6 Masalah Bahasa yang Mampir di Lamunan Saya

bahasa-daerah-mojok

bahasa-daerah-mojok

[MOJOK.CO] “Lamunan tentang bahasa daerah yang katanya mau mati sampai ide ngerevisi lagu.”

1. Bahasa Daerah Terancam Hilang, Tergusur Bahasa Indonesia

Kalau Anda pembaca rubrik bahasa surat kabar 10—15 tahun lalu, Anda pasti familier dengan topik tentang keresahan akan menghilangnya bahasa daerah karena tergusur bahasa Indonesia. Hari ini pun jika Anda mengetikkan “bahasa daerah” di mesin pencari, entri nomor satunya mengenai kepunahan bahasa daerah.

Nyatakah persoalan ini? Atau itu cuma masalah yang dilihat oleh orang Jakarta?

Saya masuk golongan yang nggak percaya. Saya pernah menetap di tiga provinsi dan kesemuanya minimal berdurasi lima tahun. Di semua tempat itu, nggak sekali pun saya temukan ada bahasa daerah yang mati dan semua orang sepenuhnya berkomunikasi dengan bahasa Indonesia. Itulah kenapa, di Indonesia, orang yang sering pindah-pindah tempat tinggal biasanya menguasai banyak bahasa daerah. Habis, di setiap tempat orang ngomong pakai bahasa daerahnya sendiri.

Atau jangankan pindah tempat, pindah lingkungan pergaulan aja efek demikian sudah terasa. Contoh paling gampang itu ada di kota, katakanlah Yogya. Misal nih, kamu punya teman orang Sumatra atau Sulawesi, atau nggak usah jauh-jauh, orang Jawa Timur atau orang Sunda. Pas bareng kamu sih (ceritanya kamu emang beda asal sama mereka), dia enak-enak aja ngobrol pakai bahasa Indonesia atau bahasa Jawa Yogya (karena kalian tinggal di kota ini dan lama-lama jadi biasa memakai).

Tapi… ketika dia ketemu orang yang punya asal sama, langsung mereka pindah bahasa. Casciscus pakai bahasa daerah. Entah berapa ratus atau berapa ribu kali saya mengalami momen cengo karena roaming sama bahasa daerah kayak gitu. Hal sama pun terjadi ketika ke daerah lain. Kecuali ke wilayah pebahasa Melayu atau ke Jakarta, momen roaming itu pasti terjadi.

Hal kayak gitu yang saya alami saat kuliah. Mungkin karena memang kebanyakan mahasiswa di kampus saya berbahasa Jawa Yogya, kayaknya di luar ruang kuliah semua orang ngomong bahasa Jawa Yogya.

Saya tidak merasa janggal dengan fenomena ini, sudah saya alami dari SD. Di kelas pakai bahasa Indonesia, pas sama teman pakai bahasa daerah. Jadi, bahasa daerah punah? Kayaknya pertanyaannya perlu dibikin lebih spesifik deh, bahasa daerah mana? Bahasa apa? Dalam kasus bahasa Jawa, kalau bahasa krama penuturnya berkurang, ya wajar, soalnya jarang dipakai dalam pergaulan.

2. Malu Pakai Bahasa Daerah Kayaknya Cuma Mitos

Kecuali orang yang bahasanya sering diolok, kayaknya nggak ada yang namanya malu pakai bahasa daerah. Biasanya orang malas pakai karena nggak ada tandemnya aja. Bahkan di YouTube atau IG ada channel atau akun-akun khusus yang memakai bahasa daerah tertentu. Terutama kalau kontennya lawakan daerah yang kalau dialihbahasakan lucunya berasa kurang gitu.

Selain itu, melihat euforia pada dangdut koplo yang nggak bisa dibilang baru juga (Trio Macan sudah nyanyiin “Iwak Peyek” dari kapan hari), jangan-jangan bahasa daerah memang tengah dirayakan. Untuk urusan musik, tampaknya masing-masing wilayah di Indonesia punya superstarnya sendiri yang menyanyi dalam bahasa daerah.

