MOJOK.CO – Sebuah pusat rehabilitasi untuk anak nakal dan pelaku kejahatanan jalanan atau klitih dibuka oleh Pemda DIY. Tempat ini akan dibangun di kawasan Balai Rehabilitasi Terpadu Penyandang Disabilitas (BRTPD) di Pundong, Kabupaten Bantul.
Keputusan untuk menempatkan anak nakal dan anak-anak pelaku kejahatan jalanan atau klitih di tempat rehabilitasi disampaikan langsung oleh Gubernur DIY Sri Sultan HB X di Kompleks Kepatihan, Selasa (12/4/2022). “Coba kita adakan [pembinaan] di pusat rehabilitasi karena tanahnya luas, bagaimana dia [anak nakal] bisa mungkin tinggal di sana,” papar Sultan kepada wartawan.
Keputusan untuk membuka tempat rehabilitasi sebenarnya sudah pernah direncanakan oleh Pemda DIY akhir Desember tahun 2021, saat terjadi aksi klitih atau kejahatan jalanan di beberapa wilayah DIY. Namun, rencana tersebut belum terealisasi. Di masa lalu, sebenarnya Yogya sudah punya tempat untuk anak-anak nakal yang disebut Prayuwana. Tapi tempat tersebut sudah tidak ada lagi saat ini.
Baca Juga: Polda dan Pemda DIY Sepakat Hapus Istilah Klitih untuk Berantas Klitih
Tempat untuk anak-anak nakal dan pelaku kejahatan jalanan ini akhirnya terealisasi setelah adanya kejadiaan klitih yang terjadi 3 April 2022 yang menyebabkan Daffa Adzin Albazith (17) meninggal dunia. Anak anggota DPRD Kabupaten Kebumen ini meregang nyawa akibat sabetan gir segerombol remaja di Gedongkuning pada Minggu (3/4/2022) lalu.
Lima pelaku akhirnya ditangkap polisi yakni FAS (18), warga Sewon, Bantul, AMH (19), warga Depok, Sleman, MMA (20), warga Sewon, Bantul, HAA,(20), warga Banguntapan, Bantul dan RS (18), warga Mergangsan, Kota Yogyakarta.
Pemda DIY bersama Organisasi Perangkat Daerah (OPD) DIY saat ini tengah menggodog program pengawasan dan pendampingan anak-anak dan remaja yang berpotensi melakukan kejahatan untuk ditempatkan di pusat rehabilitasi tersebut. Pusat rehabilitasi yang rencananya akan diberi nama Jogja Cretive Care ini ditempatkan di kawasan Balai Rehabilitasi Terpadu Penyandang Disabilitas (BRTPD) yang berada di Pundong, Kabupaten Bantul. Tempat ini dipilih karena cukup luas untuk menampung anak-anak dan remaja yang melakukan dan berpotensi melakukan tindakan kejahatan.
Pendirian pusat rehabilitas ini, menurut Sultan bukan tanpa alasan. Banyak anak-anak dan remaja yang terjerat kasus kejahatan tak bisa kembali di rumah. Sebagian orang tua atau keluarga tidak menerima kehadiran mereka lagi akibat kejahatan yang dilakukan anaknya.
Padahal sebagian anak dan remaja yang pernah melakukan tindak kriminal biasanya tinggal dan hidup dalam lingkungan keluarga yang tidak harmonis. Namun, saat terjadi kasus, keluarga mereka justru meninggalkan mereka.
“Keluarga nyebratke (tidak mengakui-red) [anak-anak yang tersandung kasus kejahatan, anak-anak tidak diakui orang tuanya, tidak bisa pulang, ya kita bina [di pusat rehabilitasi],” ungkapnya.
Sementara bila anak-anak dan remaja yang terlibat kejahatan tersebut dikeluarkan dari sekolah, lanjut Sultan, kebijakan tersebut juga bukan merupakan solusi yang tepat. Tanpa adanya pendampingan dan pembinaan, mereka justru akan semakin terjerumus dalam tindak kejahatan.
Apalagi bila nantinya mereka tidak bisa mandiri dan menjadi pengangguran. Potensi untuk melakukan tindakan kriminal akan semakin besar.
“Ya kalau terus ngaggur ya kriminalitasnya makin tinggi. Kejahatan juga makin tinggi. Lebih baik, bisa nggak dititipkan ke ppusat rehabilitasi] karena memberhentikan sekolah nggak menyelesaikan masalah tapi menambah masalah,” tandasnya.
Baca Juga: Tak Ada Ruang Gratis untuk Anak Muda, Klitih di Jogja Makin Menggila
Karenanya Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) DIY dan Dinas Sosial (Dinsos) DIY diminta segera gerak cepat untuk membuka pusat rehabilitasi tersebut. Anak-anak tersebut bisa tinggal dan mendapatkan pembinaan serta pelatihan di pusat rehabilitasi.
Mereka juga diperkenankan untuk melanjutkan sekolahnya. Namun sementara waktu mereka harus tinggal di pusat rehabilitasi tersebut. Para orang tua diperbolehkan menjenguk untuk menjaga komunikasi dengan keluarga.
Demi menghapus klitih, Polda dan Pemda menghapus istilah “klitih”. Jadi menurutmu, enaknya aksi macam itu disebut apa?#Terbaru #Kilashttps://t.co/NWN8OX2C3X
— Mojok.co (@mojokdotco) April 6, 2022
“Ini perlu kita dalami supaya dia itu betul-betul bisa berubah,” paparnya.
Kepala (DP3AP2) DIY, Erlina Hidayati Sumardi menjelaskan, pusat rehabilitasi rencananya akan dibuka dalam waktu dekat. Pusat rehabilitasi yang mirip boarding school atau asrama tersebut bisa menampung sekitar 80 anak-anak.
Berbagai fasilitas tengah disiapkan di tempat tersebut. Diantaranya meet up space atau ruang pertemua, energy release space dan concelling education space atau tempat konseling.
“Mereka juga busa belajar macem-macem workshop keterampilan, termasuk mental health space,” ungkapnya.
Ditambahkan Erlina, orang tua dilibatkan dalam proses pembinaan dan pelatihan anak-anak mereka. Tak hanya menengok, orang tua juga diperbolehkan bermalam di tempat tersebut untuk menjaga komunikasi psikologis anak-anak.
Baca Juga: Jika Istilah Klitih Diganti, Apakah Jogja Akan Lebih Baik-baik Saja?
Tak hanya itu, DP3AP2 juga akan mencoba melakukan pengawasan pada orang tua yang mempunyai problem dengan anaknya. Hubungan keluarga yang buruk coba diatasi agar saat anaka-anak mereka keluar dari pusat rehabilitasi tersebut tidak akan kembali melakukan tindakan kejahatan.
“Ada program untuk training yang ada di Pundong untuk orang tua dan anak. Kami mencoba melakukan pendampingan anak dan keluarga serta lingkungannya,” jelasnya.
Reporter: Yvesta Ayu
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Polda DIY Tangkap Pelaku Klitih Pembunuh DAA dan kabar terbaru lainnya di KILAS.