PBNU Ciptakan Kegelisahan, Nahdliyin Minta Fokus Pada Pengawasan Kekuasaan

PBNU Ciptakan Kegelisahan, Nahdliyin Keluarkan Pernyataan dan 9 Rekomendasi MOJOK.CO

Ilustrasi PBNU Ciptakan Kegelisahan, Nahdliyin Keluarkan Pernyataan dan 9 Rekomendasi MOJOK.CO

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dinilai telah menciptakan perpecahan kadernya karena sikapnya menghadapi Pemilu 2024. Sebagian nahdliyin beranggapan PBNU telah terjun ke politik praktis dengan mendukung secara diam-diam maupun terang-terangan. Sedangkan sebagian lainnya menilai sikap PBNU masih wajar dan netral sesuai prinsip dasar organisasi.

Hal ini mendorong diadakannya diskusi publik yang mengusung tema “NU, Khittah 1926, dan Civil Society” yang berlangsung di Gedung Fisipol UGM, Sabtu (20/1/2024). Sebagai pemantik diskusi adalah Dr. Abdul Gaffar Karim (Fisipol UGM), KH Abdul Muhaimin (PP Nurul Ummahat) dan KH Aguk Irawan. 

Salah satu penggagas diskusi publik KH Aguk Irawan mengatakan acara diskusi untuk membahas arah perkembangan gagasan “Kembali ke Khittah 1926” Jam’iyah NU. Gagasan ini merupakan hasil keputusan Muktamar NU tahun 1984 di Situbondo, yang dimotori oleh KH Abdurrahman Wahid dan tokoh-tokoh lain sezaman. 

“Di sini kami ingin menemukan makna paling ideal untuk konteks Indonesia dewasa ini, yang sejak tahun 1998 telah memutuskan untuk mengarus-utamakan demokrasi,” ujar Aguk Irawan.

Dalam siaran pers yang Mojok terima, disebutkan bahwa latar belakang diskusi berangkat dari perpecahan internal khususnya di kalangan warga dan kader NU yang tidak bisa dihindari. Sehingga perlu ada rekonsiliasi di antara dua pihak yaitu kader yang beranggapan PBNU masuk ke politik praktis dan pihak yang menilai masih netral. 

Minta PBNU klarifikasi berbagai persoalan dari AD/ART hingga dapat tambang dari Presiden Joko Widodo

Diskusi tersebut menghasilkan pernyataan sikap di antaranya memohon kepada PBNU agar mampu meyakinkan seluruh warga Nahdliyyin bahwa PBNU menjalankan amanat Anggaran Dasar (AD) Organisasi. Terutama Bab IV Tujuan dan Usaha, Pasal 8 Ayat (1), yaitu: NU sebagai jam’iyyah diniyyah Islamiyah, yang menciptakan kemaslahatan masyarakat, kemajuan bangsa, dan ketinggian harkat martabat manusia. 

Sehingga seluruh sikap PBNU yang bernuansa politik praktis perlu diminalisir. Lebih-lebih konflik internal harus dijauhi karena merusak harkat dan martabat NU.

Warga Nahdliyyin juga memohon kepada PBNU agar seluruh usaha PBNU senafas dengan Anggaran Dasar (AD) Pasal 9. Pasal itu hanya meliputi: bidang agama, bidang pendidikan, bidang sosial, dan bidang ekonomi. 

Sehingga segala sikap PBNU, baik yang menimbulkan kesan tersirat maupun ucapan tersurat, diupayakan tidak menyinggung perkara politik praktis, apalagi kampanye untuk Paslon tertentu.

Minta PBNU mengklarifikasi pernyataan Ketua Umum PBNU

Pernyataan sikap lainnya yaitu, memohon secara khusus kepada PBNU agar mengklarifikasi pernyataan Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf terkait salah satu pantunnya yang mengarahkan dukungan pada Paslon tertentu. Video acara antara pengurus harian PBNU dan sejumlah kader dan pengurus harian NU se-Jateng di Kendal itu telah beredar secara luas.

Pernyataan sikap lain, memohon agar PBNU memberi klarifikasi secara terang-benderang terkait  pemberitaan konsesi tambang oleh Presiden Joko Widodo kepada PBNU, sebagai pernyataan yang tidak bertentangan dengan amanat Anggaran Dasar (AD) Bab XI Keuangan dan Kekayaan Pasal 29 ayat (1) dan (2) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) Bab XXV Keuangan dan Kekayaan huruf c. Bahwa bantuan Pemerintah dan/atau Presiden Joko Widodo tersebut sebagai bantuan yang halal dan tidak mengikat. Serta merupakan hibah, hadiah, dan sedekah dari pemerintahan Joko Widodo kepada PBNU yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. 

Oleh karenanya, Ketua Umum PBNU harus memberikan pernyataan terbuka bahwa PBNU tidak akan balas budi kepada Presiden Joko Widodo pada Pemilu 2024 nanti. Hal ini untuk menghindari persepsi publik bahwa konsesi tambang akan diserahkan kepada PBNU setelah Pemilu 2024 sebagai jatah dukungan PBNU pada Paslon No. 02.

Warga Nahdliyyin memohon kepada PBNU agar melakukan pergantian antar waktu terhadap para Pengurus Harian NU, Pengurus Lembaga NU, dan Ketua Badan Otonom NU, yang memiliki jabatan di “perkumpulan yang berafiliasi kepada partai politik,” Seperti Tim Kampanye dan Tim Pemenangan Paslon, sebagaimana amanat Anggaran Rumah Tangga (ART) Bab XVI Rangkap Jabatan Pasal 51 ayat (1) huruf d, ayat (3) huruf d.