Ketika lagu, kaos, film, video YouTube, bahkan game sudah ada versi bahasa daerahnya sendiri, tahu nggak apa yang kurang?

Pertama, subtitle buat film-film Barat dan Korea di Subscene. Inspirasinya ini muncul ketika tempo hari saya nonton serial Narcos dan membayangkan subtitle-nya diganti dengan bahasa ala admin Twitter Mojok.

“Pablo, sebaiknya kita menyerah saja kepada pemerintah Kolombia.”

“NGA MAU!”

Ini bukan ide baru. Lima tahunan yang lalu banyak video-video parodi yang mengalihbahasakan dialog berbahasa Inggris ke bahasa daerah. Yang paling saya ingat ya satu episode SpongeBob SquarePants dalam bahasa Jawa. Kan asyik.

Kedua, buku populer berbahasa daerah. Terutama buku fiksi. Dan bahasa daerahnya jangan bahasa tinggi atau krama. Bahasa rakyat saja, yang dimengerti banyak orang.

Ketiga, situs web kayak Mojok dalam bahasa daerah.Coba bayangkan ada situs web bernama Mojok.mk (ceritanya domain Makassar) dengan tagline “Sike’de nakal ki, pi banyak akkala’” (sumpah, ini saya ngawur).

3. Revisi Lirik Lagu

(Arman) Dhani kapan hari manas-manasin saya buat nge-roasting lirik-lirik yang salah dalam lagu bahasa Indonesia. Contoh paling klisenya adalah lirik “Roman Picisan” Dewa 19 yang berbunyi, “Tatap matamu bagai busur panah, yang kau lepaskan….” Yha, maksudnya (Ahmad) Dhani kayaknya sih anak panah.

Pas lagi bahas soal itu, tahu-tahu Dony Iswara admin Mojok menyeletuk, “Dhan, kamu nge-roasting lirik lagu yang patriarkis aja. Itu lagunya Iwan Fals yang ‘Mata Indah Bola Pingpong’, masak katanya ‘Jangan marah kalau kugoda, sebab pantas kau digoda, salah sendiri kau manis’….” Belum kelar Dony ngomong, Dhani sudah keburu buka laptop. Dan ide me-roasting lirik lagu secara kebahasaan langsung terlupakan sebelum saya sempat melamun.

4. Membuat Terjemahan Tandingan untuk Terjemahan Bahasa Inggris yang Aneh-Aneh

Saya sepakat banget waktu mayoritas netizen memilih polisi bahasa sebagai padanan grammar nazi dalam jajak pendapat yang dibikin Uda Ivan Lanin di Twitter. Sebaliknya, waktu tahu bed rest dipadankan dengan tirah baring dalam KBBI, kok rasanya nggak rela ya? Kenapa harus kata per kata menerjemahkannya? Saya usulnya sih istirahat total saja.

Kemudian ada usul memadankan talkshow dengan gelar wicara, gimana kalau kita ganti dengan acara rumpi aja. Atau ditabrak dari belakang untuk terjemahan kunduran truk.

5. Mengampanyekan Program Kelas Menulis untuk Anak Hukum yang Dibiayai Kementerian Hukum dan HAM

Kalau Anda pernah baca berkas-berkas pengadilan dalam rangka riset atau apa pun yang rata-rata tebalnya seketika membuat ingat Allah, pasti paham kenapa ide ini terlintas dalam lamunan saya.

6. Mengedit Twit-Twit Tengku Zulkarnain buat Stok 500 Edisi Rubrik Versus

Ini cuma lamunan kok, nggak bakal saya lakukan. Kayak orang kurang kerjaan aja.

 

Kuis: Temukan satu salah tik dalam artikel ini. Jawabnya di Twitter atau FB Mojok ya, soalnya kolom komentar sudah kami hapus. Iklannya nyepam :'(

Exit mobile version