MOJOK.CO – Yayuk Basuki, petenis legendaris asal Indonesia membagikan sebuah kisah yang selama ini menjadi rahasia yang ia simpan rapi. Ia pernah sengaja mengalah dalam pertandingan US Open meski diunggulkan. Alasannya, demi ikut Pekan Olahraga Nasional (PON).
Yayuk Basuki atau pemilik nama lengkap Nany Rahayu memiliki segudang prestasi dalam dunia olahraga tenis. Ia mengharumkan nama Indonesia dalam dunia tenis pada tahun 1990-an. Segudang prestasi pernah diraih atlet kelahiran Yogyakarta, 30 November 1970 ini. Lima kali berturut-turut menjuarai Asian Games, peringkat 21 Women’s Tennis Association (WTA) pada 1997 hingga masuk perempat final ganda Prancis Terbuka pada tahun yang sama.
Namun, tak banyak yang tahu bila Yayuk pernah mengalah kalah mengikuti ajang internasional demi membela Yogyakarta. Saat ditemui di Yogyakarta, Senin (26/09/2022), Yayuk bercerita pernah mengalah untuk kalah dan menyingkir dari pertandingan dalam event akbar US Open di Amerika Serikat pada 1996 silam.
Alasannya, demi bisa mengikuti PON dan mewakili Yogyakarta. Padahal Yayuk menjadi salah satu petenis yang diunggulkan dalam ajang tersebut.
“Saat pertandingan di US Open babak awal, tiba-tiba saya ditelpon diminta pulang untuk mengikuti PON. Saya sebenarnya bisa lanjut tapi demi kepentingan yang lebih besar dan saya ingin menjaga nama baik ayah saya. Akhirnya saya mengalah [untuk kalah] dan pulang ke indonesia untuk mewakili Jogja di PON,” paparnya.
Jadi atlet tak selalu mengejar materi
Tak ingin menyia-nyiakan prestasi setelah melepas mimpinya di US Open, Yayuk Basuki pun bekerja keras untuk membawa pulang medali emas dalam PON 1996 di Jakarta.
Hasilnya tiga medali emas dia persembahkan untuk DIY dari cabang olahraga (cabor) Tenis. Tiga medali emas tersebut dipersembahkannya untuk kategori beregu, single dan double.
“Kebetulan, itu kan PON terakhir saya. Maka, saya berambisi menutup karir dengan prestasi terbaik untuk Yogyakarta,” paparnya.
Pengalamannya tersebut baru diceritakan Yayuk Basuki saat ini. Satu hal yang tak mungkin diceritakannya pada waktu itu.
Meski harus berkorban turnamen internasional yang sangat bergengsi demi membela tanah kelahirannya, Yayuk mengaku tidak menyesal. Komitmennya terhadap janji pada ayahnya untuk membanggakan DIY adalah yang utama.
“Tapi, terus terang, kisah ini dulu saya sembunyikan, ya, karena kalau saya buka bisa-bisa saya di-bully, dong. Toh, niat saya cuma menjaga marwah Yogyakarta saja, tidak ada niat lain, cari materi atau apalah,” kata Yayuk Basuki.
Pengalaman-pengalaman berharga semacam itu yang akhirnya dia coba tanamkan kepada anak didiknya. Bahwa menjadi atlet bukan melulu mendapatkan materi yang besar, tetapi ada hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan.
Apalagi saat ini banyak atlet yang selalu mengedepankan mendapatkan pendapatan besar alih-alih memberikan kemampuannya demi prestasi.
Bahkan banyak atlet yang akhirnya memilih pindah daerah atau negara untuk mendapatkan penghasilan yang besar. Meski tak 100 persen menyalahkan atlet yang melakukannya, mereka perlu mempertimbangkan prestasi yang diraihnya.
Tolak tawaran untuk bela daerah lain
Yayuk menceritakan, dia pernah ditawari pindah daerah lain pada era 1980-an. Tak main-main, dia ditawari Rp 5 juta, nominal yang sangat besar saat itu.
“Saya diiming-imingi Rp5 juta, kalau mau membela daerah itu di PON. Tapi, langsung saya tolak, kok,” paparnya.
Selain berharap pada komitmen atlet DIY untuk tetap membawa nama bendera daerah, Yayuk pun berharap ada perhatian dari pengambil kebijakan untuk memperhatikan atletnya dengan lebih baik. Bagaimana tidak, anggaran pembinaan olahraga bagi atlet daerah masih sangat minim dibandingkan anggaran lainnya.
Bahkan di tingkat nasional, anggaran olahraga hanya 0,02 persen dari APBN atau sekitar Rp1,8 triliun per tahun. Angka itu pun masih harus dibagi dengan sektor kepemudaan.
“Pusat saja segitu, bagaimana di daerah. Ini yang perlu jadi perhatian pemerintah daerah. Saya nggak bisa menyalahkan atlet juga, kalau memang mau pindah membela daerah lain. Karena untuk mengasah kemampuan, dengan mengikuti pertandingan di dalam atau luar negeri, tentu butuh biaya kan. Apalagi atlet, orangtuanya juga sudah berinvestasi besar untuk terjun di olahraga,” imbuhnya.
Reporter: Yvesta Ayu
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA: Es Teh Indonesia Viral, Berapa Konsumsi Gula yang Ideal?