MOJOK.CO – Setelah gempa bumi mengguncang Cianjur pada Senin (21/11/2022), terjadi rentetan gempa di beberapa daerah lain. Walau peristiwanya berdekatan, pakar mengatakan rentetan gempa itu tidak dipicu oleh gempa Cianjur.
Gempa dengan magnitudo 5,6 skala richter (SR) terjadi di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat Senin (21/11/2022). Tidak lama berselang, gempa mengguncang daerah-daerah lain. Pada Rabu petang (23/11/2022) terjadi gempa bermagnitudo 4,1 SR di Probolinggo.
Memasuki bulan Desember, tepatnya Sabtu (3/12/2022), gempa bumi dengan magnitudo 6,4 SR terjadi di Kabupaten Garut. Sehari setelahnya atau Minggu (4/12/2022), gempa sebesar 4,7 SR mengguncang Bangkalan. Pada hari yang sama di malam harinya, Kabupaten Gunung Kidul diguncang empat kali gempa. Tidak berselang lama, gempa bermagnitudo 6,2 SR terjadi di Kabupaten Jember, Selasa (6/12/2022).
Mencermati rentetan peristiwa ini, Dosen Teknik Geologi UGM, Dr. Gayatri Indah Marliyani, ST., M. Sc., berpendapat gempa di Cianjur bukanlah pemicu di daerah-daerah lain. Gempa Cianjur hanya berkaitan pada gempa-gempa susulan yang terkonsentrasi di titik gempa dengan frekuensi dan magnitudo yang semakin kecil.
Dilihat dari jenis dan lokasi sumber gempanya, rentetan gempa yang terjadi setelah peristiwa di Cianjur tidak berkaitan satu sama lain. Daerah-daerah di sepanjang zona subduksi, seperti sepanjang lepas pantai barat Sumatera sampai Lombok, memang berada pada daerah tektonik aktif. Oleh karenanya, banyaknya kejadian gempa di sekitar wilayah tersebut adalah hal yang wajar.
“Gempa yang terjadi adalah fenomena alam yang terjadi akibat pelepasan energi ketika tubuh batuan kerak bumi retak, patah, dan bergerak akibat tekanan yang berasal dari pergerakan lempeng-lempeng tektonik di bumi,” jelas dia seperti dikutip dari laman resmi UGM, Rabu (7/12/2022).
Apabila dicermati lebih seksama, setiap hari sebenarnya terjadi gempa di berbagai wilayah di Indonesia. Terutama gempa-gempa dengan magnitudo kecil. Begitu pula dengan gempa menengah yang berpotensi terjadi secara harian. Sementara gempa besar terjadi hampir setiap tahun.
Seringnya gempa terjadi di Indonesia tidak terlepas dari banyaknya lempeng tektonik yang berada di wilayah Indonesia. Lempeng yang dimaksud adalah Indo-Australia, Eurasia, Pasifik, Filipina dan beberapa lempeng lainnya.
Lempeng tersebut bergerak dengan kecepatan sekitar 4-7 cm per tahun sehingga energi dari pergerakan tersebut terakumulasi pada batas-batas tumbukan lempeng ini. Akibatnya, terjadinya retakan dan pergerakan patahan yang disertai dengan peristiwa gempa bumi.
Ia mencontohkan, gempa di Probolinggo dipicu oleh terkait dengan aktivitas sesar aktif Probolinggo yang berada di darat. Gempa Garut berkaitan dengan proses subduksi.
“Gempa Garut tersebut terjadi pada zona intraplate lempeng IndoAustralia yang menyusup di bawah pulau Jawa. Sementara itu, gempa di Jatim berada pada zona prisma akresi di zona subduksi Jawa bagian timur,” jelas dia.
Lalu, apa yang harus dilakukan?
Masyarakat disarankan tidak perlu merasa waswas yang berlebihan. Peristiwa gempa yang seolah-olah meningkat beberapa waktu terakhir tidak terlepas dari kecepatan pertukaran informasi dan perhatian masyarakat yang meningkat pasca gempa Cianjur.
Satu hal yang perlu tertanam di benak masyarakat Indonesia, sebagian besar dari mereka tinggal di wilayah rawan gempa bumi. Oleh karenanya, masyarakat diharapkan tetap meningkatkan kewaspadaan sehingga semuanya akan lebih siap untuk menghadapi berbagai kemungkinan yang terjadi. Meningkatkan kesadaran akan lingkungan sekitar dapat membantu kita untuk mempersiapkan diri menghadapi bencana yang mungkin terjadi.
“Literasi terhadap kondisi geologi di sekitar area tempat tinggal dan beraktivitas juga perlu ditingkatkan dengan mencoba memahami betul prosedur dan jalur evakuasi di manapun berada,” tutup dia.
Penulis: Kenia Intan
Editor: Purnawan Setyo Adi