Keindahan Semu di Kaki Gunung Semeru

Keindahan Semu di Kaki Gunung Semeru, Lumajang saat erupsi. MOJOK.CO

ilustrasi - erupsi Gunung Semeru di Lumajang, Jawa Timur. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Keindahan Gunung Semeru, Lumajang, Jawa Timur tak bisa ditawar. Ia sering menjadi rujukan wisatawan maupun pendaki terutama saat libur panjang. Namun tak bisa dipungkiri, gunung tertinggi di Pulau Jawa itu dapat memberikan “luka” selain kebahagiaan, khususnya saat erupsi.

***

Panorama alam Gunung Semeru, Lumajang yang memukau membuat warga lokal maupun pendatang ingin menikmati suasana itu secara langsung. Mulai dari kemegahan puncak Mahameru, Padang Bunga Oro-oro Ombo, keanekargaman hayati di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, serta danau-danau indah seperti Ranu Kumbolo dan Ranu Regulo. 

Namun di balik keindahannya, Gunung tertinggi di Pulau Jawa itu juga memberikan “luka” terutama saat ia mengeluarkan magma ke permukaan bumi (erupsi). Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) Lumajang mencatat sebanyak 807 jiwa terdampak di Pronojiwo dan 156 jiwa di Candipuro akibat erupsi Gunung Semeru per Jumat (21/11/2025). 

Kini, status Gunung Semeru naik menjadi level IV (Awas) di mana aktivitas vulkanik meningkat disertai luncuran material dan asap pekat dari puncak. Akibatnya, 21 rumah di kamar A hilang tersapu lahar, akses jalan tertutup, dan SDN Supiturang 02 mengalamai kerusakan berat.

Erupsi Gunung Semeru menghilangkan mata pencaharian warga

Saat mendengar kabar aktivitas vulkanik Gunung Semeru kembali meningkat drastis pada Rabu (19/11/2025), Kuswantoro (39) selaku relawan MDMC langsung bergegas ke berbagai titik terdampak. Ia dan timnya bertugas melakukan assessment, serta berkoordinasi dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).

“Sejak saya menjadi relawan Muhammadiyah tahun 2020, bencana ini memang selalu terjadi hampir tiap tahun,” kata Kuswantoro saat dihubungi Mojok, Jumat (21/11/2025).

Menurut Kuswantoro korbannya saat ini pun masih sama, warga Lumajang di wilayah zona merah yang sebetulnya sudah punya hunian tetap di zona aman, dan pernah mengalami kejadian serupa pada tahun 2022. Namun, Kuswantoro tak bisa sekonyong-konyong menyalahkan mereka yang akhirnya kembali menempati zona merah, karena terdesak kondisi ekonomi.

“Kami menyadari bahwa pekerjaan utama mereka ini kan kebanyakan tambang, petani, peternak, yang banyak bekerja di kawasan zona merah. Kadang-kadang, mereka harus memberi pakan hewan seperti sapi dan kambing di kandang. Tidak bisa di hunian tetap mereka,” kata Kuswantoro.

“Nah, mungkin ini tugas pemerintah agar tak hanya memberikan hunian layak tapi juga menjamin mata pencaharian mereka,” lanjutnya.

Menghancurkan sekolah

Selain menerjang rumah-rumah warga, material erupsi Gunung Semeru juga meluluhlantakkan SDN Supiturang 02 di Jalan Sumbersari, Lumajang. Tak satu pun dindingnya tersisa, semuanya tersapu banjir lahar yang membawa batu, pasir, dan material vulkanik panas.

Beruntung, tidak ada korban jiwa dalam peristiwa tersebut, tapi seluruh kegiatan belajar siswa jadi terhambat. Tak hanya itu, Kuswantoro menjelaskan hancurnya SDN Supiturang 02 akibat erupsi Gunung Semeru juga memberikan duka, baik kepada siswa maupun orang tua.

“Oleh karena itu, Muhammadiyah melalui MDMC dan Lazismu akan melakukan terapi psikososial yang sudah kami komunikasikan dengan lembaga daerah terkait, kepada siswa-siswa dan sekolah yang terdampak,” kata Kuswantoro.

“Rencanannya akan kami lakukan segera pada Senin (24/11/2025),” lanjutnya.

Sebetulnya, kata Kuswantoro, masyarakat Lumajang saat ini jauh lebih siap dalam menghadapi bencana, sebab mau tidak mau mereka tinggal di wilayah rawan. Lewat berbagai sosialisasi tentang edukasi bencana, mereka sudah lebih sigap dalam melakukan mitigasi.

“Mereka sudah paham kalau mau lari ke mana, lalu mencari tempat tinggal yang bisa dihuni sementara ke mana? Misalnya ada yang ke rumah saudara jauh atau ke posko-posko yang sudah tersedia. Bahkan siang ini tadi posko kami terbilang sepi, nggak banyak yang datang,” tuturnya.

Belajar dari bencana

Sebagai warga asli Lumajang yang sejak kecil tinggal di panti asuhan Muhammadiyah, Kuswantoro setidaknya ingin bemanfaat untuk orang-orang di sekitarnya. Dalam pekerjaannya menjadi relawan, ia bisa membantu mengevakuasi warga, memberikan layanan kesahatan lewat program sosial Muhammadiyah, hingga berdonasi.

“Seperti yang tertuang dalam Surat Al-Ma’un (salah satu surat terpopuler di Al-Qur’an bagi kalangan warga Muhammadiyah) dan sering diajarkan oleh Kiai Dahlan. Bahwa hidup manusia harus berbuat tauhid dan bermasyarakat,” kata Kuswantoro.

Dari bencana erupsi Gunung Semeru ini, Kuswantoro pun makin menyadari tugas penting manusia sebagai  khalifah fil ardh atau pemimpin di muka bumi. Bencana ini, kata dia, mengingatkan manusia agar terus mengelola dan memelihara alam semesta.

“Gunung Semeru memang indah, tapi ia juga mengajarkan kita agar tidak serakah dan tak lupa menjaga alam agar kebaikan semesta juga berdampak pada kita,” ujar Kuswantoro. 

Penulis: Aisyah Amira Wakang

Editor: Muchamad Aly Reza

BACA JUGA: Gunung Marapi hingga Merapi, Pendaki Nekat di Gunung Berstatus Waspada hingga Siaga Masih Terus Terjadi atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan

Exit mobile version