[MOJOK.CO] “Empat tahun dengan ponsel pintar yang diprediksi meledak tapi kenyataannya justru gagal total.”
Sebelum Ayah membelikan saya Samsung Galaxy Chat GT-B5330 (Galaxy Chat), saya sudah memohon kepada beliau kalau saya hanya ingin dibelikan smartphone yang layarnya penuh, tanpa keypad fisik ala BlackBerry.
Ayah berkeras dengan pendiriannya. Ia meyakinkan saya agar menggunakan smartphone ini meski layarnya kecil, terutama saat mengetik pesan. Ayah juga memprediksi kalau produk Samsung yang satu ini akan sukses besar dan banyak ditiru oleh merek lain. Saya enggan, tapi tidak bisa berbuat apa-apa karena beliaulah yang punya uang.
Akhirnya kami membeli Galaxy Chat. Saya yang awalnya menolak menjadi girang bukan main saat benda itu ada di genggaman. Sekarang sudah 2017 dan saya masih menggunakan smartphone yang sama. Rasanya saya belum pernah melihat produk lain dari Samsung maupun merek berbeda yang mengusung tema sama seperti Galaxy Chat: berlayar sentuh, namun ada keypad fisiknya.
Pada kenyataannya, semua smartphone yang beredar di pasaran saat ini memiliki antarmuka layar sentuh yang memenuhi layar tanpa embel-embel keypad fisik. Ternyata ayah salah membaca zaman.
Sesuai namanya, smartphone yang dirilis Agustus 2012 ini memang bukan ditujukan untuk orang-orang yang setiap malam Minggu gawainya seperti kuburan. Hape ini lebih cocok buat mereka yang selalu kebanjiran pesan.
Ya, smartphone ini memang ditujukan untuk orang yang suka chatting-an. Seperti menggunakan BlackBerry versi futuristik. Lihat saja ukurannya yang punya ukuran 3 inci dan dimensi 118,9 x 59,3 x 117 mm, serta resolusi 240 x 320 piksel, yang tentu saja melebihi ukuran layar pada kebanyakan Blackberry ketika itu.
Layar sentuhnya sangat membantu untuk melakukan navigasi secara lebih cepat ketimbang harus memencet keypad fisik. Karena bagi saya keypad fisik yang ada di smartphone ini terlalu kenyal saat dipencet. Selain itu, jarak antartombolnya terlalu berdekatan dan kurang menonjol.
Bagian yang saya suka saat pertama kali mengenal Galaxy Chat ini adalah bisa memainkan game yang membuat saya ketagihan. Saya pernah meng-install game bergenre “lari-larian dikejar sesuatu” sejenis Subway Surf dan Temple Run. Dua-duanya bisa dimainkan tanpa nge-lag.
Saya juga pernah dalam waktu yang cukup lama memainkan game simulasi manajer sepak bola seperti Top Eleven, main monopoli digital Let’s Get Rich, sampai Dream League Soccer yang ukuran aplikasinya cukup besar untuk saat itu.
Pembaruan-pembaruan yang terus dilakukan game–game tersebut ke versi termutakhir pada akhirnya membuat Galaxy Chat yang usang ini megap-megap. Saya sedih. Sekarang saya hanya bisa memainkan game–game simulasi cupu tapi adiktif buatan Kairosoft—itu pun beberapa game terbarunya sudah nggak bisa dimainkan oleh smartphone ini.
Saat ini satu-satunya game yang masih terpasang dan ramah dengan smartphone saya adalah Football Chairman. Bisa sih memainkan Pou, tapi masak iya saya memainkan game ala-ala Tamagotchi.
Saya sudah lebih dari empat tahun menggunakan smartphone ini. Meskipun secara perangkat keras dan perangkat lunak sudah ketinggalan zaman, tapi soal ketahanan dan keawetan masih baik-baik saja. Bahkan saya masih menggunakan smartphone tersebut untuk mengetik tulisan ini sebelum diedit ulang menggunakan laptop.
Dengan kapasitas baterai yang cukup kecil—hanya 1200 mAh, sangat jauh dibanding smartphone kekinian, saya tidak merasa keberatan. Karena memang fitur-fiturnya belum secanggih smartphone saat ini yang di satu sisi justru membuat baterai boros. Galaxy Chat bisa tahan sampai 14 jam pada modus 2G dan 5 jam apabila modus 3G diaktifkan. Oya, tentu saja smartphone ini belum mendukung 4G.
Selama empat tahun memakai smartphone ini, baru sekali saya mengganti baterainya. Penyakit musiman pada kebanyakan gajet. Itu pun terjadi pada awal tahun ini ketika baterai mulai ngambek parah minta diisi daya terus-menerus.
Hal lain yang bisa dibanggakan oleh pengguna Galaxy Chat pada masanya adalah smartphone ini sudah mengusung Android 4.0 (Ice Cream Sandwich) sebagai sistem operasinya, pada saat kebanyakan smartphone lain masih mengusung Android 2.3 (Gingerbread). Meskipun paling mentok hanya bisa di-upgrade hingga Jelly Bean 4.1.2 tapi sekarang sudah sangat ketinggalan jauh dengan Android 8.0 (Oreo).
Soal spesifikasi kamera, smartphone ini jelas nggak cocok buat kamu yang suka berswafoto. Karena Galaxy Chat blas nggak ada kamera depannya. Selain itu, mau foto-foto pakai kamera utama juga kurang enak karena masih pakai tipe 2 MP.
Dari segi performa, smartphone ini tidak ada apa-apanya jika dibanding dengan smartphone keluaran saat ini. Gajet ini didukung oleh kinerja CPU Broadcom Single-core 850 MHz dan hanya dilengkapi RAM sebesar 512 MB. Dengan memori internal 4 GB, hanya separuhnya yang tersisa.
Ada slot micro-SD hingga 32 GB, tapi tetap saja tak ada artinya. Smartphone balakangan semakin dijajah oleh aplikasi-aplikasi yang ukurannya semakin menggila. Saya harus mengalah dengan meng-uninstall aplikasi yang jarang digunakan.
Untuk ukuran gajet yang harganya tak sampai sejuta ini sudah cukup bisa diandalkan untuk kebutuhan mobile. Apalagi sudah dilengkapi dengan konektivitas Wi-Fi, FM Radio, dan bluetooth. Salah satu kekurangan gajet ini adalah suaranya yang cenderung kecil meskipun sudah disetel penuh, kecuali bila saya mendengarkan melalui earphone.
Lalu apakah Galaxy Chat direkomendasikan untuk untuk dibeli?
Tentu saja tidak karena sudah layak masuk museum. Kecuali bila Anda memang ingin tampil retro dengan membawa smartphone mubazir yang ada layar sentuh dan keypad fisiknya sekaligus.
Akan lebih baik jika Anda membeli merek lain yang harganya sama tapi bisa dapat smartphone yang sudah mendukung jaringan 4G dengan RAM 2GB. Misalnya Smartfren Andromax E2 Plus, Bolt Powerphone ZTE V9820, atau Evercross Winner Y2 Plus Power R50A.