MOJOK.CO – Anies Baswedan lahir di Desa Cipicung, Kuningan. Desa ini namanya berasal dari sebatang pohon yang adi cikal bakal pemukiman warga.
Februari lalu, calon presiden dari Koalisi Perubahan, Anies Baswedan, mengunjungi tempat kelahirannya yang berada di berada di Desa Cipicung, Kuningan, Jawa Barat.
Bersama sang istri, Fery Farhati, eks Gubernur DKI Jakarta ini bernostalgia dengan mengunjungi beberapa tempat yang menjadi lokasi bermainnya sewaktu kecil.
Tak hanya itu, dalam kunjungannya, Anies juga terlihat bersendau gurau dan beramah tamah dengan warga sekitar sambil menyantap jajanan khas serabi. Enak banget pasti!
Namun, tahukah kalian bahwa desa kelahiran Anies ini punya potensi wisata yang menjadi unggulan bagi Kabupaten Kuningan?
Berasal dari sebatang pohon
Melansir laman resmi Desa Cipicung dalam kuningankab.go.id, desa ini sejatinya sudah terbentuk sejak zaman kolonial Hindia-Belanda. Tepatnya pada 1875.
Perlu kita ketahui, Kuningan sendiri merupakan salah satu kerajaan kecil bercorak Islam yang berada di Tanah Sunda. Sebagaimana kerajaan bercorak Islam lainnya, penanda dibentuknya suatu pemukiman atau desa, masjid akan dibangun terlebih dulu saat prosesi babat alas.
Begitu halnya dengan Desa Cipicung, yang pembentukkannya diawali dengan pembangunan masjid. Saat itu, para sesepuh setempat bersama tokoh ulama (penyebar agama Islam) memutuskan untuk membangun masjid di dekat pohon pincung.
Alhasil, kata “pincung” pun diabadikan menjadi nama desa baru yang di kemudian hari dikenal sebagai “Cipincung”. Kata “Ci” ditambahkan di awal kata mengingat dalam Bahasa Sunda, kata itu berarti “air”, yang menandakan “suatu desa, tempat, atau peradaban”.
Sementara buat yang belum tahu, pincung sendiri merupakan jenis buah yang di daerah lain dikenal dengan nama “buah kepayang”. Buah ini berbentuk lonjong, berdiameter 20-30 cm, kulitnya berwarna coklat, dan daging buahnya putih halus.
Umumnya, buah ini jadi bahan dasar bumbu rawon. Namun, kandungan asam sianida yang kuat bisa menyebabkan efek pusing dan mabuk jika dikonsumsi berlebihan. Bahkan, konon istilah “mabuk kepayang” pun berasal dari buah kepayang ini.
Halaman selanjutnya…
Potensi wisata
Potensi wisata
Meskipun secara penamaan terinspirasi dari “buah yang bikin mabuk”, nyatanya Desa Cipicung punya potensi wisata yang begitu besar.
Bahkan, ketika mendatangi desa ini, kalian bakal langsung disambut dengan mural-mural indah yang menghiasi jalanan masuk. Baru melintas ke pintu masuk saja, pengunjung sudah langsung terbayang betapa terkelolanya desa ini.
Hal tersebut tentu bukan hal aneh mengingat desa yang terbagi atas tiga dusun ini memang dikelola secara baik.
Kepala Desa Cipincung Lili Rusli mengatakan, berkat pengelolaan potensi wisata yang baik itu, beberapa objek wisata di desanya pun menjadi unggulan di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.
Misalnya, ia mencontohkan, salah satu objek wisata paling terkenal di sini adalah Curug Luhur. Di tempat ini, kalian bisa menikmati indahnya air terjun lengkap dengan lanskap hutan yang masih rimbun.
Saat berjalan menuju ke Curug Luhur pun, kalian sudah bakal disajikan asrinya area persawahan yang membentang luas. Kata Rusli, ini jadi objek wisata andalan—yang tak hanya wisatawan lokal, turis asing pun banyak yang mengunjungi objek wisata ini.
Makam Sesepuh
Selain wisata alam, ada juga wisata religi Desa Cipincung. Kata Rusli, demi menghormati para sesepuh yang membangun desa, pihaknya sudah membuat maqbara (makam Islam) untuk dua tokoh leluhur. Di antaranya Mbah Marmagati dan Mbah Senogati.
“Setiap malam Jumat Kliwon, masyarakat Cipicung bersama-sama untuk mengadakan ratiban di maqbara tersebut. Dengan adanya kegiatan ini mudah-mudahan akan memberikan keberkahan buat masyarakat Desa Cipincung,” kata dia.
Di samping potensi wisatanya yang menawan, salah satu keunggulan Desa Cipincung adalah kebersihannya. Bagaimana tidak, sampah-sampah rumah tangga di desa ini langsung diolah di tempat pembuangan sampah (TPS) yang sudah disediakan.
Dengan demikian, hal itu meminimalisir penumpukan sampah yang berlebihan di Desa Cipincung. Saat berkunjung ke desa ini, kalian tidak akan menemui tumpukan sampah di pinggir jalan. Jelas, kondisi ini jauh berbeda dengan suatu provinsi di Indonesia yang malah membiarkan wilayahnya penuh dengan tumpukan sampah.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Purnawan Setyo Adi