MOJOK.CO – Batalnya deklarasi dukungan calon presiden Anies Baswedan pada 10 November 2022 lalu, diklaim membuat Koalisi Perubahan menjadi rapuh. Bahkan, pertemuan Anies-Gibran beberapa waktu lalu, disebut telah bikin hubungan NasDem dan Demokrat kurang harmonis. Lantas, bagaimana situasi koalisi ini ke depannya?
Pada Kamis (10/11/2022) lalu, rencana Koalisi Perubahan yang digawangi NasDem, Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) untuk mendeklarasikan Anies sebagai capres 2024, dipastikan gagal.
Wakil Ketua Fraksi NasDem di DPR RI, Willy Aditya, menyebut gagalnya deklarasi ini karena dua halangan. Pertama, karena koalisi masih harus menunggu PKS yang baru akan Rapat Majelis Syuro akhir tahun ini.
Rapat tersebut merupakan mekanisme internal PKS dalam menentukan langkah politik, utamanya terkait koalisi dan pengusungan capres-cawapres mendatang.
Sementara yang kedua, lanjut Willy, karena mereka harus menunggu Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan sejumlah elite partai lain pulang dari luar negeri terlebih dahulu.
Kendati demikian, Willy tetap menegaskan bahwa batalnya deklarasi koalisi ini bukan berarti membuat hubungan ketiga parpol ini retak. Justru, menurut Willy, ketiga parpol ini semakin solid menghadapi Pilpres 2024.
Willy juga memastikan, deklarasi koalisi tiga parpol ini, tetap bakal digelar. Paling cepat, akhir tahun ini. Kendati demikian, ia juga membuka opsi lain soal kemungkinan deklarasi tidak dilakukan bersama, tapi di masing-masing parpol.
“Jadi, tidak pasti deklarasi bersama, bisa partai per partai,” terangnya.
Senada dengan Willy, juru bicara PKS Muhammad Kholid, juga menegaskan bahwa batalnya deklarasi 10 November bukan berarti tanda keretakan atau ancaman koalisi. Bagi Kholid, hal tersebut sekadar proses alamiah dalam membangun koalisi.
“Karena inti dari koalisi adalah bertemunya titik kepentingan semua pihak yang akan berkoalisi,” tegas Kholid.
Terbaru, Anies Baswedan dan tim kecil koalisi perubahan makan bareng di RM. Pagi Sore di Saharjo, Jumat (19/11/2022). Beberapa petinggi partai dari NasDem, PKS, dan Demokrat hadir dalam pertemuan tersebut seperti Ketua DPP NasDem Willy Aditya, Ketua Majelis Syuro PKS Sohibul Iman, dan Sekjen Partai Demokrat Teuku Riefky Harsa.
Koalisi dinilai menjadi rapuh
Meskipun dari pihak Koalisi Perubahan menyebut tak ada masalah berarti dari gagalnya deklarasi dan koalisi tetap solid, namun beberapa pengamat justru berpandangan lain. Pendiri Indonesia Political Power, Ikhwan Arif, misalnya, menilai batalnya deklarasi 10 November sebagai pertanda bahwa koalisi ini “mulai meredup dan loyo”
Menurut Ikhwan, batalnya deklarasi ini semacam memberi sinyal bahwa poros mereka meredup akibat suasana kebatinan partai mulai berubah-ubah. Kondisi ini yang ia khawatirkan justru membuat koalisi jadi loyo.
Ikhwan memberi contoh, dalam koalisi pasti ada yang namanya “hitung-hitungan”. Semisal, siapa tokoh yang bakal diusung, apa untungnya bagi partai mereka, apakah masih satu visi, dan sebagainya.
“Secara tersirat, ada pertimbangan kalkulasi untung-rugi partai yang berkoalisi. Ada deal-deal politik yang sedang dipertaruhkan di balik menjepit nama Anies Baswedan sebagai bakal capres,” jelas Ikhwan.
