MOJOK.CO – Gambar pahlawan Indonesia biasa ditemukan di salah satu sisi uang kertas rupiah, berapa pun nominalnya. Lantas, siapa pahlawan pertama yang sosoknya terpampang di uang terbitan Bank Indonesia (BI) itu?
Pada 1952, Bank Indonesia menampilkan uang bergambar pahlawan dalam Seri Kebudayaan. Itu menjadi uang terbitan Bank Indonesia yang pertama setelah ditetapkan sebagai Bank Sentral.
Asal tahu saja, Saat itu, Bank Indonesia sedang mempersiapkan kelahirannya setelah menasionalisasi De Javasche Bank sejak 1951. Lantaran undang-undang tentang Bank Indonesia baru lahir pada 1953, maka uang kertas emisi 1952 tersebut baru resmi diedarkan pada 2 Juli 1953.
Kemunculan sosok pahlawan dalam uang menjadi hal penting karena Indonesia masih berusia belia dan kerap menghadapi berbagai kegentingan. Sosok pahlawan disebut bisa menjadi memberi semangat memperkut kebangsaan dan persatuan.
“Lewat sosok pahlawan, ada keteladan yang menjadi daya rekat anak bangsa,” seperti dikutip dalam laman resmi Bank Indonesia.
Lalu, siapa sosok pahlawan pertama di uang rupiah terbitan pertama Bank Indonesia? Jawabannya adalah R.A Kartini dan Pangeran Diponegoro.
R.A Kartini pada pecahan Rp5
Kartini muncul di uang kertas pecahan Rp5 pada 1952. Di bagian utama uang tersebut terdapat gambar R.A. Kartini dengan ukiran stilisasi dua burung dan motif kelok paku yang mengelilingi bagian tengah sehingga menyerupai bingkai.
Sedangkan, di bagian belakangnya terdapat gambar pohon kalpataru atau pohon kehidupan yang diapit oleh stilisasi dua ekor ular serta ornamen dekoratif perpaduan garis-garis yang membentuk seperti kipas terkembang.
Uang itu digunakan sekitar sembilan tahun karena ditarik oleh Bank Indonesia pada 1961. Gambar Kartini kembali muncul di bagian depan uang kertas nominal Rp10.000 tahun emisi 1985.
Kartini adalah tokoh emansipasi perempuan di Indonesia. Tokoh kelahiran Jepara 21 April 1879 itu membawa semangat kebebasan, kesetaraan, modernisasi, dan anti-feodalisme pada masanya.
Pemikirannya yang disampaikan lewat surat-surat mencoba mengimajinasikan dan mendefinisikan apa yang kemudian menjadi Indonesia. Kumpulan surat itu lalu diterbitkan di Belanda dalam bentuk buku dengan judul Door Duisternis Tot Licht dan diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang.
Buku tersebut menjadi bacaan wajib aktivis pergerakan pada zaman itu, sekaligus turut membuka kesadaran nasional di kalangan pelajar pribumi.
Kartini memang tidak berada di garis depan mengangkat senjata seperti Cut Nyak Dien dan Laksamana Malahayati melawan penjajah. Ia hanya pembuka jalan, pencetus cara berpikir baru.
Pangeran Diponegoro pada pecahan Rp100
Sosok Pangeran Diponegoro muncul dalam uang kertas Rp100 Seri Kebudayaan pada 1952. Di bagian depan, terdapat gambar Diponegoro serta ukiran burung Garuda sebagai hewan mitologi Hindu yang menjadi kendaraan Dewa Whisnu. Sedangkan di bagian belakang, terdapat corak stilisasi burung Garuda yang saling berhadapan.
Di tahun yang sama, dikeluarkan koin Diponegoro nominal 50 sen. Nominal 50 sen dikeluarkan lagi pada 1954, 1955, dan 1957. Bank Indonesia kembali menerbitkan uang kertas emisi Diponegoro nominal Rp1.000 pada 1975.
Diponegoro adalah putra dari Sultan Hamengkubuwono III ini lahir di Yogyakarta pada 11 November 1785. Dialah yang memimpin perang terbesar melawan Belanda di tanah Jawa. Terjadilah perang hebat yang kemudian dikenal sebagai Perang Jawa (1825-1830). Perang ini mendapat dukungan penuh berbagai kalangan: dari priyayi hingga kiyai, dari kerabat hingga rakyat. Sejak itu, Diponegoro dianggap musuh terbesar kolonial Belanda yang sulit ditaklukkan sepanjang abad ke-19.
Perang Diponegoro memang sudah berakhir seiring wafatnya Sang Pangeran pada 1855. Namun justru itu awal bagi lahirnya para penantang kolonial di tahun 1900-an. Kisah patriotisme Sang Pangeran jadi bahan bakar para pemuda pribumi dalam mengobarkan perlawanan. Potret atau lukisan Diponegoro dipajang di tempat-tempat pertemuan aktivis pergerakan, juga dijadikan poster dalam kongres Muhammadiyah ke-20 tahun 1931. ‘Babad Diponegoro’ yang ditulis tangan oleh Sang Pangeran bahkan kini diakui oleh UNESCO sebagai warisan dunia pada 2013.
Penulis: Kenia Intan
Editor: Purnawan Setyo Adi