasi terkait perubahan kebijakan tersebut.
Alarm bagi karyawan yang lolos PHK
Meski nyesek bukan main, sejumlah karyawan memilih move on. Merasa tidak punya energi untuk melakukan “perlawanan” terhadap Avo Jogja.
Namun, tidak sedikit pula karyawan yang masih dalam kebingungan. Apalagi PHK berlangsung hitungan hari jelang lebaran. Mereka tentu kelabakan untuk mencari lowongan kerja baru nantinya.
Itulah kenapa Budi dan Tuti menjadi dua di antara karyawan korban PHK yang tetap speak up atas ketidakberesan proses PHK di Avo Jogja tersebut.
“Karena kami pengin, jangan ada perusahaan seperti ini lagi. Melakukan PHK dengan semena-mena.”
Selain itu, PHK massal yang semena-mena itu bisa juga menjadi alarm bagi karyawan-karyawan yang saat ini lolos PHK. Jika mekanisme PHK kantor tidak dibereskan, maka mereka bisa saja menjadi korban berikutnya.
Gonjang-ganjing Avoskin
PR PT AVO Innovation Technology, Erny Kurniawati bersama Head of People and Culture, Annisa Amalia Ramadhani, telah memberi klarifikais perihal laporan para karyawan korban PHK ke media.
Erni menjelaskan, pihak perusahaan sebenarnya sudah kerap melakukan sosialisasi terhadap keryawan perihal efisiensi. Menimbang kondisi perusahaan yang makin sulit (bagian efisiensi inilah yang Tuti dan Mili anggap tidak jelas pula maksudnya).
Erni juga memastikan pemberian pesangon telah sesuai dengan peraturan yang berlaku, yaitu sebesar 0,5 kali ketentuan pasal 40 ayat 2 PP 35-2021, ditambah uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak. THR pun tetap diberikan kepada karyawan korban PHK.
“Kami berusaha se-transparan mungkin. Bahkan dalam penjelasan kami paparkan kondisi menurun sejak 2024 dan drop di quartal I tahun ini. Kami juga sertakan slip gaji karyawan,” ujarnya mengutip dari Suara Jogja.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi
BACA JUGA: Kerja di Layanan Psikologi Jogja Bukannya Sehat Mental malah Batin Terguncang, Kerja Rumit Gaji Sulit hingga Eksploitasi Berkedok Kekeluargaan atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan
