MOJOK.CO – Kasus yang menjerat eselon III Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Rafael Alun Trisambodo menandakan Undang-Undang Perampasan Aset sangat diperlukan. Rafael diperiksa terkait gaya hidup mewah anaknya yang terjerat kasus penganiayaan.
Setelah diselidiki, ada peningkatan harta yang tidak wajar dilihat dari Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Pada 24 Juni 2011 Rafel melaporkan harta yang dimilikinya Rp20,4 miliar. Pada 31 Desember 2021 hartanya menjadi Rp56,1 miliar.
Selain Rafael, terdapat pejabat keuangan lain yang tengah diperiksa terkait gaya hidup mewah yang berkaitan dengan peningkatan harta kekayaan yang tidak wajar. KPK melanjutkan penyelidikan pada bekas Kepala Kantor Bea dan Cukai Daerah Istimewa Yogyakarta Eko Darmanto yang mencapai Rp15,7 miliar. Ada juga Kepala Kantor Pajak Madya Jawa Timur Wahono Saputro dan Kepala Bea Cukai Makassar Andhi Pramono.
Pada Rabu (8/3/2023) malam, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengungkapkan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengendus adanya transaksi mencurigakan senilai Rp300 triliun yang bergerak di Kementerian Keuangan selama 2009-2023. Transaksi itu terdiri atas 200 laporan yang diduga melibatkan 460 orang di Kemenkeu. PPATK sudah menyampaikan laporan tersebut terhadap Kemenkeu namun tidak memperoleh respon.
UU Perampasan Aset dibutuhkan
Kasus-kasus tersebut menandakan Undang-Undang Perampasan Aset perlu segera disahkan. Dilansir dari Kompas, proses pembuktian penambahan harta pejabat yang tidak wajar menghadapi tantangan karena adanya kompleksitas dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU Tindak Pidana Pencucian Uang.
Dalam aturan itu, pencucian uang harus dibuktikan terlebih dahulu upaya menyembunyikan asal-usul kekayaan. Sementara, kekayaan penyelenggara negara meningkat signifikan dalam kurun waktu tertentu.
Koordinator Substansi Analisis Hukum Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Azamul Fadhly Noor menjelaskan, RUU Perampasan Aset memiliki beberapa keuntungan seperti bisa menjangkau hasil kejahatan yang diusahakan, dibisniskan, dan menghasilkan keuntungan yang sebelumnya tidak terhenti. Keuntungan ini akan menekan kesempatan pelaku kejahatan menikmati hasil kejahatannya. RUU ini juga bisa mengatasi aset hasil kejahatan yang dibawa kabur ke luar negeri.
Mahfud MD menambahkan, payung hukum ini bisa memberikan efek jera kepada para koruptor. Di sisi lain, diharapkan bisa lebih banyak menyelamatkan kerugian negara terutama kasus tindak pidana korupsi.
Sempat mandek 10 tahun, bagaimana kabarnya saat ini?
RUU Perampasan Aset dipastikan masuk ke dalam Program Legilasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2023. Saat ini, beleid itu sedang dalam tahap harmonisasi di pemerintah lintas kementerian dengan Kemenkum HAM sebagai lead sector. Calon aturan itu tengah dimatangkan karena perlu menyesuaikan dengan substansi regulasi lain seperti UU KUHP yang baru dan UU terkait lainnya. Setelan final, presiden akan mengirimkannya ke DPR melalui surat presiden.
Asal tahu saja, naskah akademik draft RUU Perampasan Aset sebenarnya sudah selesai sejak 2012. Sejak itu pula RUU ini sudah didorong untuk segera disahkan. Namun, selama bertahun-tahun RUU ini seolah menghilang. Beberapa kali Presiden Republik Indonesia Joko Widodo sempat mendorong agar RUU Perampasan Aset ini segera disahkan. Calon beleid itu semakin mendapat perhatian setelah gaya hidup mewah pejabat ramai diperbincangkan. Disusul dengan pernyataan Mahfud MD soal adanya aliran gelap sebesar Rp300 triliun di Kemenkeu mengemuka belum lama ini.
Penulis: Kenia Intan
Editor: Amanatia Junda