Nama Romo YB Mangunwijaya barangkali sudah taka sing di telinga. Romo kelahiran Ambarawa, Kabupaten Semarang, 6 Mei 1929 itu dikenal sebagai sosok yang komplet.
Selama hidup, ia dikenal sebagai seorang rohaniawan, budayawan, penulis, bahkan aktivis dan pembela wong cilik.
Romo YB Mangunwijaya pernah meraih SEA Write Award (1986) dan Aga Khan Award for Architecture (1992) berkat karyanya menata Kampung Kali Code Yogyakarta menjadi kawasan penuh warna dan layak huni. Ia juga dikenal gigih membela rakyat kecil, termasuk saat pembangunan proyek Waduk Kedungombo tahun 1980-an.
Sematan terakhir itulah—membela wong cilik—yang mendasari Pemerintah Kota Semarang mengabadikan namanya sebagai nama jalan.
Romo YB Mangunwijaya: simbol harapan untuk kaum terpinggirkan
Nama Romo YB Mangunwijaya diresmikan sebagai nama jalan yang menjadi akses menuju TPA Jatibarang, Kota Semarang, pada Senin (8/9/2025).
Wali Kota Semarang, Agustina Wilujeng menyebut, pengabadian tersebut adalah wujud penghormatan pada sang romo sebagai sosok yang kerap berdiri bersama orang-orang yang dimarjinalkan.
Kenapa jalan menuju TPA Jatibarang, Kota Semarang dipilih menyandang nama Sang Romo?
TPA Jatibarang—sebagaimana juga kawasan yang identik dengan sampah lainnya—juga mengandung pesan moral agar semangatnya menular di kawasan yang sering dipandang sebelah mata.
Menurut Agustina, lokasi jalan yang berada di sekitar TPA Jatibarang, justru selaras dengan pilihan hidup Romo YB Mangunwijaya yang kerap mendampingi masyarakat kecil di wilayah kumuh seperti di bantaran Kali Code, Yogyakarta.

“Seandainya Romo Mangun masih hidup, beliau tentu memilih berdiri dan membangun jalan ini menuju TPA. Beliau selalu memilih berdiri di sisi yang tersisih, di tempat yang dianggap kumuh, namun justru di situlah ia menyalakan harapan,” tutur Agustina.
Oleh karena itu, Agustina berharap semangat tersebut juga menginspirasi pengelolaan TPA Jatibarang, Kota Semarang. Mengubah wajah TPA Jatibarang menjadi kawasan yang berkelanjutan seperti implementasi ekonomi sirkular, sanitary landfill, hingga pembangunan PLTSa. Apalagi saat ini Pemkot Semarang tengah menyiapkan tender internasional untuk mengubah sampah menjadi energi listrik.
“Saya berharap spirit ini tetap hidup di TPA Jatibarang, agar kawasan ini menjadi ruang yang bermakna, berkelanjutan, dan mampu menumbuhkan perekonomian masyarakat,” ungkap Agustina.
Menghidupkan semangat Romo YB Mangunwijaya di Jatibarang, Kota Semarang
Vikaris Jenderal Keuskupan Agung Semarang, Romo FX Sugiyana, Pr., mewakili Uskup Agung Semarang Mgr Robertus Rubiyatmoko mengungkapkan apresiasinya atas penghormatan terhadap Romo YB Mangunwijaya tersebut.
“Ini adalah penghargaan yang luar biasa untuk Romo Mangun, tapi juga sekaligus mengandung pesan yang sangat mendalam dan tadi Ibu Wali Kota sudah menyampaikan secara luar biasa,” ungkapnya.
“Mungkin seandainya nama jalan itu ada di tengah kota besar, ada di tengah perumahan mewah, mungkin Romo Mangun malah tidak kerasan dan minta untuk dipindahkan. Tetapi berada di tempat ini, di jalan TPA ini, tentu ini justru sejalan dengan spirit dan passion Romo Mangunwijaya sendiri,” sambungnya.
Ia berharap penetapan nama jalan ini menghidupkan kembali semangat Romo YB Mangunwijaya yang konsisten berpihak kepada masyarakat kecil dan peduli pada lingkungan hidup.
“Semoga bukan hanya nama jalannya yang dikenal, tetapi juga semangat juang Romo Mangun menginspirasi masyarakat Kota Semarang,” pungkas Sugiyana.***(Adv)
BACA JUGA: Langkah Pemkot Semarang agar Kios-kios Kecil Mitra Koperasi Merah Putih Tetap Hidup di Balik Gang Pemukiman Gedawang atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan