MOJOK.CO – Jembatan Kereta Api (KA) Pangukan di Sleman, merekam kejayaan Yogyakarta di masa lalu. Jembatan ini sekaligus mencatat kejadian tragis pada tahun 1939.
Jembatan KA Pangukan terletak tepat di sebelah selatan Jembatan Pangukan. Secara administratif, jembatan ini masuk dalam wilayah Desa Pangukan, Tridadi, Sleman.
Melintas 20 meter di atas Sungai Bedog, pembangunan Jembatan Pangukan di masa kolonial Hindia Belanda tak lepas dari keberadaan Stasiun Beran.
Meski kini terbengkalai, dan kondisinya kini banyaknya coretan-coretan vandalisme di tiang-tiangnya, Jembatan Pangukan punya arti penting dalam merekam era kejayaan Yogyakarta dan Kota Magelang di masa lampau..
Selain itu, ia juga menjadi saksi dari tragedi yang menewaskan salah satu anak asuh misionaris dan aktivis kemanusiaan tersohor di Hindia Belanda. Seperti apa ceritanya?
Saksi kejayaan Yogyakarta-Magelang
Mengutip laman Dinas Kebudayaan Kabupaten Sleman, Jembatan KA Pengukan dibangun pada 1896 oleh Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NISM). Kala itu, jalur ini menjadi sarana transportasi barang maupun manusia untuk Jalur Yogyakarta-Magelang.
Jalur kereta api ke Magelang ini merupakan perpanjangan jalur dari Semarang-Ambarawa-Secang, yang kemudian menghubungkan dengan Yogyakarta.
Seperti yang kita tahu, sejak akhir abad ke-18 hingga awal ke-20, baik Yogyakarta maupun Magelang menjadi dua kota yang ramai sekaligus penting. Maka, jalur kereta api dibuat untuk mengakomodasi mobilisasi masyarakatnya.
Dalam periode tersebut, industri gula di Yogyakarta sedang mencapai masa kejayaannya. Sejak 1870, banyak suikerfabriek alias pabrik gula berdiri dari Bantul hingga ujung utara Sleman.
Dekat Jembatan KA Pangukan sendiri terdapat Pabrik Gula (PG) Beran. Sepanjang awal abad ke-20, PG Beran jadi salah satu suikerfabriek yang paling produktif memproduksi gula. Dalam setahun, mereka bisa menghasilkan 2.000-3.000 picol gula dengan harga 18 gulden per picol-nya.
Sementara Magelang, pada masa itu jadi pusat pendidikan. Ada banyak sekolah yang mulai dibangun, mulai dari sekolah misionaris, sekolah guru, hingga sekolah bagi para pribumi.
Misalnya, sekolah pendidikan guru (kweekschool) pertama Hindia Belanda yang berdiri di Surakarta sempat pindah ke Magelang pada 1875. Adapun, di Magelang dibuka juga sekolah-sekolah tingkat menengah seperti MULO, Taman Siswa, hingga MOSVIA.
Sementara yang paling terkenal adalah sekolah Katolik tertua di Indonesia, yakni Van Lith. Berdiri pada 1896, sekolah setingkat SMA ini mendidik para siswa pribumi sebagai calon guru.
Jembatan KA Pangukan jadi saksi peristiwa tragis
Selain menjadi saksi era kejayaan Yogyakarta dan Magelang, Jembatan KA Pangukan juga pernah merekam tragedi kelam yang menewaskan salah satu anak asuh Johannes Van der Steur, tokoh misionaris sekaligus aktivis kemanusiaan paling tersohor kala itu.
Johannes, saat itu punya panti asuhan bernama Huize Oranje-Nassau di Magelang. Di panti asuhan ini, ia merawat 7.000 anak yatim dari berbagai ras dan etnis.
Salah satu artikel surat kabar Bataviaasch Nieuwsblad edisi 26 Agustus 1939 melaporkan, kecelakaan tragis menimpa salah satu Steurtjes (sebutan untuk anak asuh van Der Steur) bernama Genius Mual pada Jumat, 18 Agustus 1939. Berita ini pun ramai jadi pembicaraan.
Menurut keterangan saksi mata dalam artikel tersebut, ia melihat Genius bergelantungan di pintu gerbong saat kereta yang mereka naiki melintasi Halte Pangukan menuju ke arah Yogyakarta.
Naas, saat kereta memasuki Jembatan Pangukan, Genius terbentur pagar jembatan yang terbuat dari besi. Ia kemudian terjatuh ke dasar Sungai Bedog yang tingginya kira-kira 20 meter dari jembatan.
Setelah kereta berhenti di Stasiun Beran, para Steurtjes lain kemudian berlari ke Sungai Bedog yang berjarak 900 meter. Di dasar Sungai Bedog, Genius terbaring dengan kondisi cedera kepala berat. Darah terus mengalir dari mulut.
Mereka lantas membawa Genius ke RS milik PG Medari. Namun, karena peralatan tidak memadai, ia kemudian dirujuk ke RS Petronella (RS Bethesda). Sayangnya, setelah dua jam dalam perawatan, nyawanya tak bisa terselamatkan.
Genius meninggal di usia 17 tahun. Jasadnya kemudian dimakamkan satu kapling dengan makam van Der Steur (yang meninggal 1945)–kini lokasinya di belakang kompleks pertokoan Jalan Ikhlas, Magersari, Magelang.
Kecelakaan tersebut menjadi salah satu tragedi paling tragis yang menyangkut perkeretaapian pada abad ke-20 di Hindia Belanda yang muncul di media massa.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Indonesia Negara Asia Kedua yang Punya Jalur Kereta Api, Pertama Kali Dibangun di Semarang
Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News