MOJOK.CO – Minggu lalu, saya mengunjungi dua rumah makan di Jogja yang menyajikan menu Sego Berkat Wonogiri. Belakangan, makanan ini memang sedang viral di media sosial.
Pada Kamis (3/8/2023) siang, saya mengunjungi rumah makan yang berlokasi di Jetis dan Wirobrajan bersama seorang kawan. Namanya Rajif, buruh Jogja yang berasal dari Kecamatan Slogohimo, Wonogiri.
Sebagai akamsi kota gaplek, kami berdua punya banyak kenangan dengan menu yang akrab disebut “sego berkat” ini. Ketika kecil dulu, saya terhitung jarang menyantap menu yang satu ini.
Wajar, sebab sego berkat cenderung jadi makanan yang eksklusif; hanya ada di acara-acara tertentu, seperti hajatan atau syukuran. Jadi, bisa dibayangkan, sekadar untuk menyantap makanan ini saya harus menunggu tetangga punya acara gedhen terlebih dahulu.
Namun, seiring perkembangan zaman, menu ini makin sering dijumpai. Di aplikasi ojek online pun sego berkat bisa dengan mudah dipesan. Termasuk di dua warung makan di Jogja tempat kami berwisata kuliner ini.
Sayangnya, berdasarkan kunjungan dan icip-icip di dua lokasi tersebut, saya masih belum bisa merasakan taste dan nuence-nya. Pasalnya, bagi kami berdua, sego berkat yang kami temui ini masih “kurang Wonogiri”; setidaknya dalam hal menu dan rasa yang ditawarkan.
Sebenarnya, dua warung makan tersebut menawarkan sego berkat dengan isian pada umumnya: nasi putih, oseng cabai hijau dan tempe, oseng bihun, dan rendang sapi, serta dibungkus daun jati.
Namun, ada satu menu ekstra yang ditambahkan di dalamnya, yakni urapan berisi kacang panjang dan tauge.
“Ini sih jatuhnya malah kayak sego gendhong,” kata Rajif, Kamis (3/8/2023) kemarin, memberikan sedikit ulasan.
Sego gendhong sendiri merupakan versi lite dari sego berkat, karena biasanya rendang sapi diganti dengan tempe bacem. Menu yang satu ini umumnya juga tak se-eksklusif sego berkat; ia lebih terjangkau, mudah dijumpai, dan biasanya jadi menu buat sarapan.
Lantas, seperti apa sego berkat Wonogiri yang seharusnya?
Halaman selanjutnya…
Fakta soal sego berkat Wonogiri
Fakta soal sego berkat Wonogiri
Sebagai orang asli Wonogiri dan telah menghabiskan hampir keseluruhan usia hidup di kota gaplek ini, tentu kami punya standar tersendiri dalam melihat menu seperti apa yang “layak” disebut sego berkat Wonogiri. Apa saja itu?
#1 Isian wajib
Pertama, yang harus diperhatikan adalah isian dari menu ini. Umumnya, sego berkat terdiri atas tiga isian wajib.
Antara lain ada sambel kentang, oseng bihun, dan rendang sapi manis, yang disajikan untuk mendampingi nasi putih.
“Nah, rendangnya di sini beda sama rendang pada umumnya. Kalau rendang Padang itu pedas, rendang di sego berkat cenderung manis ke gurih,” kata Rajif.
Namun, tak jarang ada juga modifikasi. Misalnya, sambal kentang disubtitusi dengan oseng cabai hijau dan tempe. Rendang pun juga kerap diganti dengan empal sapi campur serundeng.
“Tapi itu enggak umum, sih. Sego berkat yang ‘Wonogiri banget’ itu ya sambel kentang, bihun, sama rendang manis tadi,” sambungnya.
#2 Bungkus daun jati
Kedua, selain punya tiga isian menu wajib tadi, salah satu yang khas dari sego berkat adalah bungkusnya. Umumnya, sego berkat dikemas dengan bungkus daun jati.
“Kalau enggak ada aroma daun jati, kayak bukan sego berkat,” ujar Rajif.
Akan tetapi, setelah 2015 ke sini, saya juga kerap menjumpai sego berkat yang dibungkus kertas minyak ataupun box makanan. Begitu juga dengan Rajif, yang kini mengaku cukup sulit menjumpai sego berkat bungkus daun jati di daerahnya.
“Kalau di tempatku faktor musim aja kali ya. Pas hajatan di musim-musim kemarau susah juga nyari daun jatinya.”
#3 Eksklusif di acara-acara tertentu
Ketiga, yang membedakan sego berkat dengan menu-menu lain sebenarnya adalah eksklusivitasnya. Sesuai namanya, “sego berkat” berarti “nasi yang diberkahi”.
Maka, tak heran jika kemudian sego berkat hanya muncul di acara-acara tertentu seperti hajatan, lamaran, syukuran, atau acara gedhen serupa.
“Itu sih yang menurutku bikin sego berkat ini spesial. Soalnya kita cuman bisa nikmatin pas tetangga hajatan, jadi enggak tiap waktu bisa makan,” pungkasnya.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Purnawan Setyo Adi