Sejarah Fakultas Teknik UGM, Lebih Dulu Berstatus Negeri Ketimbang UGM-nya Sendiri

Perjalanan Fakultas Teknik UGM, Lebih Dahulu Berstatus Negeri Ketimbang UGM-nya Sendiri MOJOK.CO

Fakultas Teknik UGM (ft.ugm.ac.id)

MOJOK.COFakultas Teknik Universitas Gadjah Mada memiliki sejarah yang unik. Dia lebih dahulu berstatus negeri ketimbang Kampus UGM sendiri.

Ada peran Jepang dan momentum Kemerdekaan Indonesia dalam kelahiran salah satu fakultas unggulan di UGM ini. Pada masa pendudukan Jepang, berdiri perguruan tinggi Bandung Koo Gyoo Dai Gaku pada 1944. Kampus ini merupakan kelanjutan dari Technische Hoogeschool, kampus teknik bikinan Belanda yang tutup pada 1942.

Setelah Indonesia merdeka, pemerintah mengambilalih kampus bikinan Jepang tersebut dan mengubah namanya menjadi Sekolah Tinggi Teknik (STT) Bandoeng. Prof. Ir. Roosseno didapuk sebagai pimpinan.

Sekolah Tinggi Teknik (STT) Bandoeng, perguruan tinggi negeri pertama di Jogja!

Perang kemerdekaan terjadi lagi. Kali ini melawan Belanda yang mendapat bantuan dari Sekutu. Akibatnya, STT Bandoeng mengungsi ke Yogyakarta pada Januari 1946. Selanjutnya, STT Bandoeng secara resmi aktif kembali pada 17 Februari 1946. Tanggal pembukaan tersebut kemudian ditetapkan menjadi Hari Perguruan Tinggi Teknik.

STT Bandoeng di Yogyakarta kala itu memiliki sejumlah Bagian (baca: jurusan). Antara lain Bagian Teknik Sipil, Teknik Mesin-Listrik, dan Bagian Teknik Kimia. Di awal kegiatan belajar-mengajar, kampus ini meminjam ruang di gedung olahraga Sekolah Menengah Tinggi (SMT) di kawasan Kota Baru sebagai ruang kelas. Kegiatan kampus berlangsung pada sore hari.

Pada bulan yang sama kala STT Bandoeng mengungsi, di Yogyakarta baru saja terjadi pembentukan Universitas atau Balai Perguruan Tinggi (BPT) Swasta Gadjah Mada. STT Bandoeng tak serta merta menjadi bagian dari kampus cikal bakal UGM tersebut, sebab STT Bandoeng saat itu berstatus sebagai lembaga pemerintahan (negeri). Jadi, boleh dibilang, STT Bandoeng merupakan perguruan tinggi negeri pertama di Yogyakarta.

Tak lama berselang, STT Bandoeng mengalami perubahan nama menjadi Sekolah Tinggi Teknik Jogjakarta. Sejurus dengan perpindahan perkuliahan dari Kotabaru ke Jetis, Yogyakarta. Selanjutnya, kampus ini membuka laboratorium di Jl. Krasak dan Jl. Pingit.

Agresi Militer II Belanda yang membara pada Desember 1948, baik STT Jogjakarta maupun BPT Swasta Gadjah Mada terpaksa menghentikan perkuliahan. Para dosen, mahasiswa, dan pegawainya turut serta bergerilya bersama rakyat dan Tentara Nasional Indonesia.

Kala kedaulatan bangsa kembali lagi ke tangan republik pada 19 Desember 1949, STT Jogjakarta bergabung dengan Sekolah Tinggi Kedokteran dan BPT Gadjah Mada berubah status menjadi Universiteit Negeri Gadjah Mada. STT Jogjakarta kemudian beralih status menjadi Fakulteit Universiteit Negeri Gadjah Mada. UGM kemudian memakai tanggal tersebut menjadi tanggal kelahiran kampus.

Profesor yang berjasa dalam pembentukan Fakultas Teknik UGM

Selain Prof. Ir. Roosseno, ada nama Prof. Ir. Wreksodiningrat yang cukup berjasa dalam perkembangan fakultas ini. Ia merupakan insinyur Teknik sipil pertama Indonesia lulusan Belanda. Dialah yang menggantikan Roosseno sebagai pemimpin STT Bandoeng pada 1 Maret 1947.

Dalam buku Biografi Nasional Daerah Istimewa Yogyakarta, Wreksodiningrat terbilang tokoh yang penting dalam pendirian UGM. Dialah perwakilan STT Jogjakarta dalam rapat persiapan pendirian UGM di pendopo Kepatihan. Di dalam rapat tersebut, terdapat banyak sekali tokoh besar. Prof Soetopo menjadi pimpinan rapat. Turut hadir pula Sultan Hamengku Buwana IX, Prof. Dr. Prijono, Prof. Dr. Sardjito, Prof. Ir. Harjono, dan lain-lain.

Setelah STT Jogja bergabung dalam UGM, pihak kampus mengangkat Wreksodiningrat menjadi dosen, pengurus/ketua, dan guru besar bidang Teknik sipil Fakultas Teknik UGM (1947-1951). Sebagai dosen, ia mengajar mata kuliah teknik pengairan, konstruksi kayu, teknik jembatan, dan konstruksi jalan raya. Mahasiswa Teknik kala itu begitu mencintainya dan memberinya julukan ‘Baladewa’.

Hasil karya bangunannya antara lain: jalan raya dari Mataram ke Tanjung, makam Pakubuwono X di Kompleks Makam Imogiri, Jembatan Serayu, Jembatan Bantar Kulon Progo, dan Jembatan Gawan Sragen, dan lain-lain. Beliau wafat pada 9 Oktober 1969.

Perjalanan Fakultas Teknik UGM pascakemerdekaan hingga hari ini

Kembali ke topik utama. Pada 1950, Bagian Mesin-Listrik Fakultas Teknik terpaksa tutup lantaran kekurangan staf pengajar. Kemudian pada 1957-1966, fakultas ini memperoleh bantuan berupa tenaga-tenaga pengajar, peralatan, buku-buku, dan beasiswa pendidikan lanjut untuk pengajar dari University of California Los Angeles (UCLA).

Dalam periode tersebut, Fakultas Teknik UGM mengembangkan bagian-bagian baru. Antara lain Bagian Teknik Mesin (1959), Teknik Geodesi-Geologi (1959), Teknik Arsitektur, dan Bagian Teknik Listrik (1963).

Sejak 1981, setiap Bagian di lingkungan Fakultas Teknik UGM berubah nama menjadi Jurusan sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 1980. Pada tahun 2014, frasa jurusan berubah lagi menjadi Departeman lewat SK MWA nomor 4/SK/MWA/2014.

Saat ini, FT UGM memiliki 8 departemen. Di antaranya, Departemen Teknik Arsitektur dan Perencanaan, Teknik Elektro dan Teknologi Informasi, Teknik Nuklir dan Teknik Fisika, Teknik Geodesi, Teknik Geologi, Teknik Kimia, Teknik Mesin dan Industri, dan Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan.

Penulis: Iradat Ungkai
Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA Riwayat UGM Cabang Magelang, Kampus Seteru PKI yang Mati Muda
Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News

Exit mobile version