MOJOK.CO – Polrestas Yogyakarta membongkar kasus dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Yogyakarta. Korban yang dijanjikan bekerja sebagai karyawan salon, tapi ternyata dipekerjakan sebagai pemandu lagu di kawasan Sarkem.
Berawal dari perempuan yang kabur
Kasatreskrim Polresta Yogyakarta, AKP Archye Nevada dalam keterangannya kepada wartawan di Mapolresta Yogyakarta, Kamis (27/07/2023) mengungkapkan, polisi membongkar praktik TPPO tersebut di Kemantren Gedongtengen, Kota Yogyakarta.
Awal kasus terbongkar saat salah satu perempuan di tempat penampungan kabur. Karyawan tersebut kabur dengan menjebol asbes milik tetangga karena tidak kuat bekerja dalam kungkungan.
“Kita dapat info dari salah satu orang yang ditampung kabur. Dia tidak betah, tidak tahan karena merasa terkungkung sampai menjebol asbes milik tetangga. Dari situ kita mendapatkan informasi,” kata Archye Nevada.
Archye mengungkapkan salon tersebut berkedok sebagai tempat salon biasa. Namun ternyata di belakang bangunan itu ternyata tempat penampungan perempuan pekerja hiburan malam.
Modus iming-iming pekerjaan untuk perempuan
“Modus yang pelaku yakni mereka mengelola sebuah salon dan mencari perempuan melalui informasi lowongan pekerjaan sebagai karyawan salon,” paparnya.
Menurut Archye, informasi lowongan tersebut ternyata menarik minat sejumlah perempuan muda tertarik. Namun, alih-alih jadi karyawan salon, mereka justru menjadi Lady Companion (LC) atau pemandu karaoke di kawasan Pasar Kembang atau Sarkem.
Polisi yang mengetahui informasi terkait adanya penampungan perempuan yang biasanya setiap malam mulai pukul 19.00 WIB sampai 04.00 WIB di wilayah Gedongtengen itu pun akhirnya melakukan penangkapan pada Jumat (21/07/2023). Informasi awal berasal dari Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) DIY.
“Penangkapan sekitar pukul 15.30 WIB lebih tepatnya ada di Gedongtengen,” jelasnya.
Dua korban ternyata masih berusia remaja dan merupakan pelajar. Yakni NS (16), pelajar dari Bandung, Jawa Barat dan SP (17) yang merupakan pelajar perempuan Tasikmalaya Jawa Barat.
Polisi kemudian menangkap dua pelaku yakni AW laki-laki usia 43 tahun asal Kemantren Gedongtengen, Kota Yogyakarta dan SU (49) laki-laki asal Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Dalam penggrebekan itu, polisi mengamankan 53 perempuan, dua di antaranya merupakan anak di bawah umur.
Beroperasi sejak 2014
Archye menambahkan, para perempuan yang jadi korban itu hanya boleh melakukan aktivitas kerja. Mereka tidak boleh keluar penampungan selain di jam kerja.
“Mereka tidak boleh keluar, dan kalau tidak bekerja gajinya kena potong,” ungkapnya.
AW, pemilik salon tersebut merupakan salah satu tersangka berinisial AW. Sedangkan SU sebagai admin salon sekaligus pencari perempuan.
Dari hasil dari pemeriksaan, tempat penampungan tersebut sudah beroperasi dari tahun 2014. Para korban direkrut dengan menawarkan uang pinjaman atau dibelikan barang.
Para perempuan itu tetap mendapatkan gaji namun dengan kesepakatan yang memberatkan pekerja. Mereka pun wajib bekerja sebagai LC setiap malam.
“Hal itu untuk mengikat agar perempuan-perempuan tersebut tidak bisa keluar dari manajemen yang para pelaku kelola,” jelasnya.
Selain itu, aturan yang ketat membuat perempuan menjadi ketakutan. Misalnya, jika melakukan kesalahan akan mendapatkan denda. Selain itu ada banyak aturan yang membuat perempuan tersebut seperti tersandera.
Polisi mengamankan barang bukti berupa ponsel, pembukuan keluar masuk perempuan yang bekerja, dan pembukuan keuangan. Ada 120 KTP perempuan yang oleh tersangka menjadi jaminan agar tidak kabur. Sebagian pemilik KTP tidak lagi bekerja di situ.
Archye mengatakan, sampai saat ini polisi belum menemukan praktik prostitusi dalam kasus ini. Namun, pihaknya akan terus menyelidiki.
Dikenakan sejumlah pasal
Satreskrim Polresta Yogyakarta menerapkan beberapa pasal yang pertama terkait tindak pidana perdagangan orang pasal 2 ayat 1 kemudian pasal 2 ayat 2. Selain itu pelaku juga dikenakan pasal terkait tentang perlindungan anak yaitu Pasal 88 UU 35 Tahun 2014 dan pasal Pasal 761 serta Pasal 296 dan pasal 506. “Ancaman 15 tahun penjara,” katanya.
Reporter: Yvesta Ayu
Editor: Agung Purwandono