Bahaya Gula Minuman Kemasan di Indomaret hingga Alfamart yang Semakin Mengkhawatirkan

minuman kemasan bergula tinggi di indomaret dan alfamart ladang diabetes.MOJOK.CO

Ilustrasi minuman berpemanis dalam kemasan (Mojok.co)

Indonesia jadi negara dengan jumlah pengidap diabetes tertinggi kelima di dunia. Berbagai kalangan mendesak Cukai untuk Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) atau minuman kemasan segera diterapkan.

Minuman kemasan di gerai Indomaret, Alfamart, dan berbagai minimarket lain banyak yang mengandung lebih dari 20 gram gula per kemasan. Bahkan ada yang mencapai 29 gram.

Jika dihitung, 29 gram gula setara dengan tujuh sendok teh gula. Perbandingannya, satu sendok teh gula setara dengan 4,2 gram.

Sementara itu, Data dari International Diabetes Federation (IDF) menunjukkan Indonesia menduduki peringkat kelima negara dengan jumlah diabetes terbanyak. Ada 19,5 juta penderita diabetes di Indonesia tahun 2021. Diprediksi akan menjadi 28,6 juta pada 2045. Menurut Riset Dasar Kesehatan (Riskesdas) 2023, angka prevalensi diabetes di Indonesia meningkat menjadi 11,7%.

Koalisi PASTI yang terdiri dari Forum Warga Kota (FAKTA) Indonesia, Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), dan bekerja sama dengan Pusat Perilaku dan Promosi Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM, Health Promoting University UGM, Yayasan KAKAK serta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menegaskan komitmen untuk mendukung kebijakan penerapan cukai bagi Minuman Berpemanis dalam Kemasan.

Sesalkan penundaan cukai minuman kemasan berpemanis tinggi

Ketua FAKTA Indonesia, Ari Subagyo Wibowo S.H. menyesalkan penundaan penerapan cukai untuk Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) pada tahun 2024.

“Keinginan kita ke depan ini adalah generasi muda yang sehat yang dicita-citakan oleh pemerintah generasi emas ini benar-benar bisa dilaksanakan,” kata Ari Jumat (6/9) melansir laman resmi UGM.

Ia menyampaikan hasil Diskusi Publik yang bertajuk “Terapkan Cukai MBDK Sebagai Bentuk Kehadiran Negara Untuk Generasi Emas”, Jumat (30/8), di Wisma MM UGM lalu. Penerapan cukai ini menurut Ari sebagai bentuk untuk mengubah perilaku masyarakat. Serta mengedukasi bahwa konsumsi MBDK bukanlah bagian dari pola makan sehat dan bergizi.

Hal serupa disampaikan oleh dr. Bagus Suryo Bintoro, Ph.D. selaku Ketua Pusat Perilaku dan Promosi Kesehatan FKKMK UGM yang menyebutkan kebijakan penundaan cukai bagi MBDK disayangkan, “Padahal pemberlakuan cukai MBDK ini juga dapat mengurangi angka penderita diabetes,” imbuhnya

Dr. Uli Parulian Sihombing, S.H., M.H., Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Komnas HAM, menegaskan bahwa Komnas HAM berkomitmen untuk mendukung penerapan cukai bagai MBDK. “Komnas HAM masih terus memantau terkait penerapan Cukai MBDK. Kami juga merekomendasikan kepada BPOM untuk penataan pengawasan obat dan makanan yang perlu diperbaiki di hilir dan hulu,” terangnya.

Guru Besar FKKMK UGM Prof. Dra. Yayi Suryo Prabandari, M.Si., Ph.D., selaku Ketua Health Promoting University (HPU) UGM mengatakan HPU UGM telah melakukan beberapa program untuk kampanye mengkonsumsi makanan sehat di lingkungan kampus. “Kita mengkampanyekan healthy eating seperti penerapan food traffic light pada makanan, advokasi pembatasan minum berpemanis,” katanya.

Berharap angka konsumsi turun

Perwakilan Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), dr. Gisella Tellys, M.P.H. menyampaikan bahwa pemberlakuan cukai MBDK dapat mengurangi angka penderita diabetes. Ia menerangkan bahwa cukai MBDK adalah instrumen kebijakan fiskal. Menurutnya, dengan menaikan harga dari produk MBDK, tingkat konsumsi MBDK di masyarakat dapat menurun.

Hal senada juga disampaikan Tulus Abadi, S.H., Perwakilan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), minta pemerintah tidak perlu ambigu untuk menerapkan ini karena justru pemerintah juga akan mendapatkan pendapatan negara. “Penerapan cukai ini tidak akan mematikan industri,” paparnya.

Menurut Tulus, pemerintah sebaiknya belajar dari penerapan Cukai Hasil Tembakau (CHT). Di mana hasil dari cukai bisa dikembalikan ke masyarakat dalam bentuk program-program yang bertujuan untuk pengendalian konsumsi dan peningkatan kesehatan.

“Dana ini sering digunakan untuk mendanai kampanye kesehatan,” pungkasnya.

Penulis: Hammam Izzuddin

Editor: Aly Reza

BACA JUGA Warung Kopi Turgo, Destinasi Terpencil di Pakem Sleman yang Menyelamatkan “Kekayaan” Merapi

Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News

Exit mobile version