Isu Pemakzulan Jokowi dari Surya Paloh Malah Memperpanjang Urusan Perppu KPK

MOJOK.COPara politisi ramai-ramai meminta Jokowi agar tidak menerbitkan Perppu KPK. Bahkan Surya Paloh sebut kalau ada kemungkinan Presiden bisa di-impeach. Ebuset.

Aksi mahasiswa di berbagai daerah selama beberapa pekan kemarin pada akhirnya berhasil “memaksa” Presiden Jokowi untuk merespons. Terutama mengenai salah satu tuntutan agar Presiden mau menerbitkan Perppu UU KPK. Agar UU KPK baru yang dianggap upaya pelemahan KPK ini bisa segera dibatalkan segera.

Usai pertemuan dengan para petinggi Koalisi Indonesia Kerja (KIK) pada 1 Oktober 2019, Sekjen PPP Asrul Sani menyebutkan kalau Perppu merupakan salah satu opsi yang akan dipilih. Meski begitu opsi tersebut berada pada urutan terakhir. Yakni legislative review, judicial review, baru kemudian Perppu.

Meski begitu, para politisi ramai-ramai meminta Jokowi agar tidak menerbitkan Perppu KPK. Ada dari Yasonna H. Laoly sampai Wakil Presiden Jusuf Kalla, dan politisi PDIP sendiri. Meski begitu adalah Surya Paloh, Ketua Umum Partai NasDem yang menyulut kontroversi dengan isu baru, yakni: pemakzulan Presiden.

“Kalau sudah masuk ke sana (judicial review ke Mahkamah Konstitusi), presiden kita paksa keluarkan perppu (untuk UU KPK), ini justru dipolitisir. Salah-salah, presiden bisa di-impeach. Ini harus ditanya ke ahli hukum tata negara,” kata Surya Paloh.

Meski secara aturan sangat sulit bagi DPR untuk bisa memakzulkan Presiden hanya gara-gara Perppu KPK, tapi isu ini sudah kadung bergulir begitu cepat. Publik juga jadi merespons bahwa politisi-politisi di sekitar Jokowi memang menginginkan UU KPK yang baru ini segera dijalankan. Apapun risikonya.

Yasonna H. Laoly, anggota DPR yang terbaru misalnya, menyarankan agar Jokowi melihat situasi lebih dulu, meski menyadari bahwa menerbitkan Perppu adalah hak Presiden.

“Sebaiknya jangan, tapi kan kewenangan Perppu ada pada Bapak Presiden,” kata Yasonna.

Menurut mantan Menteri Hukum dan HAM ini, Jokowi baiknya tidak perlu buru-buru soal ini. Terutama karena parlemen sudah satu suara soal UU KPK.

“Jalankan dulu lah, lihat kalau nanti tidak sempurna buat legislative review. Belum dijalankan kok sudah suudzon.Kan nggak begitu caranya. Jalankan dulu,” tambah Yasonna.

Tak hanya Yasonna, Wakil Presiden Jusuf Kalla pun ikut memberi saran agar Jokowi jangan sampai menerbitkan perppu UU KPK.

“Kan baru saja presiden teken berlaku (revisi UU KPK), masak langsung presiden sendiri menarik itu? Di mana kita mau tempatkan kewibawaan pemerintah? Baru meneken berlaku, lalu satu minggu kemudian ditarik lagi. Logikanya di mana?” kata JK.

Apalagi JK menilai kalaupun Jokowi menerbitkan Perppu KPK, tidak ada jaminan aksi mahasiswa bakal berakhir. “Belum tentu (demo berakhir) juga. Siapa yang menjamin?” kata JK lagi.

“Saya tidak ingin memberikan komentar tentang Perppu karena sudah berjalan di MK. Lebih baik kita tunggu apa yang di MK, kan sudah berjalan proses di MK,” tambah JK.

Seminggu sebelum pertemuan Jokowi dengan para petinggi partai, Jokowi bahkan pernah diperingatkan secara keras oleh Ketua PDIP Bidang Pemenangan Pemilu, Bambang Wuryanto.

“Bukan dengan Perppu. Clear. Kalau begitu gimana? Ya mohon maaf, Presiden nggak menghormati kita dong,” kata Bambang Wuryanto.

“Anggota DPR punya otoritas sendiri,” kata Anggota DPR RI dari Surakarta ini.

Betul, Pak. Di dunia ini memang cuma DPR doang yang punya otoritas, presiden mah kagak. Lha itu sampai ada pasal pemakzulan presiden, tapi nggak ada tuh pemakzulan anggota DPR. Eh.

 


BACA JUGA Dear Pak Jokowi, Soal Perppu KPK, Lebih Berat Mana: Suara Rakyat atau Suara DPR? atau tulisan rubrik KILAS lainnya.

Exit mobile version