Majelis Etik Dewan Pengawas KPK menyatakan Lili Pintauli terbukti secara hukum telah melanggar kode etik dan pedoman perilaku berupa penyalahgunaan pengaruh untuk kepentingan pribadi dan berhubungan langsung dengan pihak berperkara. Lili Pintauli adalah Wakil Ketua KPK saat ini.
Lili terbukti melanggar Pasal 4 ayat 2 huruf b dan Pasal 4 ayat 2 huruf a Peraturan Dewan Pengawas KPK RI Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK.
Lili dinilai terbukti memanfaatkan posisinya sebagai pimpinan KPK untuk menekan M. Syahrial guna pengurusan penyelesaian kepegawaian adik iparnya Ruri Prihatini Lubis di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Kualo Tanjungbalai.
Untuk yang belum tahu, M. Syahrial adalah Wali Kota non-aktif Tanjungbalai. Sementara itu, hukuman bagi pelanggar etik KPK adalah sanksi berat dan permintaan pengunduran diri. Dewan Pengawas KPK memilih menjatuhkan sanksi berat kepada pelanggar kode etik tersebut.
Seberat apa sanksi yang diterima pelanggar etik? Lili Pintauli dikenai hukuman pemotongan gaji sebesar 40 persen selama satu tahun. Sekilas, hukuman ini terbaca sangat berat. Namun, banyak yang mempermasalahkan hukuman ini karena hanya memotong gaji pokok saja.
Aturan gaji pimpinan KPK tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas PP Nomor 29 Tahun 2006 tentang Hak Keuangan, Kedudukan Protokol, dan Perlindungan Keamanan Pimpinan KPK.
Gaji pokok Wakil Ketua KPK sendiri sebesar Rp4.620.000. Jadi, gaji pokok Lili selama satu bulan hanya dipotong Rp1.848.000. Jika dihitung selama 12 bulan, potongannya senilai Rp22.176.000. Nah, bagaimana dengan tunjangan?
Supaya pembaca tahu, Wakil Ketua KPK mendapat tunjangan jabatan sebesar Rp20.475.000 dan tunjangan kehormatan sebesar Rp2.134.000. Masih ada tunjangan perumahan senilai Rp34.900.000, tunjangan transportasi Rp27.330.000, tunjangan asuransi kesehatan dan jiwa Rp16.325.000, dan tunjangan hari tua Rp6.807.250. Totalnya Rp107 juta.
Dari semua tunjangan tersebut, asuransi kesehatan dan jiwa tidak diterima dalam bentuk uang karena dibayarkan ke lembaga penyelenggara asuransi. Selain itu, tunjangan hari tua juga merupakan hak pensiun.
Jadi, total tunjangan yang diterima dalam bentuk uang tunai yang diterima sebesar pelanggar etik KPK senilai Rp84.839.000. Bila ditambah gaji pokok setelah dipotong, Lili masih mengantongi Rp87.611.000. Masih cukup buat bikin ternak lele tiap bulan.
Hukuman bagi pelanggar etik KPK ini dinilai terlalu ringan. ICW sendiri menilai pelanggaran etik ini bisa dibawa ke ranah pidana. Adalah Kurnia Ramadhan, peneliti ICW mengatakan hal itu bisa dilakukan jika mengacu pada Pasal 65 dan Pasal 36 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Pasal 36 berisi aturan yang melarang pimpinan berhubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka. Sementara itu, Pasal 65 berbunyi setiap anggota KPK yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
“Pasal 65 dan Pasal 36 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 secara jelas menyebutkan adanya ancaman pidana penjara hingga lima tahun bagi komisioner yang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan pihak berperkara di KPK,” tegas Kurnia.
Merespons rekomendasi ICW dan tekanan masyarakat, Dewan Pengawas KPK meminta semuanya untuk tidak lagi memperdebatkan soal hukuman bagi pelanggar etik ini. Tumpak Hatorangan, Ketua Dewas KPK, menegaskan hal itu.
“Tidak perlu diperdebatkan karena itu adalah hasil dari musyawarah majelis sesuai keyakinan dari majelis Dewan Pengawas KPK,” kata Tumpak seperti dilansir voi.id.
Nah, seperti kata Pak Tumpak, rakyat nggak perlu bikin ramai, deh. Pastinya Ibu Lili Pintauli udah menderita karena take home pay yang menyentuh Rp80 juta itu dipotong Rp1 juta. Siapa coba yang nggak sedih gaji besarnya dipotong.
Siapa tahu, gaji Rp80 juta itu masih kurang buat Ibu Lili untuk bikin ternak lele tiap bulan. Maklum, lelenya nggak dikasih pelet, tapi kaviar. Air tambaknya pakai Chateau Margaux, wine terbaik dari Bordeaux.
BACA JUGA Cinta yang Berakhir untuk KPK dan tulisan lainnya di rubrik KILAS.