Menelusuri Betal Lama, Desa Mati di Wonogiri yang Muncul Saat Musim Kemarau

Menelusuri Betal Lama, Desa Mati di Wonogiri yang Muncul Musim Kemarau MOJOK.CO

Desa Betal Lama yang ada di dasar Waduk Gajah Mungkur. (Asyrofi Baturetno/Istimewa)

MOJOK.COSebuah desa yang tenggelam lebih dari 30 tahun muncul kembali di Waduk Gajah Mungkur, Wonogiri. Desa mati yang dulunya bernama Betal Lama atau Betal Lawas ini kini jadi objek wisata setiap musim kemarau.

Akhir-akhir ini warga di Wonogiri heboh dengan kemunculan makam-makam akibat mengeringnya Waduk Gajah Mungkur (WGM). Beberapa makam di antaranya muncul di Kecamatan Nguntoronadi, Kecamatan Wuryantoro, dan Kecamatan Eromoko. Perkiraannya, makam ini bekas areal pemakaman yang terkena proyek pembangunan WGM pada akhir 1970-an lalu.

Selain makam, satu fenomena unik lain yang terjadi tiap musim kemarau adalah munculnya sebuah desa mati yang 30 tahun lebih “tenggelam”.

Nama desa yang kembali muncul ini adalah Desa Betal Lama. Bahkan, desa yang punya waktu tempuh 30 menit perjalanan dari pusat kota Wonogiri itu menjadi lokasi wisata warga sekitar setiap kemarau tiba.

Desa Betal Lama, menyerupai kota-kota mati laiknya Hashima di Jepang, Craco di Italia, ataupun Chernobyl di Ukraina menjadi daya tarik tersendiri.

Desa mati yang dulunya wilayah yang maju

Secara administratif, Desa Betal Lama masuk ke dalam wilayah Kecamatan Nguntoronadi, Wonogiri. Lokasinya sendiri sangat strategis, diapit empat kecamatan besar, yakni Wonogiri, Wuryantoro, Baturetno, dan Tirtomoyo.

Dahulu, jaringan rel kereta api melintasi wilayah ini. Pada era 1970-an, rel yang melintasi jembatan banon itu menjadi moda transportasi untuk mengirimkan hasil bumi dari Baturetno ke Wonogiri melalui Stasiun Betal, serta sebaliknya, bahkan sampai ke Pacitan.

Wilayah strategis serta keberadaan jalur rel kereta api, bikin Betal menjadi daerah yang maju pada masanya. Ia menjelma sebagai pusat perdagangan, di mana para pedagang dari kecamatan sekitar tiap hari datang ke Pasar Betal.

Sayangnya, memasuki akhir 1970-an dan awal 1980-an kondisinya berubah total. Kemewahan ini sirna setelah masyarakat harus mengikuti program bedol desa imbas dari proyek pembangunan WGM. Kebanyakan dari mereka bertransmigrasi ke Rimbo Bujang, Jambi, hingga ke Dharmasraya, Sumatra Barat.

Bahkan, sebagai perbandingan, sebelum adanya WGM, jarak Betal dengan kecamatan-kecamatan sekitar hanya sekitar 8-10 kilomter saja. Namun, karena adanya waduk, masyarakat harus memutar arah dengan jarak tempuh dua kali lipat lebih jauh.

Warga selalu menunggu kemunculannya 

Desa Betal yang maju itu kini jadi desa mati dan tinggal kenangan. Saat musim hujan, hanya pemandangan air WGM yang deras mengalir saja yang bisa dilihat. Namun, saat kemarau tiba dan debit air waduk menyusut, kita bisa bernostalgia dengan desa yang hilang itu.

Areal yang dulunya bekas persawahan, muncul kembali dengan menampakkan hamparan tanah meluas dengan ditumbuhi rumput liar menyerupai putri malu. Tak jauh dari situ, bekas pemukiman menyembul lagi dengan adanya sumur-sumur tua, bekas kamar mandi, dan fondasi-fondasi rumah.

Sementara rel kereta api yang pernah eksis kini sudah tak ada lagi. Yang tersisa hanyalah puing-puing jembatan banon, dua sisi penyangganya masih kerap terlihat di tengah genangan air.

Sebagai informasi, sejak 2019 lalu Desa Betal Lawas ditetapkan sebagai objek wisata baru di Nguntoronadi. Setiap tahun, sebuah panggung musik dan sejumlah pagelaran berlangsung secara gratis sebagai hiburan warga sekaligus tapak tilas kemewahan desa ini di masa lalu.

Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA Waduk Gajah Mungkur Wonogiri dan Misteri Makam Kuno yang Muncul Saat Waduk Mengering

Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News

Exit mobile version