Warga Nahdliyyin memohon kepada PBNU agar menjalankan amanat Muktamar Ke-28 NU di Pondok Pesantren Krapyak, Jogjakarta, pada 1989. Bahwa berpolitik bagi Nahdlatul Ulama haruslah dilakukan dengan moral, etika, dan budaya. Sehingga perilaku politik PBNU harus mampu menampilkan indikator-indikator moralitas, akhlak, dan budaya adi luhung, bukan politik balas budi.

9 rekomendasi, salah satunya NU harus mainkan fungsi pengawasan kekuasaan di Indonesia

Diskusi publik yang dihadiri oleh sejumlah tokoh dan aktivis NU yang berada dalam Jaringan Nahdliyin Pengawal Khittah NU (JNPK-NU) ini juga menghasilkan 9 rekomendasi.

Berikut 9 rekomendasi yang dihasilkan dalam diskusi publik, “NU, Khittah 1926, dan Civil Society”

  1. Politik adalah bagian dari tujuan NU sebagai jam’iyah. Tidak mungkin dan tidak ada manfaatnya memisahkan urusan politik dari NU. Tapi urusan politik itu harus dikelola untuk kemaslahatan umum, bukan untuk mendukung kekuasaan atau kandidat tertentu. Dalam hal ini, NU harus menjaga kemandirian politik dan kemandirian ekonomi, agar perkembangan dan inovasi di jam’iyah ini tidak tergantung pada uluran tangan penguasa.
  2. Khittah NU, yang menyatakan NU bukan partai politik dan bukan underbouw partai politik, adalah rujukan moral sekaligus rujukan formal dalam tindakan politik NU. Khittah NU adalah bagian dari AD/ART NU. Penyelenggaraan NU tidak boleh menyimpang dari Khittah NU. Karena bukan partai politik dan bukan underbouw partai politik, maka NU tidak boleh digunakan sebagai alat pemenangan kandidat presiden dalam pilpres.
  3. NU harus menghindari politik transaksional yang bersifat jangka pendek, dan lebih fokus pada politik moral untuk memberi warna pada peradaban bangsa Indonesia yang lebih baik di masa depan. Peradaban ini dimulai dari penguatan moral, dan moral itu dilandasi oleh nilai ke-NU-an yang diwariskan oleh para muassis, di mana NU menjadi penengah dalam konfil-konflik politik yang muncul di negeri ini, dan berupaya dengan sekuat tenaga untuk tidak menjadi bagian dari konflik politik manapun. Langkah-langkah politik NU harus didasarkan pada nilai-nilai keulamaan untuk diabdikan pada kepentingan ummat. Dengan cara itu, NU bisa terus memainkan peran sebagai bengkel kemanusiaan, untuk mengatasi berbagai persoalan bangsa.
  4. Dalam upaya mengelola kepentingan politik praktis dalam pemilu, NU harus menghindari langkah politik langsung, dan lebih menggunakan partai politik sebagai alat utama. Untuk itu, NU perlu mengupayakan perbaikan dan penegasan hubungannya dengan partai-partai politik yang menjadi saluran aspirasi warga NU.
  5. NU harus memainkan fungsi pengawasan kekuasaan di Indonesia. Tujuannya adalah untuk menguatkan demokrasi dengan mendorong pengawasan publik dan menjaga ketersediaan oposisi politik yang diperlukan untuk mewujudkan pemerintahan yang akuntabel.
  6. NU perlu fokus pada upaya pemberdayaan masyarakat, baik di lingkup ekonomi, pendidikan, kesehatan, juga kewargaan. NU harus menjadi agen pendidikan politik kewargaan di ranah akar rumput, yang selama ini cenderung terabaikan. Semua pengurus harian, Banom-Banom dan Lembaga-Lembaga/Lajnah-Lajnah di NU harus menjadi ujung tombak pendidikan emansipasi dan kesetaraan gender, dan tidak menjadi mesin politik semata-mata.
  7. Upaya perbaikan serius di NU berbasis semangat Khittah NU sebagaimana disampaikan dalam poin-poin di atas memerlukan keteladanan dari pimpinan tertinggi jam’iyah NU saat ini agar memperoleh perhatian seluruh jajaran pengurus NU hingga ke tingkat terbawah dalam rangka berkhidmah kepada ummat, bangsa dan negara berlandaskan nilai-nilai Aswaja Annahdliyah.
  8. Seluruh jajaran nahdliyin perlu melakukan evaluasi serius terhadap perilaku dan posisi NU saat ini di hadapan negara dan masyarakat, dalam konteks menjadi kekuataan civil society yang berbasis landasan moral Aswaja Annahdliyah.
  9. Untuk itu, diperlukan rekonstruksi keorganisasian NU yang sesuai dengan mandat Qonun Asasi dan AD/ART NU secara konsisten dan konsekwen sehingga jam’iyah NU bisa kembali menjadi gerakan kebangkitan para ulama sebagaimana terkandung dalam namanya.

 

Penulis: Agung Purwandono
Editor: Hammam Izzuddin

BACA JUGA Daftar Tokoh NU yang Masuk Timses Prabowo-Gibran

Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News

Exit mobile version