MOJOK.CO – Perpustakaan Kota Jogja adalah jalan keluar bagi pelajar dengan kantong cekak yang tidak punya duit belajar di tempat-tempat berbayar seperti kafe. Puskot tidak hanya menyediakan koleksi bacaan, tapi juga tempat nyaman dengan jaringan internet yang cocok untuk belajar maupun diskusi.
Tidak semua orang mampu belajar dengan nyaman di rumah. Tidak semua orang juga punya cukup duit untuk belajar di kafe. Di kondisi seperti itu, perpustakaan kota (Puskot) adalah jalan keluarnya.
Bagi saya yang saat itu masih berstatus sebagai pelajar SMA, Puskot Jogja yang terletak di Kotabaru merupakan tempat andalan untuk belajar. Di sanalah singgasana saya pada 2018—2019 ketika mempersiapkan diri untuk tes masuk perguruan tinggi.
Saya tidak sendiri, banyak orang dari berbagai latar belakang menjadikan Puskot sebagai zona nyaman untuk belajar. Terutama di sore dan malam hari ketika tidak ada lagi jadwal sekolah, perkuliahan, ataupun kerja. Bahkan, ada saat-saat saya sampai tidak kebagian tempat duduk saking padatnya.
Para pengunjung memiliki spot-spot favoritnya sendiri. Terdapat area luar yang difasilitasi dengan gazebo-gazebo, cocok untuk siapapun yang demam saat terpapar AC.
Selanjutnya, ada ruang koleksi buku dan tempat baca yang terletak di dalam ruangan, tepatnya lantai satu. Sayangnya, lantai satu tidak menyediakan stopkontak sehingga kurang cocok dijadikan tempat nugas atau bekerja. Saat saya tanya kepada petugas Puskot, ia membenarkan, “Iya mbak, ini memang khusus untuk membaca. Kalau mau charge laptop, bisa di lantai dua atau di luar.”
Tempat penting bagi pelajar
Yayak adalah salah satunya yang menjadikan Puskot sebagai tempat belajar saat masih duduk di bangku SMA. Yayak yang saat ini berstatus sebagai mahasiswa Program Studi (Prodi) Psikologi Univeristas Gadjah Mada (UGM) itu merasakan Puskot telah membantunya dalam banyak hal. Termasuk saat ia mempersiapkan olimpiade sejarah serta belajar tes masuk perguruan tinggi.
“Sepenting itu loh Puskot! Aku sama tim olimpiade itu rumahnya jauh-jauh semua dari sekolah, sayang kalau pulang. Hanya Puskot ruang publik yang bisa mengakomodasi kami,” terang Yayak.
Tidak hanya menawarkan fasilitas wifi gratis, di sekitar Puskot terdapat makanan murah yang ramah di kantong, seperti angkringan.
“Banyak anak SMA yang nggak punya duit kaya kita, nggak bisa belajar kondusif di rumah, tapi untungnya mereka bisa mendapatkan fasilitas belajar nyaman di Puskot,” kenang dia.
Revan memiliki pengalaman serupa. Mahasiswa Prodi Sejarah UGM itu sudah menjadi pengunjung Puskot sejak SMP. Revan merasa terbantu dengan koleksi buku di Puskot mulai dari novel sastra fiksi, non-fiksi, buku-buku sejarah, dan bahan bacaan tentang ilmu sosial lainnya.
“Dengan koleksi yang banyak, aku jadi punya berbagai pilihan untuk membaca,” kata dia.
Keduanya, Yayak dan Revan, sepakat bahwa Puskot telah membantu banyak kebutuhan mereka saat sekolah. Puskot menyediakan ruang belajar, diskusi, serta rekreasi bacaan tanpa memungut biaya sepeser pun. Tak hanya itu, ada juga layanan komputer serta wifi yang dapat diakses secara cuma-cuma.
“Duh, kalau nggak ada Puskot, kita juga nggak mampu untuk belajar di kafe,” keluh Yayak.
Jam operasional Puskot dibatasi sejak pandemi
Puskot menjadi salah satu ruang publik yang kehadiranya secara signifikan dirasakan oleh warga Yogyakarta. Sayangnya, sejak pandemi Covid-19 menghantam, jam layanan Puskot berubah. Saat ini, Puskot hanya buka pada Senin sampai Kamis pukul 08.00—17.00; Jumat pukul 08.00—14.30; Sabtu dan Minggu pukul 08.00—12.00. Pengunjung menyayangkan perubahan ini mengingat tidak banyak ruang publik seperti Puskot yang menyediakan ruang untuk aktualisasi diri, terutama soal literasi.
“Kupikir ini juga kritik untuk layanan publik secara umum sebab tidak banyak yang buka 24 jam dan mengakomodasi berbagai kebutuhan,” jelas Revan.
Menurutnya, Perlu jam kunjung yang lebih lama lagi agar layanan publik ini dapat memaksimalkan manfaatnya, terutama yang berkaitan dengan wawasan literasi pengunjungnya. Apalagi, letak Puskot sangat strategis di antara sekolah-sekolah dan berbagai institusi pendidikan.
Penulis: Viola Nada Hafilda
Editor: Kenia Intan