MOJOK – Pameran tahunan Nandur Srawung #12 menggagas tema Eling: Awakening sebagai respons terhadap krisis global yang saling bertaut dari pandemi, konflik geopolitik, disrupsi teknologi, hingga krisis iklim yang berdampak pada kehidupan individu.
Krisis iklim juga berpengaruh menyentuh dimensi emosional psikologis manusia. Sementara Digitalisasi menuntut individu untuk beradaptasi dan mengubah cara kerja, hal ini membuat individu sering merasa tertinggal karena ritme perubahan yang serba cepat. Sementara,Dra. Purwiati selaku Kepala Taman Budaya Yogyakarta menjelaskan bahwa pameran Nandur Srawung #12 menjadi ajakan bagi kita semua untuk membuka kesadaran baru, baik sebagai personal, sosial, maupun ekologis. Pamern ini berlangsung dari tanggal 9-18 Oktober 2025.
“Melalui karya seni, dan pembangunan kehidupan budaya saat ini, sehingga ada sebuah kemungkinan akan nilai-nilai kemanusiaan, kebersamaan, dan kepedulian, baik itu lingkungan seni, dan tidak hanya menjadi cermin realitas saja, tapi juga menjadi inspirasi untuk membangkitkan semangat kehidupan yang dikembangkan,” kata Dra. Purwiati pada saat pembukaan jumpa pers di Ruang Seminar TBY, Kamis (9/10).
Pelaksanaan Nandur Srawung #12 ini berbeda dengan tahun sebelumnya, yaitu berada di gedung Militaire Societeit dengan membawa konsep indoor dan outdoor Art Garden, pameran dengan konsep outdoor yang menjadi hal baru dalam pameran tahun ini.
“Jadi, penyelenggaraan tahun ini tidak seperti biasanya dilaksanakan di ruang galeri seni rupa , karena sudah diketahui bersama bahwa TBY sedang direnovasi, sehingga fasilitas untuk pameran kemudian berlalu ke untuk Militari Societet, dan di halamannya nanti pamerannya ini konsepnya adalah ada indoor dan outdoor,” ujar Dra. Purwiati.
“Tetapi, dengan keterbatasan ruang dan sepanjang sementara ini, kita justru memiliki kekebasan yang unik untuk merespon ruang halaman di gedung sosial dan militer sebagai semacam ruang seni yang bersifat seperti kebun, atau taman, atau ruang terbuka yang bisa menunjukkan karya seni,” ucap salah satu kurator Nandur Srawung Rain Rosidi mengenai perbedaan tempat pameran tahun ini.
Nandur Srawung #12: 100 Seniman, 100 Karya
Melalui proses seleksi dan kurasi yang dilakukan oleh tim kurator, terseleksi 100 karya, dengan total 100 seniman untuk dipamerkan di TBY pada 9–18 Oktober 2025.
“Di dalam pameran kali ini kita menghadirkan 100 karya, 100 seniman dengan berbagai macam karya dan dengan berbagai reputasi yang dalam klasifikasi kami disebutkan sebagai seniman lokal, nasional dan internasional dalam satu pameran bersama. Di dalam pameran ini, 100 seniman ini menghadirkan karya yang ada di indoor yaitu di lobby Militaire Societeit,” ungkap Rain Rosidi.
“Di luar itu kita juga mengundang beberapa seniman-seniman undangan termasuk dari seniman internasional dan seniman yang bereputasi internasional dari kita untuk memberikan warna kemudian juga untuk memberikan tekanan kepada tema ini. Ada beberapa nama seniman yang kita buka untuk memperkuat konsep dari Nandur Srawung di tema Awakening,” tambahnya.
Karya seni dalam pameran Nandur Srawung #12 tidak hanya karya lokal melainkan juga ada beberapa karya internasional. Hal ini diperkuat dengan gagasan yang diucapkan salah satu kurator Nandur Srawung #12 Irene Agrivina.
“Menyambung dari karya tadi, kita memiliki data open call dan pertama ada seniman yang berasal dari Yogyakarta, seniman nasional, global dan nasional, dan internasional. Kali ini ada dari beberapa negara seperti Australia, Perancis, Belanda, dan Palestina yang ikut serta,” ujarnya menambahkan
Nandur Srawung #12 juga mengundang publik seni dan masyarakat umum dengan menciptakan beberapa program seperti Nandur Gawe: Open Studio di NS XII Lab, Srawung Sinau: Performance Lecture, Program Harian NS XII, serta Pembukaan Pameran Nandur Srawung #12 dengan sub acara sesi penghargaan kepada Lifetime Achievement Award dan Young Rising Artist Award
