Mereka yang Memuliakan Pohon dengan Cara Mengenali Kembali Identitas Diri

resan gunungkidul mojok.co

Talkshow Resan Gunungkidul di FEstival Mojok 2022. (Purnawan S. Adi/Mojok)

MOJOK.COPohon, setiap bagiannya punya fungsi untuk alam dan kehidupan. Sebagian dari kita berupaya menjaga dan merawatnya. Namun ada yang punya cara memuliakan pohon dengan cara mencoba mengenali kembali identitas diri, lewat bunga, langse, dan menyan.

Komunitas Resan Gunungkidul memilih pendekatan budaya dalam melakukan kegiatan-kegiatan konservasi pohon di daerahnya. Pohon-pohon, terutama beringin punya peran besar dalam menjaga mata air yang jadi sumber kehidupan.

Setiap melakukan kegiatan, baik itu penanaman maupun perawatan, Komunitas Resan kerap melakukan ritual. Mulai dari menebar bunga, menyalakan dupa dan menyan, hingga membalut batang besar beringin dengan kain putih langse. Ketika melakukan kegiatan, mereka juga kerap mengenakan pakaian adat Jawa.

“Sebenarnya itu ya sama dengan ritual kebanyakan dari kita sekarang. Ketika menanam pohon, bentang spanduk, dan selfie,” ujar Edi Padmo, penggagas Komunitas Resan dalam talkshow Sembah Bumi: Tafsir Takhayul di Balik Pohon Besar, Minggu (28/8).

Buat warga Gunungkidul, Beringin memang jadi hal yang dimuliakan. Pohon tersebut kerap disebut resan yang punya makna penjaga lantaran keberadaannya penting bagi banyak mata air di sana.

Edi menjelaskan bahwa ritual yang dilakukan komunitasnya saat berkegiatan yakni sebagai bentuk penghormatan pada pohon sekaligus upaya merawat nilai-nilai budaya. Ia menjelaskan, para leluhur telah mengajarkan betapa pentingnya pohon bagi keselarasan alam.

Ia memakai pakaian Jawa dalam berkegiatan lantaran itu adalah bagian dari identitasnya. Sedangkan menyan, sebagaimana dipakai di beragam kebudayaan, digunakan sebagai pengharum yang membuat tenang saat melakukan kegiatan.

Sedangkan langse, ia ibaratkan sebagai pakaian yang menjaga pohon itu. Supaya pohon itu terjaga dari potensi pengrusakan oleh pihak tak bertanggung jawab.

“Diberi pakaian, diberi pembatas. Kita kalau nggak berpakaian di jalan raya kan kehormatan kita berkurang. Nah seperti itulah orang Jawa menghormati pohon,” ucapnya.

Sementara itu, Farid Stevy, seniman yang juga hadir dalam talkshow bercerita kalau ia pernah melakukan aksi simbolis melangse pohon-pohon. Hal itu ia lakukan di hutan Wadas, Bener, Purworejo. Kawasan itu menjadi lokasi pembangunan Waduk Bener yang jadi Program Strategis Nasional (PSN) pemerintahan Presiden Jokowi.

Ia menyadari, sebagai program nasional, sangat sulit membendung laju pengerukan lahan-lahan hijau meski warga di sana telah melakukan beragam aksi perlawanan. Melalui aksi membalut pohon-pohon dengan puluhan meter kain putih yang ia bawa, dapat menjaga pohon-pohon besar di sana.

“Saya membayangkan. Ketika traktor-traktor berhenti di depan pohon yang sudah dilangse itu. Saya berharap, pohon di sana, sebagian dapat bertahan,” ucapnya.

Belakangan, Farid yang lahir di Gunungkidul juga kerap ikut berkegiatan bersama Komunitas Resan. Vokalis Fstvlst ini melakukan aksinya di Wadas sebelum tergabung bersama kawan-kawan Komunitas Resan.

Pembicara lain, Irfan Afifi menjelaskan bahwa prinsip relasi dengan alam sudah terbangun sejak lama dalam tradisi Islam di Jawa. Ia menyebut beberapa naskah lama, salah satunya Suluk Sunan Bonang yang di dalamnya menjelaskan beberapa hal mengenai prinsip relasi manusia dengan alam.

“Sekarang, banyak manusia sudah tidak punya visi tentang agamanya yang terhubung dengan alam semesta. Di Islam, sudah jarang orang tadabur. Urusannya hanya ritus ibadah. Apakah dengan ritus saja bisa terhubung dengan tuhan?” ucap pemerhati budaya Islam di Jawa, mengajak peserta berefleksi.

Baginya, alam perlu dipandang tidak sekadar objek material. Jika dipandang demikian, alam selamanya akan menjadi objek eksploitasi. Para pendahulu, menurutnya, telah mencontohkan cara pandang tentang alam yang melampaui objek material semata.

Tiga pembicara tersebut hadir dalam talkshow Sembah Bumi: Tafsir Takhayul di Balik Pohon Besar yang dimoderatori  jurnalis lepas, Titah AW. Ini merupakan sesi kedua dalam rangkaian acara ulang tahun Mojok yang kedelapan di Kancane Coffe & Tea Bar.

Reporter: Hammam Izzudin
Editor: Purnawan Setyo Adi

Lihat Juga Edi Padmo: Resan Gunungkidul, Semangat Menanam Pohon dan Menjaga Sumber Air

Exit mobile version