Lebih lanjut, Ikhwan juga menyebut bahwa koalisi—terutama NasDem—harus bisa bergerak cepat dan menemukan momentum baru. Hal ini cukup mengkhawatirkan mengingat koalisi ini harus tetap kompak agar bisa mengusung capres untuk Pemilu 2024 mendatang. Pendeknya—karena tidak memenuhi threshold, jika satu parpol saja berpindah haluan, sudah pasti koalisi bakal bubar.
“Ada ambang batas atau threshold. [Kondisi Koalisi Perubahan] berbeda dengan Koalisi Indoneisa Bersatu (KIB) dan Koalisi Indonesia Raya (KIRl), yang sudah mencapai angka presidential threshold 20 persen, dan sudah resmi akad,” pungkasnya.
NasDem-Demokrat saling serang
Rapuhnya Koalisi Perubahan dinilai mengalami eskalasi lantaran dua partai yang berkoalisi, NasDem dan Demokrat, malah saling serang. Hal ini terjadi lantaran NasDem dinilai tak kompak setelah parpol pimpinan Surya Paloh ini disebut-sebut melirik figur oposan, Gibran Rakabuming.
Sebelumnya, diketahui bahwa Wakil Ketua NasDem, Ahmad Ali, tengah membicarakan kans Walikota Solo ini untuk menjadi cawapres Anies. Hal ini makin dipertegas melalui pertemuan Anies-Gibran di Solo pada Selasa (15/11/2022) lalu.
Ketua Badan Pemenangan Pemilu Partai Demokrat, Andi Arief, lantas menyemprot NasDem dengan meminta partai itu untuk disiplin dalam berkoalisi. Andi mengeklaim, bahwa Demokrat dan PKS sudah disiplin di koalisi. Ia pun berharap, Nasdem juga melakukan hal yang sama.
“PKS dan Demokrat disiplin dalam koalisi. Harusnya Nasdem juga demikian. Bukankah sudah diserahkan pada Anies memilih cawapres,” ujar Andi, Kamis (17/11/2022) kemarin.
Di sisi lain, Wakil Ketua Umum NasDem, Ahmad Ali, justru mempertanyakan balik klaim “tidak disiplin” yang dilontarkan Demokrat. Menurutnya, sejauh ini, NasDem tidak melanggar asas apapun dalam koalisi.
“Kedisiplinan apa yang kemudian dilanggar oleh NasDem?,” kata Ahmad Ali.
“NasDem sampai hari ini tidak pernah melanggar komitmen apa yang sedang dibicarakan di rencana mitra koalisi,” lanjutnya.
Ali pun meminta Demokrat tak perlu sensitif dalam merespons wacana-wacana yang muncul. Ali tak terima jika ada kesan pelarangan memunculkan wacana di dalam ‘Koalisi Perubahan’ yang bakal dibentuk.
“Tapi yang ingin saya bilang begini: pertama, bahwa teman-teman di Partai Demokrat nggak perlu sensitif. Kedua, kita tidak pernah menyepakati atau melarang untuk orang berpendapat, ya kan?” tegas Ali.
Peneliti Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, mengungkapkan bahwa dinamika yang terjadi di dalam Koalisi Perubahan ini semakin rumit. Bahkan, kata Adi, koalisi tersebut dikhawatirkan sulit terwujud.
“Awalnya terang dan cerah karena NasDem, PKS, dan Demokrat punya titik temu di Anies yang dinilai antitesa Jokowi. Belakangan realisasi kongsi poros perubahan ini kian kusut,” kata Adi
“PKS dan Demokrat deadlock soal cawapres Anies. Kini, Demokrat menuding NasDem tak komit soal koalisi karena melirik figur Gibran,” sambungnya.
Kendati kusut, Adi tetap menilai bahwa sejatinya NasDem paham PKS dan Demokrat tak akan lari kemana pun. Posisi dua partai ini, yang menjadi oposisi pemerintahan Jokowi, tak mungkin bergabung dengan partai pendukung pemerintah yang lain.
“Dengan kata lain, sekalipun tak pernah didengar kemauan politiknya oleh NasDem, Demokrat dan PKS tak akan lari kemana pun karena tak mungkin nyebrang ke kolam koalisi pemeritah,” katanya.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Purnawan Setyo Adi