RA. Kartini pernah bergumul dengan keresahan batin untuk mendalami Al-Qur’an. Ini seperti tertuang dalam surat kepada seorang aktivis perempuan Belanda, Stella Zeehandelaar bertanggal 6 November 1899 dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang. Lalu ia bertemu dengan KH. Sholeh Darat As-Samarani dari Semarang, Jawa Tengah dan mendalami Al-Qur’an dari sosok tersebut.
Tak hanya RA. Kartini. Banyak tokoh-tokoh besar yang pernah belajar dari KH. Sholeh Darat. Di antaranya: KH. Hasyim Asy’ari, KH. Ahmad Dahlan, KH. Mahfuz at-Turmuzi (Termas, Pacitan), KH. Bisyri Syansuri (Denanyar, Jombang), hingga KH. Munawir (Krapyak, Jogja).
Buah pemikiran KH. Sholeh Darat yang paling monumental adalah Tafsir Faidhu al-Rahman. Sebuah tafsir Al-Qur’an berbahasa Jawa dengan tulisan Arab pegon prtama di Indonesia.
Sementara dalam konteks nasionalisme, KH. Sholeh Darat melalui Majmu’at asy-Syari’at al-Kafiyat li al-Awam menyuarakan gagasan melawan kolonialisme, sebagai respons atas penjajahan di Indonesia masa itu.
Penguatan usulan gelar “Pahlawan Nasional” KH. Sholeh Darat
Atas sekian kontribusinya, Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang tengah menguatkan usulan gelar “Pahlawan Nasional” kepada KH. Sholeh Darat. Bersama Universitas Diponegoro (Undip) dan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI, Pemkot Semarang menggelar International Seminar “The Legacy of K.H. Sholeh Darat for Indonesian Independence as the Basis for Proposal of the National Hero Title” di Ballroom Rama Shinta, Patra Semarang Hotel & Convention, Selasa (11/11/2025) dalam penguatan usulan tersebut.
Seminar internasional tersebut menghadirkan tamu-tamu penting, antara lain Kepala Arsip Nasional RI (ANRI) Mego Pinandito, Ketua BAZNAS RI Prof. Dr. K.H. Noor Achmad, Ketua BAZNAS Jawa Tengah, unsur Forkopimda Kota Semarang, serta para akademisi dan ulama dari berbagai daerah.

Dari luar negeri, hadir narasumber ternama: Dr. Suryadi, M.A. dari Leiden University, Belanda, Prof. Dr. Mohd. Roslan Bin Mohd. Nor dari Universiti Malaya, Malaysia dan Prof. Dr. Khairudin Al Juned dari National University of Singapore, Singapura.
Ketiganya memaparkan kontribusi besar K.H. Sholeh Darat terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia, perkembangan intelektualisme Islam, dan pembentukan nasionalisme di Nusantara.
Pemkot Semarang kumpulkan arsip untuk perkuat usulan
Wakil wali kota Semarang, Iswar Aminuddin yang hadir mewakili Wali Kota Semarang, Agustina Wilujeng dalam sambutan tertulis yang dibacakan menyampaikan bahwa perjuangan K.H. Sholeh Darat tidak dilakukan melalui peperangan fisik. Melainkan melalui ilmu dan dakwah yang mencerahkan umat.
“Beliau adalah sosok ulama yang berjuang dengan pena, bukan senjata. Pemikiran dan karya-karyanya membentuk warna Islam Nusantara yang damai, toleran, dan cinta tanah air. Banyak muridnya yang kemudian menjadi pelopor gerakan besar seperti K.H. Hasyim Asy’ari dan K.H. Ahmad Dahlan,” ujar Iswar.
“Pemerintah Kota Semarang bersama masyarakat dan Nahdlatul Ulama terus berjuang mengumpulkan arsip dan dokumen pendukung untuk memperkuat pengusulan beliau sebagai Pahlawan Nasional,” sambungnya.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Arsip Nasional RI, Mego Pinandito, menegaskan dukungan penuh terhadap langkah Pemkot Semarang. Menurutnya, perjuangan K.H. Sholeh Darat adalah bentuk perang pemikiran dan perjuangan ilmu pengetahuan yang menjadi fondasi kebangkitan bangsa.
“Kalau dulu Pangeran Diponegoro berjuang dengan senjata, maka Kiai Sholeh Darat berjuang dengan ilmu, naskah, dan tulisan. Itulah jihad intelektual yang membangun kesadaran bangsa,” ujarnya.
Ia juga mengajak masyarakat untuk berpartisipasi mencari dan menyerahkan naskah, kitab, maupun arsip asli karya K.H. Sholeh Darat agar dapat direstorasi dan didigitalisasi oleh ANRI.
Gelar pahlawan untuk KH. Sholeh Darat: tanggung jawab moral untuk sejarah bangsa
Menurut Wali Kota, pengusulan gelar Pahlawan Nasional bagi K.H. Sholeh Darat adalah bentuk tanggung jawab moral terhadap sejarah bangsa.
“Beliau bukan hanya ulama, tetapi pendidik visioner yang menyalakan obor keilmuan dan kebangsaan. Melalui karya-karyanya dalam bahasa Jawa Pegon. Beliau membuka akses ilmu agama bagi masyarakat luas dan menanamkan semangat kemerdekaan di tengah penjajahan,” tulis Agustina.
Dalam seminar tersebut juga menampilkan diskusi akademik lintas negara dengan fokus pada transliterasi naskah, tafsir Pegon, dan jaringan ulama Jawa–Haramain. Para peserta sepakat bahwa upaya pengusulan ini harus diikuti dengan digitalisasi karya-karya KH. Sholeh Darat agar dapat diakses generasi muda.***(Adv)
BACA JUGA: Tapa Ngeli hingga Akidah Muttahidah Sang Wali Lingkungan, Menjaga Alam Muria dari Pengrusakan atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan