Sebagai ruang publik, jika Simpang Lima Semarang terendam banjir kala curah hujan tinggi, tentu akan sangat mengganggu kenyamanan. Maka, untuk mitigasi sebelum hujan ekstrem menerjang, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menggunakan bantuan teknologi GPS Drifter atau bola pelacak ber-chip GPS.
Teknologi tersebut digunakan untuk melakukan penanganan sumbatan saluran di kawasan Simpang Lima. Selain itu juga berfungsi untuk memetakan titik sumbatan drainase yang selama ini sulit terdeteksi secara visual.
“Kami mitigasi lebih awal sebelum hujan ekstrem datang. Kalau Simpang Lima banjir, warga tidak bisa menikmati ruang publik dengan nyaman. Maka hari ini kami mencari tahu, apa penyebab banjir itu,” ujar Wali Kota Semarang, Agustina Wilujeng usai meninjau langsung simulasi di titik eks Ace Hardware Simpang Lima pada Jumat (12/12/2025).

Cara kerja bola GPS untuk mitigasi banjir di Simpang Lima Semarang
Cara kerja teknologi drifter ini yakni dengan cara menghanyutkan bola GPS ke dalam saluran. Pergerakan bola akan dipantau melalui perangkat gawai petugas Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Semarang. Ketika bola tidak bergerak sesuai estimasi waktu, titik tersebut terbaca sebagai lokasi sumbatan.
“Kami menggunakan semacam bola mainan, dipasang chip GPS, dan dihubungkan ke teman-teman DPU. Dalam durasi setengah jam seharusnya bergerak, tetapi malah berhenti berarti ada kendala di titik itu,” jelas Agustina.
“Dari situ pasukan katak DPU turun untuk memastikan apa yang menyumbat. Bisa kasur, ban, sampah, atau gundukan sedimen,” sambungnya.
Agustina menegaskan, temuan sumbatan di lapangan tersebut langsung ditindaklanjuti saat itu juga. Selain sampah, tim juga menemukan kendala teknis berupa penyempitan “Saluran Gendong” yang tertutup cor beton tebal serta kurangnya jumlah saluran pembuangan menuju sungai.
“Saya sudah minta teman-teman DPU untuk membongkar cor yang menutup saluran dan sebelum 30 Desember, saya izinkan pembuatan saluran tambahan agar air dari hulu cepat mengalir ke sungai,” kata Agustina.
Perluas ke daerah lain selain Simpang Lima
Agustina berencana memperluas penggunaan metode deteksi ini ke titik-titik krusial lainnya. Termasuk area Pandanaran dan Ahmad Dahlan. Agustina juga memastikan terjadi konektivitas saluran dari hulu ke hilir.
Upaya ini, lanjut Agustina, dilakukan sekaligus untuk memperbarui peta drainase kota yang sejarah perencanaannya sempat terputus puluhan tahun.
“Penanganan banjir memang dilakukan berlapis. Ada tim-timnya sehingga ketika di Simpang Lima sudah teratasi, tetapi tetap banjir, kami akan tangani hulunya pula. Oleh karena itu ada tim yang menangani hilir, hulu, dan titik-titik lain agar aliran air terkendali,” ungkap Agustina.
Partisipasi masyarakat Semarang juga penting
Selain upaya teknis di atas, Agustina mengajak masyarakat Kota Semarang turut serta berpartisipasi dalam memitigasi potensi banjir.
Sebab, merujuk temuan hasil uji coba bola GPS, ternyata ditemukan penyalahgunaan fungsi sungai di bawah jembatan yang dijadikan tempat penumpukan barang bekas. Hal ini tentu berpotensi menghambat aliran air.
Oleh karena itu, Agustina mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bekerja sama menjaga fungsi sungai.
“Kita tidak bisa menghilangkan banjir sepenuhnya. Yang bisa adalah mengendalikan. Kalau dulu orang rindu, banjir ini biasanya sediluk (sebentar) langsung ilang (hilang), kok ini dadi suwi (lama)? Itu lah tantangan kita,” ucap Agustina.
Melalui integrasi teknologi, respons cepat di lapangan, dan partisipasi publik, Agustina optimis dapat meminimalisir dampak banjir di pusat kota dan mengembalikan kenyamanan bagi warga dan wisatawan di Simpang Lima Semarang.
“Mohon doa restunya mudah-mudahan beres sebab Simpang Lima adalah ikonnya Kota Semarang, dan kami berkomitmen mengembalikan kenyamanan bagi warga maupun wisatawan di area ini,” pungkasnya.***(Adv)
BACA JUGA: Pelajaran Hidup dari Seorang Driver Ojol di Semarang yang Suka Yapping Tak Lupa Membantu Sesama di Tengah Tekanan Hidup atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan