MOJOK.CO – Keputusan terbaru MK memungkinkan peserta pemilu melakukan kampanye di kampus. Hal itu mengundang beragam tanggapan, termasuk catatan-catatan yang perlu jadi perhatian dalam pelaksanaannya.
Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 65/PUU-XXI/2023 pada Selasa (15/8/2023) memperbolehkan kampanye terlaksana di fasilitas pemerintah dan pendidikan. Dengan catatan, peserta pemilu tidak menggunakan atribut-atribut kampanye di tempat-tempat tersebut.
Keputusan itu menimbulkan beranggam tanggapan. Ada yang menaggapi dengan positif, tapi tidak sedikit yang mewanti-wanti. Salah satu yang menyambut keputusan tersebut adalah Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI). Menurut mereka, kampanye di kampus bisa menjadi ajang untuk menguji substansi dan ide calon pemimpin bangsa.
Ketua BEM UI Melki Sedek Huang menjelaskan, selama ini kampanye politik dan ucapan politisi cenderung membosankan, sekadar lip service , politik identitas, dan pencitraan politik.
“Kami butuh pemimpin yang cerdas dan berpihak untuk rakyat banyak,” kata Melki melansir dari detik.com.
Sebelumnya, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) juga sempat berpendapat supaya jangan melarang kampanye di kampus. Namun, kampanye bisa hadir dalam format debat dan diskusi. Debat merupakan satu-satunya metode kampanye yang bisa terselanggara di kampus. Tentu saja debat terlaksana dengan memperhatikan kaidah agama, etika, dan tidak mengandung SARA.
“Kenapa nggak dibolehkan asal tidak sampai masang baliho-baliho gitu,” ungkap Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati, mengutip dari laman resmi Perludem.
Halaman selanjutnya …
Perlu aturan teknis kampanye yang jelas
Perlu aturan teknis kampanye yang jelas
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy, menanggapi, perlu ada aturan yang jelas dalam pelaksanaannya kampanye di lembaga pendidikan, termasuk di kampus. Terlebih, pengetahuan yang tersebar di publik selama ini adalah lembaga pemerintah, pendidikan, dan agama tidak bisa menjadi ruang konstetasi politik.
“Kalau itu akan berpotensi menimbulkan terjadinya friksi, menjadikan tidak kondusifnya lembaga pendidikan akibat dipakai untuk kampanye, sebaiknya saran saya tidak usah,” kata dia di Detik.com.
Kejelasan aturan juga menjadi perhatian Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI setelah MK membacakan keputusan. Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU RI, Idham Holik, mengungkapkan bahwa KPU akan menggandeng Bawaslu dalam revisi aturan mengenai kampanye. Aturan tersebut adalah Peraturan KPU15/2023 tentang Kampanye Pemilu.
Bawaslu pun mendorong adanya perbaikan aturan yang mengatur lebih rinci terkait kampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan.
“Lebih bagus revisi dilakukan terhadap peraturan KPU (PKPU) supaya jelas di mana saja yang boleh dan metode apa saja yang boleh,” kata Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja Jumat (18/8/2023), melansir dari Republika.co.id.
Lebih lanjut Bagja menjelaskan, terkait fasilitas pendidikan, perlu ada aturan yang jelas fasilitas pendidikan apa saja yang dimaksud. Apakan kampanye boleh terselenggara di TK, SD, SMP atau jenjang yang lebih tinnggi seperti perguruan tinggi. Selain itu, perlu juga mempertimbangkan mengenai metode kampanye apa saja yang boleh diterapkan.
“Makanya kita harus bicara ketentuan teknis detailnya,” kata dia.
Penulis: Kenia Intan
Editor: Purnawan Setyo Adi