Mengenal Efek Ekor Jas, Formula Parpol Naikan Elektabilitas via Figur Capres

Mengenal Efek Ekor Jas, Formula Parpol Naikan Elektabilitas via Figur Capres. MOJOK.CO

Pemilu 2019, banyak parpol menggunakan efek ekor jas dengan mendekat ke Jokowi agar mendapatkan limpaha suara. (Ilustrasi Mojok.co)

MOJOK.CO – Setahun menjelang Pemilu Legislatif maupun Pemilu Presiden di 2024, keriuhan mengenai bursa calon presiden dan wakil presiden semakin ramai. Parpol-parpol pun berbondong-bondong merapatkan dirinya ke capres yang mereka nilai tepat, populer, sekaligus diterima masyarakat. Partai-partai politik ini berebut efek ekor jas demi meningkatkan elektabilitas mereka. 

Namun, apa sebenarnya efek ekor jas itu? Secara bahasa, efek ekor jas (coat-tail effect) dimaknai sebagai istilah umum  yang merujuk pada hasil yang diraih oleh suatu pihak dengan cara melibatkan tokoh penting, tersohor, atau berpengaruh, baik langsung maupun tidak langsung melalui suatu perhelatan.

Dalam dunia politik, efek ekor jas terkait dengan pengaruh figur atau tokoh dalam meningkatkan suara partai di pemilu. Figur atau tokoh tersebut bisa berasal dari calon presiden ataupun calon wakil presiden yang diusung.

Sederhananya, partai politik akan mendapatkan limpahan suara dalam pemilihan umum anggota legislatif. Ini terjadi bila mencalonkan tokoh atau figur yang populer serta memiliki elektabilitas yang tinggi.

Efek ekor jas di Amerika Serikat

Fenomena efek ekor jas biasanya terjadi di negara-negara yang menganut sistem presidensial. Di AS, misalnya, seperti dicontohkan Direktur Lembaga Survei Indonesia (LSI) Djayadi Hanan bahwa kemenangan telak Partai Demokrat, baik di DPR maupun Senat AS pada Pemilu 2008, tak terlepas akibat tingginya popularitas dan elektabilitas Barack Obama yang juga memenangi kursi kepresidenan.

“Sebaliknya, kekalahan telak Partai Republik, baik di DPR maupun Senat AS, terjadi pada pemilu 2008, juga karena efek ekor jas. Antara lain akibat rendahnya popularitas dan penerimaan masyarakat AS terhadap George W. Bush yang partai tersebut usung pada pemilu sebelumnya,” tulisnya,  di laman SMRC, Rabu (5/4/2023).

Alhasil, lanjut Djayadi, di setiap pemilu legislatif AS—yang berlangsung setiap dua tahun—pun selalu ada fenomena calon anggota DPR atau Senat yang ramai-ramai mengasosiasikan diri mereka dengan calon presiden atau presiden yang populer.

Begitu juga sebaliknya, banyak calon anggota DPR atau senat yang ramai-ramai menjauhkan dirinya dari seorang calon presiden atau presiden yang tidak populer atau yang tidak disukai masyarakat, ketika pemilu akan berlangsung.

Selain Pemilu AS 2008, fenomena efek ekor jas juga berlanjut di Pemilu 2018. Menurut Djayadi, dalam Pemilu yang akan memilih kembali semua anggota DPR dan sepertiga anggota Senat itu, para calon dari Partai Republik mencoba sedapat mungkin menjauhkan diri dari Donald Trump.

“[Karena] Trump adalah seorang presiden AS yang sangat tidak populer sepanjang sejarah Amerika. Selama tahun pertama kepresidenannya, tingkat kepuasan publik terhadapnya hampir selalu di bawah 40 persen,” jelasnya. 

Bagaimana di Indonesia?

Selain di AS, fenomena efek ekor jas juga terlihat di Indonesia sepanjang perhelatan Pemilu 2019 lalu.

Saat itu, banyak parpol yang ramai-ramai memberikan dukungan mereka kepada Jokowi karena petahana tersebut punya elektabilitas paling moncer. Parpol-parpol itu antara lain PDIP, Partai Golkar, Partai NasDem, PPP, Partai Hanura, hingga parpol baru PSI.

Menurut Direktur Riset Monitor Indonesia Ali Rif’an dalam opininya di Detik, dengan mendukung Jokowi, partai-partai politik tersebut berharap mendapat insentif elektoral. Minimal, perolehan suara mereka tidak menurun dari pemilu sebelumnya, sehingga setiap parpol berlomba-lomba mengidentikkan diri dengan figur Jokowi.

“Maka tidak heran jika di pinggir jalan tol atau perempatan jalan ibu kota sering kita jumpai baliho atau spanduk besar yang menunjukkan wajah ketua umum partai disandingkan dengan capres tertentu,” tulis Rif’an, mencontohkan bentuk fenomena tersebut.

Lebih jauh, menjelang Pemilu 2024, survei terbaru PolMark Research Center menunjukkan bahwa efek ekor jas berdampak positif pada elektabilitas partai pengusung dan parpol koalisi lainnya.

Dalam survei tersebut, mayoritas voters, yakni 61,8 persen di antarnya, cenderung akan memilih capres terlebih dahulu ketimbang parpol. Pendeknya, mereka akan memilih parpol yang mengusung figur capres pilihan mereka.

Dampak positif berupa kenaikan elektabilitas, salah satunya dirasakan Partai NasDem. Kenaikan elektabilitas parpol yang digawangi Surya Paloh itu disebut-sebut karena efek ekor jas Anies Baswedan, capres yang mereka usung.

Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA Alasan Artis Nggak Bisa Lagi Jadi Senjata Parpol Mendulang Suara dan tulisan menarik lainnya di Kanal Pemilu.

 

Exit mobile version